By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Amanat.idAmanat.idAmanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Buku
    • Film
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
  • Cerpen
  • Puisi
Reading: Konservasi Budaya Lawas melalui Pasar Tradisional
Share
Notification Show More
Font ResizerAa
Font ResizerAa
Amanat.idAmanat.id
  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Advertorial
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Kontak
Search
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Buku
    • Film
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
Have an existing account? Sign In
Follow US
Pasar Tradisional, Konservasi Budaya Lawas, Pasar Ndoro Bei, Pasar lawas Demak, Pasar Tradisional Demak, Pasar tradisional Ndoro Bei
Pintu masuk pasar tradisional Ndoro Bei, Demak, Minggu (26/11/2023). (Amanat/Eva).
MelipirSastra

Konservasi Budaya Lawas melalui Pasar Tradisional

Last updated: 8 Oktober 2025 5:53 pm
Eva Salsabila Azzahra
Published: 14 Februari 2025
Share
SHARE
Pasar Tradisional, Konservasi Budaya Lawas, Pasar Ndoro Bei, Pasar lawas Demak, Pasar Tradisional Demak, Pasar tradisional Ndoro Bei
Pintu masuk pasar tradisional Ndoro Bei, Demak, Minggu (26/11/2023). (Amanat/Eva).

Bulan baru menampakkan sinarnya, pengunjung sudah riuh di halaman Pendopo Noto Bratan, eks tanah perdikan, Kadilangu, Demak.

Contents
Konservasi Budaya LawasMengenalkan Generasi MudaDari Sanggar Budaya

Laiknya potret niaga abad 18, muda-mudi memadati Pasar Ndoro Bei yang jauh dari higenisme ekonomi. Tempat ini hadir sebagai mesin waktu masyarakat untuk kembali ke masa lalu.

Ketika memasuki Pasar Ndoro Bei, pengunjung tidak bisa menemukan barang-barang yang dijual di pasar pada umumnya. Di pasar ini, pengunjung bisa menemukan berbagai interpretasi klasik dalam rupa kuliner yang menjadi salah satunya.

Soto Bathok, Gethuk Lindri, Dawet Ayu, Gobet, Gudangan, hingga Wedang Uwuh menjadi sajian otentik yang dijajakan dalam pasar.

Konsep yang diusung dalam Pasar Ndoro Bei cenderung mengarah gaya klasik. Konon nuansa tersebut untuk membawa kembali pada era abad ke-18 semasa Kesultanan Demak Bintoro. Hal ini juga didukung dari lapak para pedagang yang hanya dibangun dengan welit dan bambu untuk menambah kesan sisi tradisional pasar.

Tatkala pengunjung ingin membeli jajanan yang tersedia di pasar, mereka harus menggunakan kepeng sebagai representasi alat tukar krusial pada masa itu. Hal ini yang membedakan Pasar Ndoro Bei dengan pasar modern lainnya dari segi sistem transaksi. Tidak lagi menggunakan uang kertas yang sudah diadaptasi menjadi alat tukar bernilai.

Untuk mendapatkan kepeng, pengunjung bisa melakukannya di pintu masuk bertuliskan “Lintu Arto” sebelum memasuki area pasar, dengan menukar sejumlah uang kepada penjaga.

Tidak ada ketentuan minimal dalam jumlah penukaran harus dengan nominal tinggi, pengunjung bebas melakukan penukaran mulai dari Rp 5000 – Rp 10.000 sekalipun. Rupanya yang unik berbentuk lingkaran, serupa kepingan koin dari kayu, dan berwarna coklat ketuaan setara dengan nominal lima ribu rupiah setiap satu kepengnya.

“Kepeng ini nanti yang digunakan ketika pengunjung mau membeli makanan di dalam (red: area Pasar Ndoro Bei), mbak. Biasanya mereka (red: para pengunjung) kalo nuker uang juga banyak biar sekalian gitu ndak bolak- balik,” kata penjaga yang diketahui bernama Diah.

Meskipun menggunakan kepeng, para penjual tetap mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan. Pasalnya, setelah berakhirnya aktivitas pasar, hasil yang diperoleh akan ditukar dengan uang sejumlah kepeng dari pembeli.

Satu hal unik lain dari penyelenggaraan Pasar Ndoro Bei, terdapat salah satu kudapan fenomenal lantaran menjadi minuman kesukaan kepunden Kadilangu, Sunan Kalijaga. Kopi Poro namanya.

“Iya, betul ini Kopi Poro. Jadi Kopi Poro ini kopi yang disukai sama Sunan Kalijaga,” kata penjaja Kopi Poro bernama Sulur itu.

Berbeda dengan kopi lainnya, pengolahan Kopi Poro yang terbilang tradisional dalam penggarapan bijih kopi asli, pemilahan kualitas, hingga penyajiannya.

“Jelas beda, mbak, sama kopi-kopi lainnya, pembuatannya juga ngga pake mesin, bener-bener yang tradisional dan tanpa campuran apapun,” lanjutnya.

Kemasan atraktif bernuansa hitam disertai zipper lock ini dihargai sembilan kepeng atau setara Rp 45.000. Cukup bernilai untuk sebuah kopi asli dari Kota Wali.

Jika membicarakan soal cita rasa, bisa dibilang Kopi Poro memberi spektrum khas jawa abad 18, sebab keotentikan serta pengolahan dikerjakan tanpa ada campur tangan peradaban modern.

Tidak kalah unik dengan kehadiran jajanan lainnya di Pasar Ndoro Bei, yakni Soto Bathok. Barangkali soto yang kita ketahui lazimnya menggunakan mangkuk berbahan dasar kaca, namun pengecualian untuk soto yang satu ini. Bathok merujuk pada bahan baku bathok kelapa yang digunakan sebagai wadah pengganti mangkuk modern.

Penjaja Soto Bathok, Sumarti Ningsih mengatakan Soto Bathok sudah digandrungi sejak zaman dulu dan menjadi kebanggaan dari Demak.

“Ini namanya Soto Bathok, ya karena dibuatnya dari bathok kelapa. Zaman dulu ini udah ada mbak, saya seneng aja njual-nya,” ucap ibu dua anak itu.

Sumartiningsih yang biasa disapa “Ning” merupakan ibu dari pendiri Sanggar Padma Baswara, Ika Febrianti. Ia mengaku telah berpartisipasi dalam Pasar Ndoro Bei sebelumnya dengan menjajakan Soto Bathok.

Pasar Tradisional, Konservasi Budaya Lawas, Pasar Ndoro Bei, Pasar lawas Demak, Pasar Tradisional Demak, Pasar tradisional Ndoro Bei
Kepeng atau alat tukar di pasar tradisional Ndoro Bei, Demak, Minggu (26/11/2023). (Amanat/Eva).

Konservasi Budaya Lawas

Menurut Ning, penyelenggaraan Pasar Ndoro Bei dinilai sebagai langkah tepat dalam menghidupkan kembali serta mengenalkan kebudayaan lawas kepada kawula muda.

Di tengah kemasifan pasar modern, justru hadirnya pasar tradisional Ndoro Bei bagaikan pelita kegelapan yang membangkitkan “nuansa” Kesultanan Demak Bintoro.

“Saya rasa, sih, bagus juga dengan adanya Pasar Ndoro Bei walaupun hanya sebulan sekali (diadakannya). Apalagi pasar sekarang, kan (kebanyakan) modern, dengan ada yang tradisional ini jadi anak mudanya bisa tahu makanan tradisionalnya,” tambahnya, saat diwawancarai oleh Tim Redaksi Soeket Teki.

Penamaan Pasar Ndoro Bei bukan muncul begitu saja ke permukaan. “Ndoro Bei” merupakan kepala perdikan terakhir di Kadilangu dan nama ini diambil dari Eyang Ngabehi Notosubroto.

Kendati demikian tujuan dari penyelenggaraan Pasar Ndoro Bei ini guna mengenalkan sosok “Ndoro Bei” kepada khalayak.

Selain itu, adanya Pasar Ndoro Bei juga sebagai replika untuk memberikan gambaran pasar tradisional yang pernah eksis pada masanya.

Mengenalkan Generasi Muda

Salah satu pengunjung pasar, Tata Nurin Andriyani (14) mengaku baru pertama kali mendatangi Pasar Ndoro Bei. Meski ia datang untuk memenuhi undangan sekolahnya, akan tetapi dirinya juga tetap berkeliling di area pasar.

“Pertama kali sih, dateng ke sini. Ini juga sama temen-temen, perwakilan sekolah gitu,” ungkapnya.

Terkait dengan pelaksanaan pasar itu, Tata–akrabnya–, cukup terkesan dengan banyaknya jajanan tradisional yang dijual. Selain berkunjung ke pasar, dirinya juga sempat melakukan photoshoot di area Pasar Ndoro Bei bersama teman-temannya.

“Tempatnya keren, jajanan yang dijualnya juga banyak, plus memanjakan mata banget. Terus juga di sini ada kopi poro, aku tahu sih,” tambahnya menjelaskan.

Pengunjung lainnya, Syarifatul Ulya (14) menyebut pelaksanaan Pasar Ndoro Bei terbilang menarik karena anak-anak muda menjadi lebih kenal dengan jajanan-jajanan tradisional tempo dulu.

“Harapannya kalo dari aku, sih semoga semakin banyak yang tahu pasar ini. Terus, yang dijual juga semakin banyak,” kata perempuan yang akrab disapa Ulya ini.

Dari Sanggar Budaya

Pasar yang digelar selama dua hari berturut-turut (25-26/11/2023) merupakan serangkaian agenda dari Sanggar Budaya Padma Baswara di Kabupaten Demak yang diselenggarakan bersama Dinas Pariwisata Kabupaten Demak.

Pelopor sanggar, Zulverdi Tri Harimurti menyebut penyelenggaraan pasar tradisional Ndoro Bei sebagai bagian dari salah satu kegiatan Padma Baswara, Catur Sasangka. Diketahui Pasar Ndoro Bei sendiri telah ada sejak Catur Sasangka pertama sekaligus menjadi sarana yang bersifat edukatif dan interaktif.

Setiap bulannya, Pasar Ndoro Bei digelar di Kadilangu dan berhasil menarik masa untuk merasakan lebih jauh vibes suasana tradisional pasar di Kadilangu pada beberapa puluh tahun lalu.

“Di Padma, ada kegiatan Catur Sasangka, dan Pasar Ndoro Bei ini masuk di dalamnya. Bedanya, Catur Sasangka tiap 4 bulan, kalo yang pasar kita adakan sebulan sekali,” kata pria yang akrab disapa Verdi.

Jadi dalam setahun, kiranya terdapat tiga kali pelaksanaan Catur Sasangka, karena berjangka empat bulan sekali. Beda dengan Pasar Ndoro Bei yang diselenggarakan setiap bulan. Penyelenggaraan pasar yang hanya menjual makanan-makanan terdahulu juga sebagai esensi dari otentika pasar tradisional.

“Kami memang sengaja menjualnya makanan- makanan tradisional aja di sini. Karena kembali lagi, pasar ini ada untuk mengenalkan nilai dari sebuah pasar tradisional,” terangnya.

Dengan diselenggarakannya selama setiap bulan, Verdi berharap masyarakat lebih terbuka dalam mengetahui keberadaan pasar tradisional. Lebih jauh daripada itu, masyarakat bisa menangkap maksud dari penyelenggaraan pasar jadul yang tidak hanya sebagai wisata semata.

Penulis: Eva Salsabila A.
(Lurah Kampoeng Sastra Soeket Teki 2023)
Tulisan pernah diterbitkan di Majalah Soeket Teki Edisi 11

Kontemplasi Rembulan
Andai
Mati Suri
Kekasih yang Tertidur
Dermaga Karya
TAGGED:konservasi budaya lawaspasar lawas demakpasar ndoro beipasar tradisionalpasar tradisional demakpasar tradisional ndoro bei
Share This Article
Facebook Email Print

Follow US

Find US on Social Medias
FacebookLike
XFollow
YoutubeSubscribe
TelegramFollow

Weekly Newsletter

Subscribe to our newsletter to get our newest articles instantly!
[mc4wp_form]
Popular News
Puisi

Yang Tak Sempat Ku Cium

Khanif Maghfiroh
26 Juli 2019
Hanya 2 Bulan, Mahasiswi UIN Walisongo Lulus Taklukkan SINTA 3
MI Mitra UIN Walisongo Ini Bisa Bayar Sekolah Pakai GoPay
Begini Tips Bermedia Menurut Ali Mufiz dan Muhibbin
Intelektualitas Edward Said dan Cara Menjadi Intelektual Menurut Ahmad Muqsith
- Advertisement -
Ad imageAd image
Global Coronavirus Cases

Confirmed

0

Death

0

More Information:Covid-19 Statistics
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Buku
    • Film
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
  • Cerpen
  • Puisi
Reading: Konservasi Budaya Lawas melalui Pasar Tradisional
Share

Tentang Kami

SKM Amanat adalah media pers mahasiswa UIN Walisongo Semarang.

Kantor dan Redaksi

Kantor redaksi SKM Amanat berlokasi di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Lantai 1, Kampus III UIN Walisongo, Jalan Prof. Hamka, Ngaliyan, Kota Semarang, dengan kode pos 50185

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Advertorial
  • Kontak
Reading: Konservasi Budaya Lawas melalui Pasar Tradisional
Share
© Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?