• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Advertorial
  • Kontak
Minggu, 13 Juli 2025
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Ekspektasi Berlebih terhadap Peran Anak Pertama

Anak pertama yang kerap dituntut sukses dan sempurna, ekspektasi dari orang-orang sekitar rentan membuat mereka terbebani secara fisik dan psikis

Saskia Rida Natasya by Saskia Rida Natasya
9 bulan ago
in Esai
0

Baca juga

Mencari Kebenaran dalam Bongkahan Mitologi

Pakaian Perempuan dan Kesenangan Laki-laki dalam Tren Stecu-Stecu

Gerakan New Left dan Perseteruannya dengan John Lennon

Anak pertama, Ekspektasi anak pertama, Tuntutan anak pertama, Peran anak pertama, Stereotip anak pertama, Tips Parenting
Ilustrasi keluarga dengan anak pertama (istockphoto.com)

Terlahir menjadi anak dalam sebuah keluarga bukanlah pilihan. Hakikatnya setiap anak merupakan anugerah dan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa. Salah satunya, kelahiran anak pertama yang kehadirannya banyak ditunggu oleh banyak orang. Namun, akankah euforia kehadiran anak pertama dalam sebuah keluarga akan turut membawa kebahagiaan juga pada anak tersebut?

Ada stereotip anak pertama yang kerap kita dengar hari ini yaitu anak pertama adalah contoh bagi adik-adiknya, tulang punggung keluarga, bahkan dituntut untuk menjadi sukses. Diksi ini selaras dengan teori empirisme dalam perkembangan sosial anak yang dipopulerkan oleh John Locke (1632-1704). Di mana sejatinya setiap manusia yang baru lahir diibaratkan sebagai kertas putih bersih yang akan tumbuh dan berkembang. Artinya, seorang anak sangat tergantung dan terpengaruh oleh lingkungan dari luar.

Ekspektasi tinggi dari orang-orang sekitar pada anak pertama membuat anak tersebut rentan mendapatkan beban kerja yang tidak proporsional atas anak tertua di rumah tangga miskin. Maksud dari tidak proporsional di sini adalah anak pertama menanggung beban lebih banyak dibandingkan saudara-saudaranya.

Beban yang ditanggung bisa berupa beban fisik dan psikis. Emosional yang kerap menciptakan ambisi untuk sukses dan memuaskan harapan orang tua, secara tidak disadari hal tersebut akan menjadi tekad setiap anak pertama. Tak jarang pencapaian dan kesuksesan anak pertama kerap dijadikan sebagai tolok ukur kesuksesan orang tua dalam mendidik anaknya.

Hal ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk anak pertama, terutama bagi anak Perempuan. Kondisi ini biasa disebut dengan istilah eldest daughter syndrome. Dilansir dari Cosmopolitan, istilah ini bukanlah kondisi psikologis atau label yang diakui secara resmi. Namun, lebih merujuk kepada anak perempuan tertua yang memikul beban mental untuk keluarganya, melakukan pekerjaan emosional dan tugas domestik untuk keluarganya, hingga menanggung ekspektasi keluarga sejak kecil.

Dinamika antara harapan orang tua dan kondisi anak perempuan pertama seolah menjadi perang batin tersendiri bagi sang anak. Namun, kondisi ini juga bisa terjadi pada anak laki-laki, tetapi anak perempuan pertama cenderung akan merasakan beban yang lebih besar karena adanya harapan sosial bahwa perempuan harus mengambil tanggung jawab ekstra dalam mengurus rumah tangga maupun mendidik anak. Dampak dari tekanan ini ialah ada jiwa seorang anak yang terluka karena minimnya rasa peduli orang tua terhadap anak pertama.

Peran krusial orang tua

Dalam mendidik anak pertama, orang tua juga masih banyak belajar menyesuaikan diri atau beradaptasi karena sebelumnya mereka tidak memiliki pengalaman mengasuh anak. Hal semacam ini sebenarnya bisa diatasi dengan menjalin kedekatan emosional antara anak pertama dan orang tua sebagai proses membentuk karakter, sifat, dan pola berpikir anak.

Tentu banyak sekali perbedaan parenting yang diterapkan pada anak oleh orang tua. Bukan antar orang tua saja, orang tua pada anak-anaknya juga terkadang akan mendidik dengan laku yang berbeda. Kita tidak bisa menjustifikasi secara langsung jika pola asuh pada anak kedua, ketiga, dan selanjutnya terlihat lebih baik dari pada saat mengasuh anak pertama.

Dalam agama Islam sendiri terdapat ayat Al-Qur’an yang menekankan pentingnya adil dalam memperlakukan anak-anak, tanpa membedakan berdasarkan jenis kelamin atau urutan kelahiran (QS. An-Nisa [4]: 11-12). Perbedaan dalam memperlakukan anak pertama dengan saudaranya yang lain akan membuat sang anak merasa dibedakan.

Pentingnya komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan perintah atau nasihat, tetapi juga sebagai sarana untuk mendengarkan dan memahami perasaan serta kebutuhan anak. Dengan komunikasi yang baik, orang tua dapat membangun hubungan yang lebih erat dengan sang anak sehingga anak merasa dihargai dan didengar. Hal ini bisa membantu mengurangi perasaan dibeda-bedakan di antara saudara kandung dan memastikan bahwa setiap anak merasa mendapatkan perhatian yang adil.

Konsistensi dalam cara mengasuh dan berekspektasi dalam batasan yang wajar akan membuat anak-anak lebih mudah memahami batasan dalam belajar dan bermimpi. Perlu kerja sama orang tua dalam menerapkan aturan pada anak yang sejalan sehingga anak akan merasa diperlakukan adil.

Sejatinya terlahir menjadi anak, baik anak sulung, tengah, maupun bungsu adalah kehendak yang tak bisa kita tolak. Menjalani hidup sebagaimana semestinya lebih penting ketimbang harus membanding-bandingkan satu sama lain. Sah-sah saja orang lain berekspektasi tinggi. Namun, bagaimana arah hidup ke depannya adalah pilihan setiap orang.

Saskia Rida Natasya

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: anak pertamaekspektasi anak pertamaperan anak pertamastereotip anak pertamatips parentingtuntutan anak pertama
Previous Post

Truk Angkut Kayu Kecelakaan, Akibatkan Macet Hingga Korban Luka-luka

Next Post

Paper Mob PBAK UIN Walisongo Tak Kunjung Rilis, Ketua DEMA: Belum Ada Kepastian

Saskia Rida Natasya

Saskia Rida Natasya

Related Posts

Mencari Kebenaran, Pengetahuan Mitologi, Filosofi Esoteris, Freemasonry, Konspirasi Freemasonry
Esai

Mencari Kebenaran dalam Bongkahan Mitologi

by Moehammad Alfarizy
18 Juni 2025
0

...

Read more
Tren Stecu, Dampak Tren Stecu, Fenomena Stecu, Praktik Budaya Digital, Stecu

Pakaian Perempuan dan Kesenangan Laki-laki dalam Tren Stecu-Stecu

8 Juni 2025
new left, gerakan new left, sejarah new left, gerakan penolakan perang vietnam, chicago 7, john lennon

Gerakan New Left dan Perseteruannya dengan John Lennon

13 Februari 2025
Ekonomi Hijau, Pengembangan Ekonomi Hijau, Manfaat ekonomi hijau, Ekonomi Hijau Indonesia, Green Economy

Raih Keseimbangan dengan Ekonomi Hijau

27 Januari 2025
Ilustrasi seseorang menemukan makna kehidupan (istockphoto.com)

Alegori Kehidupan yang Absurd

8 Januari 2025

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Prodi Baru UIN Walisongo, Prodi UIN Walisongo, UIN Walisongo, Prodi Baru, Pembukaan Prodi Baru

Berikut Beberapa Respons Mahasiswa terhadap Pembukaan 3 Prodi Baru UIN Walisongo

21 Juni 2025
UIN Walisongo, KKN MIT UIN Walisongo, KKN UIN Walisongo, KKN Reguler, KKN 2025

KKN MIT dan Reguler UIN Walisongo Tahun 2025 Resmi Dibuka, Mahasiswa Keluhkan Informasi Mendadak

14 Juni 2025
Penulisan Ulang Sejarah, Sejarah Indonesia, Motif Penulisan Sejarah, Kontroversi Penulisan Sejarah, Badrul Munir Chair

Dosen Hermeneutika UIN Walisongo Duga Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Sarat akan Kepentingan

14 Juni 2025
SEMA UIN Walisongo, DPRD Kota Semarang, Audiensi DPRD, Kota Semarang, Suharsono

SEMA UIN Walisongo Adakan Audiensi ke DPRD Kota Semarang, Bahas Kemiskinan hingga Hukum

6 Juli 2025
Load More

Trending News

  • PBAK UIN Walisongo, Perubahan Jadwal PBAK, Tanggal PBAK, DEMA UIN Walisongo, UIN Walisongo

    Sempat Berganti Tanggal, PBAK UIN Walisongo 2025 Dipastikan Terlaksana Pertengahan Agustus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketua SEMA UIN Walisongo Disebut Mengundurkan Diri dari Jabatannya, Kenapa?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Atribut Ini Wajib Dikenakan Saat Wisuda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini 11 Pondok Pesantren Dekat UIN Walisongo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berikut Beberapa Respons Mahasiswa terhadap Pembukaan 3 Prodi Baru UIN Walisongo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • The Night Comes for Us: Banjir Darah Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Amanat.id

Copyright © 2012-2026 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Advertorial
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Kontak

Ikuti Kami

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2026 Amanat.id

Send this to a friend