Amanat.id- Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) mengeluarkan Surat Ketetapan Nomor: 01/SK-PEMILWA/KPM/UIN-WS/XII/2024 tentang Hasil Verifikasi Partai Politik Mahasiswa Tahun 2024, Senin (16/12/2024).
Berdasarkan Surat Ketetapan terdapat tiga partai yang mendaftar di antaranya Partai Mahasiswa Demokrat (PMD), Partai Pembangunan Mahasiswa (PPM), dan Partai Kebangkitan Mahasiswa (PKM).
Hasil verifikasi menunjukkan dua di antaranya, yakni PPM dan PKM berstatus ditangguhkan sementara. Dijelaskan dalam Berita Acara Nomor: 02/BA-PEMILWA/KPM/UIN-WS/XII/2024, teridentifikasi adanya dualisme atau konflik kepentingan internal pada partai PPM, yakni pihak Abdullah Faqih dan Cukranta Wahyu Fahrozi dengan masing-masing DPW PPM-nya.
Persoalan lainnya ialah status keanggotaan salah satu pendaftar, Nur Aini Naimatu Ayun dalam struktur kepengurusan partai PPM. Pasalnya, yang bersangkutan sebelumnya telah mengikuti pendaftaran sebagai Calon Anggota KPM dan secara otomatis sudah tidak menjadi anggota partai setidaknya dalam waktu 5 hari. Hal tersebut yang kemudian membuat Nur Aini Naimatu Ayun dinyatakan tidak termasuk dalam kepengurusan partai politik murni.
Sementara itu, ditemukan juga pelanggaran administratif oleh PKM, yakni ketiadaan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dengan secara tidak sah diganti dengan menggunakan AD/ART Dewan Pimpinan Pusat (DPP) sebagai landasan operasional DPW, serta pelanggaran pada Undang-undang Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) Nomor 3 pasal 11 dan 27 oleh Nurul ‘Ain dari DPP PKM dan Panca Reza Fauzi dari DPW PKM Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK).
Menanggapi sengketa yang terjadi, Ketua KPM, M. Ridho Amrullah membenarkan indikasi adanya dualisme ideologi partai dari PPM.
“Dualisme partai dalam kepemimpinan dan ideologi menjadi landasan kami untuk menangguhkan PPM,” jelasnya, Selasa (17/12).
Lanjutnya, terdapat anggota partai yang mendaftarkan diri sebagai penyelenggara dan masih berstatus sebagai kader PPM.
“Anggota PPM yang didaftarkan yakni saudari Nur Aini Naimatu Ayun terindikasi mendaftar sebagai KPM, tapi ternyata masih menjabat sebagai kader PPM,” sambungannya.
Begitu pun dengan PKM, sambung Ridho, alasan ditangguhkannya partai tersebut karena adanya pelanggaran administratif.
“Kami mempertegas penangguhan PKM dengan dikenakan sanksi Administratif,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa terdapat pemalsuan AD/ART oleh PKM.
“Pada AD/ART PKM, terdapat nama Golkar yang seharusnya tidak menjadi yuridiksi partai tersebut,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan bahwa ada indikasi anggota partai PKM yang mendaftarkan diri sebagai KPM.
“Saudari Nurul ‘Ain mendaftarkan diri sebagai KPM dan ternyata ia juga masih menjabat sebagai Bendahara Umum di PKM,” tuturnya.
Padahal, sambung Ridho, untuk menjadi KPM, Badan Pengawas Pemilwa (Bawaswa) maupun Badan Yudisial Pemilihan Mahasiswa (BYPM) syaratnya adalah tidak boleh menjadi anggota partai.
“Dalam Undang-undang Pemilwa, KPM, Bawaswa maupun BYPM tidak boleh menjadi kader partai sekurang-kurangnya 5 hari sebelum mendaftar,” jelasnya.
Ridho juga menyampaikan bahwa dirinya mencurigai adanya pembobolan kantor oleh pihak PKM untuk mendapatkan Surat Ketetapan yang belum dipublish oleh KPM.
“Mereka melampirkan foto bukti surat ketetapan yang hanya diprint sekali dan belum dipublish, sehingga kami berasumsi mereka telah membobol kantor,” ungkapnya.
Ditangguhkannya PKM untuk berpartisipasi pada Pemilwa 2024 tersebut mendorong salah satu perwakilan dari PKM, Zulfan Azka untuk mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu pada Senin (16/12) lalu.
Menanggapi pernyataan KPM terkait pembobolan kantor oleh PKM, Zulfan mengatakan bahwa sudah seharusnya Surat Ketetapan dalam sidang pleno dimiliki oleh semua partai yang bersangkutan.
“Surat tersebut merupakan hasil dari sidang yang mana semua partai memang seharusnya mempunyai surat tersebut,” ujarnya, Kamis (19/12).
Zulfan mengungkapkan tiga partai yang mendaftar dalam kontestasi Pemilwa UIN Walisongo sudah meminta surat keputusan tersebut dan meminta izin pada KPM.
“Ketiga partai sudah minta izin agar KPM segera melampirkan draft tersebut, KPM juga sudah menyetujuinya,” jelasnya.
Meski demikian, sambung Zulfan, Surat Ketetapan yang diminta tak kunjung diberikan. Pihak PKM kemudian menurunkan tim investigasi untuk menyelidiki surat tersebut.
“Kami meminta kepada tim investigasi untuk mencari tahu mengapa draft hasil keputusan tidak segera dilampirkan,” jelasnya.
Zulfan juga menerangkan bahwa tidak ada Undang-undang KPM yang mengatur perbedaan AD/ART DPW dan DPP partai.
“Dalam Undang-undang KPM tidak dijelaskan mengenai AD/ART harus berbeda antara DPW dan DPP,” tuturnya.
Di samping itu, ia menjelaskan pihak PKM tidak mengetahui bahwa ada salah satu anggotanya mencalonkan diri sebagai KPM.
“Sebetulnya kami juga kurang tahu bahwa terdapat anggota kami yang sempat mendaftarkan diri menjadi KPM,” tuturnya.
Begitupun dengan PPM, menyikapi sengketa yang terjadi, penggugat dari DPW PPM Fakultas Ushuludin dan Humaniora (FUHUM), Cukranta Wahyu Fahrozi membenarkan bahwasanya terdapat dualisme kepemimpinan pada DPP PPM antara versinya dengan Abdullah Faqih.
“Dualisme kepemimpinan di PPM ini merupakan permasalahan internal yang memang saat ini sedang terjadi,” terangnya, Selasa (17/12).
Dengan pertimbangan matang, lanjut Wahyu, dirinya memilih untuk menggugat DPP versi Abdullah Faqih ke BYPM.
“Dibandingkan harus mengorbankan DPW yang ada, saya memilih untuk menggugat DPW PPM versi Abdullah Faqih ke BYPM,” ungkapnya.
Hingga hari ini, telah dikeluarkannya Putusan Perkara Nomor: 001/PUT.YUD/SKT.PARPOL/JIN-WS/01/2024 oleh pihak BYPM serta Berita Acara Adjudikasi Nomor: 01/P.S.P.P/BWSW/XII/2024 dari Bawaswa sebagai bentuk respons dalam menyelesaikan sengketa Pemilwa yang terjadi pada kedua partai.
Reporter: Niliyal Mahiro
Editor: Eka R.