Caligula merupakan seorang raja yang kontroversial dan aneh. Suatu waktu, Caligula memerintahkan pasukannya untuk perang melawan Poseidon di laut. Dewa saat itu hanya merupakan simbol kepercayaan bagi masyarakat Romawi.
Sebagian sejarawan menilai ia adalah orang yang aneh. Bagaimana tidak, setelah kepergiannya yang cukup lama, ia memerintahkan pengawal istana untuk mencabut hak warisan bagi orang-orang kaya dan menyumbangkan harta mereka kepada negara. Caligula akan menciptakan tragedi kemiskinan di seluruh Negeri Romawi.
Salah satu cerita yang ditulis oleh Albert Camus. Caligula merupakan seorang raja pada zaman Romawi kuno, sebagai seorang raja, Caligula sempat menghilang dan kembali setelah tiga hari tanpa kabar. Orang-orang di istana menganggap, hal itu disebabkan oleh percintaannya yang kandas. Saat kembali ke istana, Caligula terlihat berantakan dengan pakaian yang dipenuhi lumpur.
Kemudian muncullah sebuah kalimat penuh arti darinya kepada pengawal kerajaan. “Menurutmu, apakah aku dapat menggapai rembulan?”, Caligula mengartikan rembulan sebagai bentuk kebahagiaan hidup. Sementara itu, selama ini orang-orang terlanjur menganggap dirinya aneh, seperti seorang pengidap skizofrenia.
Caligula sangat terobsesi dengan kematian. Pada suatu waktu, Caligula mendatangkan 12 penyair datang ke istananya, kemudian meminta mereka untuk membacakan puisi tentang kematian. Absurditas Caligula begitu sangat mendambakan kematian. Kegilaan Caligula semakin menjadi-jadi ketika dirinya menyatakan untuk memberontak kepada Dewa.
Albert Camus berhasil memberikan konsep absurditas hidup melalui penggambaran Caligula yang senantiasa pesimis pada kehidupan. Puncak dari segala kekacauan hidup yang digambarkan, terutama saat Caligula rela untuk membunuh istri nya sendiri. Orang-orang istana kemudian berkonspirasi untuk menggulingkan dan membunuh Caligula yang otoriter. Namun, Caligula tak pernah memperdulikan masalah tersebut. Ia memahami bahwa kekuasaan tak dapat memberikan kebahagiaan.
Caligula betul-betul memahami momen eksistensial bagi dirinya, ketika para konspirator memasuki kamarnya dan menerjangnya menggunakan belati yang menusuk pelipisnya. Darah mengucur deras, tetapi Caligula justru tertawa terbahak-bahak dan mengatakan,
“Kau tak akan pernah bisa membunuhku. Aku akan terus hidup”.
Eksistensialisme yang digambarkan dalam pribadi Caligula oleh Camus lebih bersifat absurd tentang keinginan, kehendak, dan kenyataan yang sedang terjadi saling bertentangan. Sudut pandang Caligula terhadap kehidupan begitu menggambarkan kesengsaraan dan keputusasaannya terhadap kehidupan.
Penulis: Muhammad Alfarizy
Editor: Kiki Yulia