Sempat viral di dunia maya ketika Dewi Sandra menjadi korban salah sasaran netizen yang mengira bahwa ia adalah istri Harvey Moeis, Sandra Dewi. Nama Harvey Moeis menjadi perbincangan publik lantaran terungkapnya kasus dugaan korupsi izin tambang yang merugikan negara mencapai Rp 271 triliun.
Akun Instagram Dewi Sandra banyak diserbu warganet dengan komentar-komentar negatif dari warganet, seperti “turut sedih dengarnya padahal figur keluarga impian anak muda” atau “suaminya baru jadi tersangka korupsi”, sehingga ia menutup kolom komentar akun miliknya tersebut.
Terlepas dari kontroversi tersebut, kesalahan netizen dalam bertindak bukan hanya sekali dua kali dilakukan. Hasil riset yang dilakukan Microsoft menyatakan bahwa netizen Indonesia cenderung akan sangat totalitas dalam meluapkan emosi di media sosial terkait permasalahan atau pemberitaan viral, hoax, ujaran kebencian maupun kasus kekerasan sehingga tak heran jika Indonesia dinobatkan sebagai negara dengan pengguna internet paling tidak sopan se-ASEAN.
Dikutip dari Kompas.com, karakteristik masyarakat Indonesia sebenarnya tidak mudah berdemokrasi secara sehat. Mereka lebih cenderung memaksakan pendapat pada seseorang atau kelompok yang berseberangan. Ditambah lagi masyarakat yang cenderung berpihak pada lingkungannya, tanpa meninjau ulang fakta yang terjadi. Hal inilah yang menjadi sebab utama masyarakat Indonesia mudah termakan berita bohong di media sosial.
Ada berbagai hal yang memengaruhi tindakan negatif netizen Indonesia. Menurut pakar psikologi, Nira Wulansari, hal itu dikarenakan faktor budaya dan pendidikan masyarakat Indonesia. Kebanyakan masyarakat Indonesia berperilaku tidak sopan di dunia maya. Mereka cenderung merasa bebas mengungkapkan ekspresi tanpa terikat sopan santun dan tata krama yang berlaku. Berbeda dengan zaman dahulu, yang mengedepankan sopan santun serta menggunakan bahasa yang baik sesuai tata krama yang ada.
Selain itu, banyak dari netizen Indonesia yang masih belum memiliki pemahaman tentang bersosial media yang baik dan benar. Salah satu contohnya, ketika berkomentar di media sosial, kita hanya mengetikkan kata tanpa menyuratkan emosi dari apa yang kita tulis. Sehingga hal ini kerap kali menimbulkan misunderstanding bagi orang lain. Kemudian penggunaan akun palsu yang menyebabkan si pengguna merasa bebas mengomentari seseorang, tanpa takut identitas aslinya terungkap.
Maka dari itu untuk menghindari permasalahan tersebut, perlunya netizen dunia maya memiliki kesadaran dalam bermedia sosial. Walaupun di media sosial bebas mengekspresikan sesuatu, kita harus tetap bijak dalam penggunaannya. Budayakan saling menghargai pendapat di media sosial dan hindari penggunaan bahasa kasar atau menghina orang lain, agar tidak menimbulkan kebencian.
Penulis: Azkiya Salsa Afiana
Editor: Revina A.