![KPM UIN Walisongo, DEMA UIN Walisongo, Pemilwa UIN Walisongo, Sengketa Hasil Pemilwa, UIN Walisongo](https://amanat.id/wp-content/uploads/2025/01/WhatsApp-Image-2025-01-10-at-22.04.55.jpeg)
Amanat.id– Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo akhirnya membacakan surat keputusan dan pengesahan hasil Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) yang bertempat di Gedung Teater Prof. Qodri Azizy Fakultas Syariah dan Hukum, Kamis (09/01/2025).
Dalam sidang tersebut, KPM UIN Walisongo resmi menetapkan pasangan calon nomor urut 1, Muhammad Mu’tasim Billah dan Syahrun Himawan sebagai Ketua dan Wakil Ketua DEMA UIN Walisongo periode 2025.
Kontroversi sempat terjadi beberapa hari sebelum pembacaan surat keputusan. Di mana Syahrun Himawan diduga memiliki nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) di bawah ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) Pemilwa Pasal 49 poin d, yakni IPK minimal 3,25.
Menanggapi hal tersebut, Pelaksana Tugas (PLT) KPM UIN Walisongo Moh. Iqbal Asiddiqi mengatakan lembaganya sudah mengikuti seluruh prosedur dari Badan Yudisial Pemilihan Mahasiswa (BYPM).
“Kita selaku penyelenggara Pemilwa hanya menjalankan amanah dari keputusan BYPM,” ujarnya saat diwawancarai secara langsung oleh tim Amanat.id, Kamis (09/01).
Dirinya menjelaskan, seluruh timeline yang tertera dalam peraturan KPM UIN Walisongo telah sesuai dengan prosedur BYPM.
“BYPM memutuskan apa yang kita laksanakan dan itu putusannya,” tegasnya.
Ketua BYPM, Muhammad Iqbal menjelaskan jika transkrip IPK tersebut sudah sesuai dengan yang disampaikan oleh KPM UIN Walisongo pada saat sidang sengketa yang digelar Minggu, (05/01) lalu.
“IPK yang diterima KPM saat itu memang memenuhi persyaratan,” tuturnya.
Ia mengaku tidak memiliki kapasitas untuk menjawab polemik transkrip nilai tersebut.
“Saya tidak bisa menjawab benar atau tidaknya, sesuai dengan hasil persidangan dari apa yang dikatakan KPM dan Badan Pengawas Pemilwa (Bawaswa),” katanya.
Iqbal mengatakan BYPM pada dasarnya hanya menyelesaikan sengketa pemilihan hasil bukan proses.
“Mengenai sengketa atau banding yang dilayangkan pertama adalah KPM, lalu Bawaswa, finalnya BYPM,” ucapnya.
Ia mengatakan jika informasi yang beredar masih harus dipertanyakan kebenarannya.
“Media sosial dapat menimbulkan penggiringan opini,” ujarnya.
Ia mengaku gugatan dari pemohon mengalami cacat formil maupun materiil.
“Jika terjadi cacat formil dan materiil tidak bisa diterima karena maksimal pengajuan satu kali,” tegasnya.
Menurut Iqbal sengketa persyaratan IPK seharusnya masuk dalam ranah Bawaswa atau KPM.
“Itu langkahnya di proses dan kewenangan ada di Bawaswa ataupun KPM,” tutunya.
Seharusnya, sambung Iqbal, proses penyelesaian sengketa persyaratan IPK tersebut harus ditindaklanjuti oleh Bawaswa..
“BYPM murni mengurus pemilihan hasil suara mahasiswa,” tutupnya.
Reporter: Dwi Endang Setyorini
Editor: Moehammad Alfarizy