• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Selasa, 24 Mei 2022
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Broken Home dan Stigma Negatif yang Tumbuh

Seperti yang diungkapkan oleh Psikolog, Kasandra Putranto bahwa stigma negatif yang diberikan oleh orang lain tentang anak broken home justru akan memicu mereka mengembangkan identitas atau perilaku seperti stigma yang melekat.

Nur Aeni Safira by Nur Aeni Safira
2 tahun ago
in Artikel
0
Ilustrasi broken home (Dokumen joss.co.id).

Keluarga menjadi salah satu hal yang paling berharga bagi seseorang. Di dalam keluarga pula, karakter anak pertama kali terbentuk. Namun, tidak semua keluarga dapat mempertahankan keharmonisannya dalam waktu lama. Ada keluarga yang baru berusia lima bulan dan hancur ditengah jalan. Ada pula yang sudah bertahun-tahun berkeluarga namun tetap saja hancur.

Begitulah dinamika keluarga. Lingkungan keluarga yang tidak harmonis dan mengalami perpecahan akan mengarah pada kondisi broken home. Hal tersebut menjadi berbahaya manakala ada seorang anak yang tumbuh dalam keadaan broken home.

Kondisi keluarga yang semacam itu tentu berdampak pada aspek psikologis kehidupan anak. Anak akan cenderung berubah menjadi pendiam dan bahkan memberontak. Secara tidak langsung pun, orang tua tidak menyadari bahwa, tindakan yang mereka lakukan bisa mengundang stigma negatif yang berkembang di masyarakat tentang anak broken home.

Misalnya saja ketika anak tersebut melakukan kenakalan di luar keluarga. Masyarakat akan melabeli anak, seolah setiap tindakan atau kenakalan yang anak lakukan dianggap wajar karena alasan broken home.

Seperti yang diungkapkan oleh Psikolog, Kasandra Putranto bahwa stigma negatif yang diberikan oleh orang lain tentang anak broken home justru akan memicu mereka mengembangkan identitas atau perilaku seperti stigma yang melekat

Baca juga

Kita yang Semakin Dibodohi Oleh Buku Motivasi

Malas Bekerja secara Tim, Mau sampai Kapan?

Terjerat Tali Gembala Media Sosial

Stigma negatif bisa saja membuat mereka membatasi diri dalam pergaulan sosial dan merasa menjadi beban. Bahkan, dalam beberapa kasus anak broken home menjadi lebih tertutup dan tak jarang juga yang terkena depresi. Seperti kasus bunuh diri yang terjadi pada remaja di daerah Tondano, Minahasa akibat perceraian kedua orang tuanya.

Akan tetapi, tidak semua hal yang berhubungan dengan broken home terlihat menyedihkan. Banyak yang dapat mereka pelajari dari kondisi yang dihadapi. Seperti menjadi lebih mandiri dan peka terhadap sekitar terutama perasaan orang lain.

Chatreen moko, salah satu penulis buku Broken Home (2013) yang membagikan pengalamannya sebagai anak broken home. Baginya, broken home tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk menghancurkan mimpi sendiri dan menghalangi dalam meraih cita-cita.

Dari apa yang mereka lalui, menjadi apa dan bagaimana menerimanya adalah cara mereka masing-masing. Orang luar hanya tahu apa yang terlihat di luar. Bukankah memberi label terhadap seseorang hanya karena keluarganya bukankah menyakiti orang lain?

Penulis: Nur Aeni Safira

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: anak korban perceraianbroken homePerceraian
Previous Post

Youtube VS Televisi, Siapa yang Akan Mati?

Next Post

Mahasiswa UIN Walisongo Lulus KKN Pengakuan Bareng Relawan Jepang dan Rusia

Nur Aeni Safira

Nur Aeni Safira

Related Posts

Kita yang Semakin Dibodohi Oleh Buku Motivasi
Artikel

Kita yang Semakin Dibodohi Oleh Buku Motivasi

by Rizki Nur Fadilah
26 April 2022
0

...

Read more

Malas Bekerja secara Tim, Mau sampai Kapan?

28 Maret 2022
Ilustrasi terjerat tali gembala media sosial.

Terjerat Tali Gembala Media Sosial

22 Maret 2022
Ilustrasi pertemanan landak, saling menyakiti meski bermaksud baik.

Terjebak Pertemanan Dilema Landak

11 Maret 2022
Ilustrasi "terserah" (source: energibangsa.id)

Lebih Bijak Menggunakan Kata “Terserah”

8 Maret 2022

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini

Terbaru! Inilah 40 Daftar Prodi dan Status Akreditasi UIN Walisongo 2022

12 Februari 2021

7 Atribut Ini Wajib Dikenakan Saat Wisuda

6 Maret 2018
Suasana Mahad Walisongo yang berada di kampus 2 UIN Walisongo  Semaran (Doc. Amanat)

Ini 11 Pondok Pesantren Dekat UIN Walisongo

12 Juli 2018

Ini Filosofi Toga yang Harus Wisudawan Tahu

6 Maret 2018
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2022 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2022 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend