
Amanat.id– Seluruh proses Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) telah diselenggarakan dengan terpilihnya Tasim-Awan sebagai Ketua dan Wakil Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo periode 2025, Kamis (9/1/2025).
Berbeda dari tahun sebelumnya, Pemilwa UIN Walisongo 2024 berjalan cukup kondusif tanpa ada tindakan represif, tetapi beberapa mahasiswa mengaku masih ada beberapa hal yang masih kurang maksimal pelaksanaannya.
Menurut Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Aldi Ilham, tidak adanya sosialisasi mengenai Pemilwa membuat mahasiswa menjadi bingung.
“Banyak dari teman-teman saya yang bingung kapan Pemilwa dilaksanakan,” ujarnya saat diwawancarai oleh tim Amanat.id, Sabtu (11/1).
Menurut Aldi juga sulit untuk mengetahui informasi dan kualifikasi yang detail dari para kandidat.
“Kandidat hanya diketahui lewat postingan media sosial saja, tidak ada informasi mengenai latar belakang dan keahlian mereka,” ucapnya.
Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI), Alya Meylyana mengatakan seluruh lembaga Pemilwa dirasa kurang tegas mengenai aturan-aturan yang ada.
“Jika ada hal yang tidak sesuai dengan aturan seharusnya diberi tindakan tegas, bukan malah memakluminya,” tuturnya.
Alya menganalogikan tidak ada bedanya Pemilwa UIN Walisongo dengan Pemilu pemerintah.
“Seakan-akan Pemilwa ini meniru Pemilu saat ini. Padahal UIN Walisongo termasuk vokal dalam mengkritik pemerintah,” ucapnya.
Ia juga sangat menyayangkan tidak adanya tayangan ulang debat kandidat.
“Hanya ada dokumentasi foto di instagram saja. Siaran debatnya tidak dishare ulang,” ujarnya.
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA), Unaf mengatakan beberapa kandidat yang mencalonkan diri dirasa kurang memiliki potensi yang cukup.
“Beberapa kandidat tidak unggul dalam akademiknya. Bahkan tidak aktif dalam kegiatan intra kampus,” ucapnya.
Menurut Unaf, seorang pemimpin harus juga unggul dalam akademik.
“Organisasi itu penting, tapi tidak dapat menjamin pengetahuan seseorang,” ucapnya.
Unaf menambahkan, banyak mahasiswa berpotensi untuk mencalonkan diri, tetapi terkendala oleh ketidakterlibatan mereka dalam beberapa hal.
“Adanya keterikatan dalam beberapa hal menjadi penghambat orang-orang yang berpotensi,” tuturnya.
Ia juga mengatakan kandidat yang terpilih terkadang bukan orang yang diinginkan mayoritas mahasiswa.
“Proses demokrasi harusnya mencerminkan aspirasi mahasiswa bukan hanya yang berpihak terhadap kelompok tertentu,” ujarnya.
Mahasiswa Fakultas Ushuludin dan Humaniora (FUHUM), Catlin (bukan nama asli) cukup kecewa karena tidak adanya sosialisasi khusus yang menyebabkan mahasiswa lalai untuk memberikan hak suaranya.
“Di Prodiku hanya ada 65 mahasiswa saja yang menggunakan hak suaranya,” ujarnya.
Catlin mengatakan Pemilwa 2024 berjalan cukup baik karena adanya Koordinasi Lapangan (Korlap) dan Koordinasi Jurusan (Korjus) untuk mendata setiap kelas.
“Adanya Korlap dan Korjus untuk mendata menjadikan pemilwa tahun ini cukup terukur,” ucapnya.
Sayangnya menurut Catlin banyak Korjus yang tidak bertanggung jawab dengan tugasnya.
“Sosialisasi hanya dilakukan online menjadikan banyak korjus yang tidak bertanggung jawab,” tuturnya
Reporter: Emma Delvina Andisty
Editor: Gojali