Perasaan tidak enak kepada orang lain sering kali menghantui kepala orang-orang Indonesia terkhusus wong jowo. Keadaan semacam ini didefinisikan oleh masyarakat Jawa dengan istilah pekewuh. Pekewuh memiliki arti sikap sungkan atau rasa segan terhadap orang yang lebih tua.
Mengutip laman Kemdikbud, ewuh pakewuh sebenarnya merupakan bentuk sikap kesopanan. Dalam tradisi Jawa, sikap ini merujuk pada budi pekerti dan nilai hidup yang diwariskan secara turun-temurun.
Perasaan pekewuh menjadi budaya yang masih banyak diterapkan masyarakat Jawa tulen. Namun, kebanyakan dari mereka seringkali menerapkan rasa pekewuh ini secara berlebihan hingga terkadang menyulitkan urusan mereka sendiri.
Misalnya, Ketika ada seseorang yang datang meminta bantuan, namun ternyata bantuan tersebut dirasa sangat menyulitkan karena perasaan pekewuh kita sulit menolak pertolongan dan akan “mengiyakan” permintaan bantuan tersebut.
Banyak hal yang dapat memicu, dimulai dari jarak usia hingga strata sosial. Ketika perantau Jawa kota Urban seperti kota Jakarta. Tentu saja, ia dihadapi dengan berbagai budaya kota yang sangat bertolak belakang dengan budaya yang ada dikampungnya.
Akibat dari perbedaan kultural antara budaya kota dengan desa yang dapat membuat seorang Jawa tulen tadi bingung harus mengambil sikap yang tepat seperti apa. Ia merasa kebingungan antara harus melestarikan budaya luhur yang sudah tertanam dalam jiwanya atau ia harus mulai beradaptasi dengan lingkungan modern di sekitarnya agar bisa terus bertahan hidup.
Individualisme vs Pekewuh
Zaman modernisasi yang lebih mengedepankan rasa individualisme, tentu saja budaya pekewuh bertolak belakang dengan nilai-nilai individualisme. Banyak orang yang terkadang merasa bingung untuk tetap melestarikan budaya ini atau memilih untuk menyesuaikan diri dengan zaman yang memiliki tuntutan untuk lebih menekankan rasa kejujuran dan keterbukaan secara langsung.
Dalam dunia kerja, rasa pekewuh juga dapat menjadi suatu penghambat kemajuan seseorang untuk kariernya di masa yang akan datang. Karena dalam tempat kerja modern yang lebih menitikberatkan pada produktivitas dan komunikasi yang jelas antara satu sama lain, jika perasaan pekewuh ini hadir di tengah-tengah kondisi profesionalitas kerja justru menyulitkan karyawan yang ingin pendapat, memberikan umpan balik, atau menolak permintaan.
Jika membicarakannya dari sudut pandang mentalitas, perasaan ini memiliki dua sisi positif dan negatif. Dari sisi positif, rasa pekewuh dapat mempererat hubungan antar sesama dan menjaga hubungan baik. Sedangkan dari sisi negatif, rasa pekewuh bisa menyebabkan seseorang terkena stress dan terkena tekanan mental apabila secara terus-menerus ingin menyenangkan orang lain.
Jadi seorang perantau asal Jawa tersebut sebaiknya menemukan keseimbangan yang baik antara menjaga nilai-nilai tradisional dan beradaptasi dengan tuntutan zaman modern. Karena hal itu adalah kunci untuk mempertahankan harmoni sosial dan kemajuan individu. Pelestarian budaya, adaptasi nilai-nilai, dan komunikasi yang sehat adalah langkah penting untuk menghadapi tantangan ini.
Dwi Khoiriyatun Nikmah