• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Advertorial
  • Kontak
Selasa, 17 Juni 2025
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

William Shakespeare dan Hakikat Kehidupan Sebagai Panggung Sandiwara

Seringkali kebenaran terkait kehidupan dianggap sebagai sebuah panggung sandiwara itu memang terjadi. Di mana kita manusia berposisi sebagai aktor, bagi kehidupan kita sendiri.

Zulfiyana Dwi by Zulfiyana Dwi
5 tahun ago
in Esai
0

Baca juga

Pakaian Perempuan dan Kesenangan Laki-laki dalam Tren Stecu-Stecu

Gerakan New Left dan Perseteruannya dengan John Lennon

Raih Keseimbangan dengan Ekonomi Hijau

Sumber ilustrasi: benfren.com

Tak bisa dipungkiri dalam kehidupan kita sering terjebak dalam simbol-simbol kehidupan. Seperti susah-senang, sehat-sakit, miskin-kaya, kuat-lemah dan simbol-simbol lainnya.

Bahkan terkadang kita hanya terlena dengan simbol kata, definisi yang kita percayai. Misal orang yang memiliki fisik yang utuh dan semuanya berfungsi dianggap lebih sempurna dengan kelebihannya. Begitu sebaliknya mereka yang dalam hal fisik kurang, dianggap kurang sempurna.

Seperti pernah suatu ketika saya menyaksikan di salah satu stasiun televisi, seorang penyandang disabilitas mahir dalam memainkan gitar. Meskipun pada kedua tangannya tidak memiliki jari.

Sungguh nalar saya terlumpuhkan oleh aksi tersebut. Sebab, orang yang dikaruniai fisik yang lengkap dan berfungsi, banyak yang tidak bisa memainkan gitar.

Sepenggal kisah saya tersebut kiranya dapat diambil sebagai sebuah gambaran dan pelajaran bahwa memang kita sedang hidup dalam panggung sandiwara. Dalam konteks kemampuan tersebut, saya terjebak pada simbol indikator yang salah. Bahwa meskipun dalam keadaan kekurangan pun seseorang bisa berbuat lebih dari yang dianggap sempurna.

Hal itu merupakan salah satu contoh kecil, simbol kehidupan yang ada telah mengelabuhi kita.

Seolah kebenaran terkait kehidupan dianggap sebagai sebuah panggung sandiwara itu memang terjadi. Di mana kita manusia berposisi sebagai aktor, bagi kehidupan kita sendiri. Maka tak lebih untuk menjadi aktor, meskipun dikaruniai fisik yang kurang pun kita tetap bisa mengalahkan aktor lain yang memiliki kondisi lengkap dan berfungsi. Hanya tergantung bagaimana dan sejauh mana kita berusaha untuk menjadi aktor terbaik.

Sebelumnya istilah kehidupan sebagai panggung sandiwara kiranya telah dikenalkan oleh William Shakespeare melalui naskah dramanya yang berjudul As You Like It. Dalam naskahnya ia mengumpamakan dunia sebagai sebuah panggung sandiwara dan kehidupan manusia seperti sebuah sandiwara.

Di dalam naskah tersebut pun juga diterangkan bahwa terdapat tujuh tingkatan usia manusia, yaitu: bayi, anak sekolah, pecinta, prajurit, keadilan, pantaloon, dan masa kanak-kanak kedua, “tanpa gigi, tanpa mata, tanpa rasa, tanpa semuanya”. Dijelaskan bahwa sejak manusia lahir, manusia telah memasuki dunia teater dan terus berakting sesuai usia mereka hingga usia tua mereka ketika episode yang terakhir dimainkan.

Tentu benar seperti yang sering kita dengar bahwa hidup adalah panggung sandiwara. Meski garis besar alur cerita dan konsekuensi setiap peran telah ditentukan, namun tidak menutup kemungkinan sang aktor mampu bersikap diluar skenario.

Sering kali seseorang merasa tidak puas dengan alur ceritanya, sehingga memaksakan diri untuk bertindak di luar jalurnya. Seolah menolak fakta bahwa hidup memang begini adanya.

Dari sini kita dapat belajar bahwa hidup ini tidak sepenuhnya tentang kebenaran. Banyak manusia bersikap palsu untuk menghadapi persoalan dalam drama hidup. Karena setiap orang memiliki sisi lain di dalam dirinya. Dan menjadi aktor terbaik atas dirinya pula.

Penulis: Zulfiyana Dwi H

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: kehidupansandiwara kehidupansimbol kehidupanwilliam shakespeare
Previous Post

[Indepth] Dari Lembah Terorisme ke “Misi” Suci Deradikalisasi

Next Post

Mengapa Orang Begitu Bodoh setelah Mengenal Cinta?

Zulfiyana Dwi

Zulfiyana Dwi

Related Posts

Tren Stecu, Dampak Tren Stecu, Fenomena Stecu, Praktik Budaya Digital, Stecu
Esai

Pakaian Perempuan dan Kesenangan Laki-laki dalam Tren Stecu-Stecu

by Ahmad Kholilurrokhman
8 Juni 2025
0

...

Read more
new left, gerakan new left, sejarah new left, gerakan penolakan perang vietnam, chicago 7, john lennon

Gerakan New Left dan Perseteruannya dengan John Lennon

13 Februari 2025
Ekonomi Hijau, Pengembangan Ekonomi Hijau, Manfaat ekonomi hijau, Ekonomi Hijau Indonesia, Green Economy

Raih Keseimbangan dengan Ekonomi Hijau

27 Januari 2025
Ilustrasi seseorang menemukan makna kehidupan (istockphoto.com)

Alegori Kehidupan yang Absurd

8 Januari 2025
Lagu Hidup, Esai lagu hidup, Bagus Dwi Danto, Makna lagu hidup, Esai Lagu

Nyala Perlawanan dalam “Lagu Hidup”

12 Desember 2024

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
uin walisongo, ppg uin walisongo pengukuhan ppg, pengukuhan guru profesional, ppg 2025

UIN Walisongo Resmi Kukuhkan 749 Guru PAI Profesional PPG 2025

30 Mei 2025
wisudawan terbaik febi, qonita nurun nima, febi uin walisongo, wisuda uin walisongo, uin walisongo, wisuda ke-96

Raih Wisudawan Terbaik FEBI, Qonita Nurun Pegang Prinsip Nilai Mata Kuliah Minimal B

25 Mei 2025
Beberapa orang terlihat sedang makan di Kantin Kampus 3 UIN Walisongo, Rabu (11/6/2025). (Amanat/Alfarizy).

Mahasiswa dan Penyewa Oultet Keluhkan Banyaknya Fasilitas Rusak di Kantin Kampus 3

12 Juni 2025
sps, sps awards, penghargaan sps, isma 2025, januar p ruswita

Dorong Karya Berkualitas, SPS Kembali Adakan Penghargaan Pers 2025

24 Mei 2025
Load More

Trending News

  • UIN Walisongo, Beasiswa UIN Walisongo, Bantuan Pendidikan, Beasiswa S1, Syarat Beasiswa

    UIN Walisongo Sediakan 9 Beasiswa dan Bantuan Pendidikan bagi Mahasiswa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketua FORMAKIP UIN Walisongo Pastikan Tidak Ada Pemotongan Biaya Living Cost

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Atribut Ini Wajib Dikenakan Saat Wisuda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Terinspirasi Pemikiran Socrates, Antarkan Iffah Raih Predikat Wisudawan Terbaik FUHUM

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Beredar Informasi Kembalinya Sistem Parkir Berbayar di UIN Walisongo, Kabag Umum: Masih Wacana

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • The Night Comes for Us: Banjir Darah Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Amanat.id

Copyright © 2012-2026 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Advertorial
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Kontak

Ikuti Kami

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2026 Amanat.id

Send this to a friend