• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Kamis, 30 November 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Terjerat Tali Gembala Media Sosial

Hari ini, dunia maya—terlebih—media sosial telah menggantikan peran dunia nyata sebagai dunia realita.

Rizkyana Maghfiroh by Rizkyana Maghfiroh
2 tahun ago
in Artikel
0

 

Ilustrasi terjerat tali gembala media sosial.
Ilustrasi terjerat media sosial. (Amanat/Ridho)

Sejauh mana Anda mampu menahan jari-jemari Anda untuk menolak godaan melihat beranda Facebook dan Instagram di waktu kerja? Atau Anda justru merasa selalu gelisah saat tak bisa mengecek ponsel Anda akibat kehabisan baterai dan kehilangan sinyal?

Dua keadaan itu, menggambarkan secara jelas bahwa kita telah menjadi ‘penyembah’ media sosial. Bahkan, saat sakit pun, kita masih terlalu mencemaskan mereka. 

Kita masih terobsesi untuk melihat sejauh mana perkembangan media sosial pasca sepeninggalan kita terbaring dalam kasur. Kita juga masih merindukan interaksi dan reaksi orang-orang di media sosial melihat kejadian demi kejadian viral dari dunia nyata. 

Hari ini, dunia maya—terlebih—media sosial telah menggantikan peran dunia nyata sebagai dunia realita. Kita telah banyak menginvestasikan—katakanlah—separuh hidup kita, untuk bermigrasi ke dunia tanpa batas makna ini. Sebuah dunia yang penuh akan simbol-simbol kepalsuan. 

Baca juga

Terjebaknya Generasi Milenial dalam Perangkap Sandwich Generation

Strawberry Parents: Pola Asuh Masyarakat Modern?

Mengenal Fenomena Social Loafing pada Mahasiswa

Orang-orang yang merasa bahagia saat bermain media sosial, akan merangsang jumlah produksi dopamin—hormon yang berkaitan dengan rasa senang. Jika hal ini terjadi secara berulang dan dalam jangka waktu lama, otak akan merespons aktivitas bermain media sosial sebagai kegiatan bermanfaat dan perlu diulangi. Orang-orang inilah yang nantinya menjadi pecandu media sosial.

Seorang terapis di Houston, Texas, Amerika Serikat, Nathan Driskell menyebut orang-orang yang memiliki kecanduan lebih di media sosial, sulit untuk dirawat dibandingkan kecanduan lain termasuk kecanduan alkohol dan narkoba. 

Selain itu, asisten profesor bidang Psikiatri di McGill University, Robert Whitley menuturkan bahwa media sosial dapat menyebabkan antisosial. Penggunanya akan merasa bahwa kehidupan maya lebih baik dan asyik daripada dunia nyata.

Bahkan, meskipun hanya mengikuti akun dan topik informatif sekalipun, media sosial tetap berbahaya, sebab mampu mengakibatkan information overload. Edmund (2000) menjelaskan information overload sebagai situasi ketika seseorang memperoleh banyak informasi sehingga informasi yang dimiliki tersebut tidak efektif untuk digunakan sebagai penunjang kebutuhan.

Kekaburan Diri

Ada pembahasan menarik tentang kekaburan diri sebagai legitimasi candu media sosial. Media sosial memang seperti candu, melenakan, dan seringkali mengaburkan kenyataan. Pada keadaan tertentu, seakan-akan kita memiliki hak untuk berbuat apa saja, kadang berbuat tidak adil, hingga menyebar hoaks.

Manusia semacam ini, menurut Elias Canetti, seorang filsuf Bulgaria korban kuasa totaliter Nazi, sebagai Sang Survivor. Sebuah julukan yang layak disematkan kepada orang yang tak mampu menentukan diri dan menjadi objek belaka bagi suatu subjek. 

Bahkan, Henry Manampiring, dalam bukunya yang berjudul Filosofi Teras menjelaskan bahwa pecandu media sosial relatif berpikir irasional.

Media sosial tidak memberikan gambaran realitas hidup yang seimbang, tetapi cenderung ke yang positif saja. Ini membuat kita mengira standar hidup yang “normal” harus selalu indah, sempurna, harmonis, dan ketika harus berhadapan dengan kenyataan yang tidak enak sedikit, bagi kita ini sudah menjadi masalah besar. 

Orang-orang yang terjebak di dalam media sosial, kemudian mengubah mesin-mesin pencitraan itu menjadi sebuah generator berjalan. Dalam kajian pemikiran barat, mereka tak ubahnya seperti flamingo, atau dalam bahasa yang lebih populer sebagai barisan bebek yang digiring sesuai arah penggembalanya. 

Terlihat mengenaskan jika kita hidup hanya untuk membebek pada media sosial, atau pada akun-akun aneh, pada youtuber paling ‘sultan’, atau pada sebagian akun centang biru yang kadang merasa maha benar itu.

 

Penulis: Rizkyana Maghfiroh

  • 1share
  • 0
  • 1
  • 0
  • 0
Tags: Artikel medsosmedia sosialmedsos
Previous Post

Sempat Ingin Pulang, Himma Dapatkan Doorprize Sepeda dalam Jalan Sehat

Next Post

Menangkan Kejurda, Ulil akan Wakili UIN Walisongo ke Tingkat Nasional

Rizkyana Maghfiroh

Rizkyana Maghfiroh

Related Posts

Sandwich Generation, Artikel Sandwich Generation, SKM Amanat
Artikel

Terjebaknya Generasi Milenial dalam Perangkap Sandwich Generation

by Lawinda Rahmawati
7 September 2023
0

...

Read more
Masyarakat Modern, Strawberry Parents

Strawberry Parents: Pola Asuh Masyarakat Modern?

14 Juni 2023
Mahasiswa, Social loafing

Mengenal Fenomena Social Loafing pada Mahasiswa

16 Mei 2023
Kekerasan Seksual

Kenali Faktor Kerentanan Penyebab Kekerasan Seksual

15 Mei 2023
Internalized Misogyny

Seksisme “Internalized Misogyny”; Perempuan Wajib Tahu!

1 Mei 2023

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Habib Syafi'i bin Idrus Alaydrus, Majelis Dzikir Hubbun Nabi, FEBI dan PBAS Berselawat, UIN Walisongo

Majelis Dzikir Hubbun Nabi dan Peserta Apresiasi Meriahnya “FEBI dan PBAS Berselawat”

3 November 2023
Mar'atus Sholiha, Wisudawan terbaik FEBI, UIN Walisongo

Skripsi Sempat Ditolak Dosen, Rara Raih Wisudawan Terbaik FEBI

8 November 2023
Fakhriatul Azizah, Wisudawan Terbaik FUHum, UIN Walisongo

Bakti kepada Orang Tua, Motivasi Fakhriatul Azizah Raih Wisudawan Terbaik FUHum

8 November 2023
SEMA FEBI UIN Walisongo, UIN Walisongo, LPJ Ormawa FEBI, Kritik SEMA FEBI UIN

Berbagai Kertas Kritik SEMA FEBI UIN Walisongo Tertempel di Gedung M

19 November 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend