
Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi momok di dunia pendidikan. Terutama bagi mahasiswa dengan kemampuan ekonomi terbatas. UKT menjadi biaya wajib yang harus dibayarkan oleh mahasiswa guna menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
Penetapan besaran UKT di setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Perguruan Tinggi (SBOPT), yakni tarif UKT minimal terbagi menjadi kelompok.
Dua kelompok yang wajib ditetapkan oleh PTN yaitu UKT kelompok 1 dengan besaran Rp500.000 dan kelompok 2 dengan besaran Rp1.000.000. Namun kenyataannya, selain besaran UKT golongan 1 dan 2, banyak PTN yang mematok UKT hingga puluhan juta rupiah.
Biaya kuliah yang sangat tinggi menjadi pertimbangan bagi beberapa orang yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hal tersebut baru biaya kuliah saja, belum termasuk living cost atau biaya hidup selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tentu sangat berat bagi rakyat dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Padahal, kualifikasi lapangan kerja di zaman sekarang tak cukup hanya tamatan SMA. Hal ini menjadi gap dengan tuntutan menuju generasi emas 2045.
Pada tahun akademik 2024/2025 kenaikan UKT terjadi di sejumlah PTN. Salah satunya Universitas Jendral Soedirman (Unsoed) yang ramai menjadi perbincangan karena menaikkan UKT. Dilansir dari tempo.co, kenaikan UKT Unsoed tahun 2024 dinilai cukup signifikan dibanding tahun lalu dan dinilai menjebak orang tua mahasiswa yang lolos seleksi masuk Unsoed 2024.
Pada program studi keperawatan kelas internasional mengalami kenaikan UKT hampir 5 kali lipat dari 9 juta rupiah menjadi 52 juta rupiah.
Selain Unsoed, Universitas Negeri Semarang, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Malang, Insitut Teknologi Bandung, Universitas Riau dan Universitas Diponegoro juga sempat mengalami kenaikan UKT 2024. Hal ini tentu memicu mahasiswa berdemonstrasi menolak kenaikan UKT karena dianggap terlalu memberatkan.
Setelah aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa, beberapa PTN mengambil keputusan untuk batal menaikkan UKT. Meski demikian, mahasiswa tetap waspada dan terus mengawal pihak universitas untuk benar-benar membatalkan kenaikan UKT, bukan hanya menunda. Seperti halnya yang dilakukan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Verrel Uziel pada Jumat 31 Mei 2024. BEM UI meminta Rektor untuk benar-benar membatalkan kenaikan UKT.
Peningkatan biaya pendidikan dapat mempersulit akses terhadap pendidikan tinggi bagi kelompok-kelompok dengan kemampuan ekonomi terbatas, sehingga menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi. Namun di sisi lain, universitas merasa perlu menaikkan biaya kuliah untuk meningkatkan operasional dan mewujudkan kualitas pendidikan yang tinggi.
Namun, seharusnya perguruan tinggi bisa lebih bijak dalam menaikkan UKT. Kenaikan UKT harus dilakukan berdasarkan peraturan dan sesuai dengan porsi kemampuan finansial mahasiswa. Komersialisasi pendidikan sama saja dengan mematahkan mimpi anak bangsa. Mereka yang memiliki kemampuan ekonomi pas-pasan tentu berpikir dua kali untuk kuliah. Lalu pada akhirnya lebih memilih bekerja seadanya karena tak dapat mencapai gelar sarjana.
Pemerintah berperan penting dalam menjembatani mimpi anak bangsa sehingga UKT tak lagi menjadi momok di dunia pendidikan.
Penulis: Earnest SA
Editor: Muhammad Fathur Rohman