
Kasus sewa rahim (surrogate mother) banyak diperbincangakan publik akhir akhir ini. Praktik menyewa rahim adalah praktik di mana pasangan menggunakan rahim wanita lain untuk mengandung anak mereka, dengan akad, wanita yang digunakan rahimnya akan dibayar sesuai kesepakatan pasangan dengan si wanita pengandung.
Praktik sewa rahim sendiri banyak dilakukan oleh bangsa kulit putih seperti di Australia, Inggris, Kanada dan Prancis. Walaupun banyak negara yang melarang praktik sewa rahim karna masih bersifat kontoversi, akan tetapi ada juga negara yang melegalkan praktik ini seperti Portugal, Yunani dan Israel.
Di Indonesia sendiri, praktik sewa rahim dilarang sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan juga peraturan Mentri kesehatan Nomor 73 tahun 1992 tentang penyelenggaraan pelayanan teknologi Reproduksi Buatan.Tertera jelas dalam fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI), hanya mengeluarkan mengenai diperbolehkannya bayi tabung, bukan sewa Rahim.
Banyak alasan yang menyebabkan pasangan suami istri melakukan praktik sewa rahim. Pertama, karena rahim rusak yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi bawaan dari lahir. Kedua, dikarenakan gangguan hormone yang membuat wanita mengalami keguguran setiap kali mengandung. Usia pernikahan yang terlalu tua juga menjadi faktor sewa rahim karna menghindari resiko kehamilan yang tinggi.
Walaupun memberikan banyak keuntungan, praktik sewa rahim tentu berdampak juga pada anak hasil dari praktik tersebut. Terutama pada potensi kerentanan psikologi anak dan ibu pengganti. Orang tua akan kesulitan untuk menjelaskan pada anak dan anak pun akan sulit untuk menerima penjelasan dari orang tua mereka.
Pada suatu kasus, praktik sewa rahim tak jarang dilakukan pasangan homoseksual yang ingin memiliki anak selayaknya pasangan heteroseksual. Kasus ini terjadi pada pasangan Ricky Martin (Penyanyi hit “La Copa de la Vida) dan Jwan Yosef. Pasanga tersebut memiliki dua anak laki-laki hasil dari sewa rahim. Ketika si anak menanyakan di mana ibu yang mengandung mereka, Ricky hanya menjawab, bahwa ada wanita yang ia sayangi telah membantu mengandungnya.
Dampak lain dari praktik ini juga menyebabkan anak mengalami kerancuan garis genetika terlebih bagi pasangan homoseksual dengan donor anonim. Dampak praktik surogasi (sewa rahim) juga akan menimpa sang ibu pengganti. Peneliti Hoda Ahmari Tahran menyatakan bahwa surogasi merupakan praktik yang berisiko tinggi pada emosional si ibu pengganti. Si ibu akan merasa kehilangan dan terbawa perasaanya ketika anak harus diserahkan kepada menyewa jasa surogasi, hal ini ia simpulkan dari hasil penelitianya terhadap 24 ibu penerima jasa sewa rahim, karna seperti yang kita ketahui bahwa saat mengandung merupakan saat yang paling emosional dan menyenangkan bagi seorang ibu.
Hal ini terjadi pada seorang S.Sumathi penyedia jasa sewa rahim di India, Sumathi memutuskan untuk meyediakan jasa sewa rahim ketika ia terjerat hutang yang cukup banyak juga keharusan untuk membiayayai pendididkan anak anaknya. Ia tergiur dengan keuntungan yang didapatkan dari jasa sewa rahim, Sumathi mengaku tiga bulan pasca melahiraka ia kesulitan untuk tidur, ingatanya terus melayang layang ke bayi yang pernah ia lahirkan, hingga tak jarang Sumathi harus mengkomsumsi obat obatan untuk menenangkan diri.Bahkan Sumathi tak berhenti berharap bahwa sang anak hidup bahagia walaupun ia sendiri tak pernah melihat seperti apa anak yang ia lahirkan.
Selain dampak yang di jelaskan diatas, praktek surogasi akan membuat anak kehilangan kasih sayang seorang ibu, terlebih pada anak hasil surogasi dari pasangan homoseksual. Maka dari itu pasangan harus benar benar memikirkan dampak jangka panjang yang akan menimpa sang anak disamping memikirkan keuntungan yang didapat oleh pasangan.
Sebetulnya ada alternative lain yang bisa ditempuh oleh pasangan selain praktik sewa rahim. Menurut Dr.Jimmy Panji W,SpOG pasangan bisa memilih transplantasi rahim atau pendonoran rahim. Hal itu lebih aman dan menimbulkan sedikit resiko yang harus dihadapi oleh pasangan atau pun anak dari hasil alternatif tersebut.
Maka dari itu, masih banyak cara agar pasangan suami istri memiliki keturunan walaupun dengan cara yang memakan proses lama karna dijalankan secara medis, namun setidaknya anak yang terlahir tidak akan mengalami gangguan psikologi yang dapat mengganggu tumbuh kembang si anak dan yang terpenting ialah hubungan antara ibu dan anak tidak akan terbatasi hanya karena lahir dari rahim yang berbeda.
Penulis: Faiq Yamamah