• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Advertorial
  • Kontak
Jumat, 23 Mei 2025
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Maraknya Tren “Cancel Culture”; Seberapa Parahkah?

Dewasa ini, cancel culture lebih banyak ditujukan kepada public figure yang mengalami skandal untuk membuat karier mereka menurun.

Eva Salsabila Azzahra by Eva Salsabila Azzahra
3 tahun ago
in Opini, Artikel
0

Baca juga

Realitas Semu Emosi Pria

Multitasking: Dalang di Balik Kerusakan Otak

Student Loan, antara Harapan dan Jebakan

cancel culture
Ilustrasi Cancel Culture. (Pixabay)

Belakangan ini, beragam istilah baru seiring dengan perkembangan teknologi mulai mencuat ke permukaan. Salah satunya adalah cancel culture.

Istilah cancel culture merujuk pada sikap individu untuk berhenti memberikan dukungan pada perbuatan maupun karier seseorang. Budaya tersebut dilatarbelakangi adanya penyebaran aib atau keburukan yang pernah dilakukan oleh seseorang pada masa lalu ke media sosial agar diketahui oleh khalayak.

Menariknya, istilah cancel culture merupakan evolusi dari padanan ”boikot” yang lebih dulu dikenal masyarakat. Awal mula penggunaan istilah ini menyangkut kasus seorang pelaku pelecehan seksual Harvei Weinstein pada 2017 lalu, kemudian oleh khalayak disebarkan identitasnya sebagai bentuk sanksi sosial.

Melansir dari tirto.id, terminologi cancel culture berarti penolakan individu yang mengakibatkan pada pengucilan seseorang di ruang publik.

Singkatnya, cancel culture sebutan untuk budaya masyarakat dalam membuang citra baik seseorang di depan umum. Perilaku ini berujung pada rusaknya citra orang yang bersangkutan di mata publik. Terlebih, jika orang tersebut menjadi bagian dalam suatu instansi, nama baiknya akan tercoreng dan terancam tidak lagi dianggap oleh instansi tersebut.

Seperti yang terjadi di Twitter, kebebasan dalam mengutarakan pendapat justru berujung pada timbulnya perbedaan pandangan. Namun, perbedaan itulah yang tidak jarang menjadi sorotan sekelompok pengguna maya untuk melakukan aksi perundungan kepada orang yang berbeda karena dianggap “tidak sealiran”. Mereka kerap menggunakan akun anonim agar identitasnya tidak terungkap.

Cancel Culture dan Pelanggaran Privasi

Dewasa ini, cancel culture lebih banyak ditujukan kepada public figure yang mengalami skandal untuk membuat karier mereka menurun. Seperti kasus yang terjadi pada Johnny Depp mendapat perlakuan cancel culture akibat isu KDRT yang menyangkut dirinya terhadap istrinya, Amber Heard.

Lantas, membuat netizen ramai-ramai memboikot Depp agar tidak lagi mendapat kesempatan untuk tampil dalam acara televisi. Akan tetapi, kenyataan yang sebenarnya justru bahwa isu tersebut hanya tuduhan yang dilemparkan kepada Depp, hingga membuatnya merasa dirugikan.

Ini membuktikan bahwa tidak selamanya tren cancel culture menghadirkan kebaikan. Adakalanya kita perlu mengetahui dengan jelas isu yang bertebaran agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Meski demikian, tetap saja orang yang mengalami cancel culture akan merasa tertekan. Sebab ia merasa kehidupan pribadinya tidak lagi aman. Sikap warganet yang memiliki hobi mengulik kehidupan seseorang tentu akan sangat berefek pada korban. Di samping merupakan privasi, pun dirinya akan merasa terancam ketika bersosialisasi di ruang publik akibat perubahan citra buruknya oleh warganet.

Terlepas dari itu semua, seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa budaya pemboikotan sebagai upaya sanksi sosial kepada pelaku untuk menyadarkan atas perbuatan yang dilakukannya. Yang terpenting ialah akan lebih bijak apabila kita tidak asal mengikuti tren yang dilakukan warganet sebelum mengetahui secara jelas kebenaran dari suatu isu.

Penulis: Eva Salsabila A.

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: cancel culturemedia sosialopini
Previous Post

Bangun Karakter Jurnalistik, SKM Amanat Adakan Workshop 2022

Next Post

Saat Celetukan Ringan di Media Sosial Menjadi Perdebatan Panjang

Eva Salsabila Azzahra

Eva Salsabila Azzahra

Related Posts

Emosi Pria, Maskulinitas Pria, Budaya Patriarki, Standar Maskulinitas, Bias Gender
Artikel

Realitas Semu Emosi Pria

by Redaksi SKM Amanat
13 Mei 2025
0

...

Read more
Multitasking, Risiko Multitasking, Dampak Buruk Multitasking, Mahasiswa Multitasking, Pengaruh Multitasking

Multitasking: Dalang di Balik Kerusakan Otak

5 Mei 2025
Student Loan, Pinjaman Pendidikan, Pinjaman Pendidikan Mahasiswa, Biaya Kuliah Mahasiswa, KMI

Student Loan, antara Harapan dan Jebakan

29 April 2025
Gelar Pahlawan, Gelar Pahlawan Soeharto, Kontroversi Gelar Soeharto, Gelar Pahlawan Nasional, Soeharto

Layakkah Soeharto Jadi Pahlawan Nasional?

22 April 2025
Rumah Ibadah, Aturan Pendirian Rumah Ibadah, Intoleransi Agama, Fenomena Intoleransi di Indonesia, Pelanggaran Kebebasan Beragama

Rumah Ibadah adalah Milik Tuhan dan Hamba-Nya

3 April 2025

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
nur eliana rosyadah, seminar nasional career boost, seminar formakip, formakip uin walisongo, uin walisongo

Nur Eliana Rosyadah Uraikan Tips Sukses Berkarir di Dunia Kerja

21 Mei 2025
hmj kpi, talkshow kepenulisan, tips menulis, agus mulyadi, kpi uin walisongo, uin walisongo

HMJ KPI Hadirkan Agus Mulyadi, Tekankan Pentingnya Menulis bagi Generasi Muda

8 Mei 2025
fakultas kedokteran, fakultas kedokteran uin walisongo, fk uin walisongo, launching fakultas baru, uin walisongo, fk

Fakultas Kedokteran UIN Walisongo Resmi Launching, Bawa Misi Keislaman

24 April 2025
Gemuruh Kerinduan, Puisi Kerinduan, Puisi Soeket Teki, Kampoeng Sastra Soeket Teki, SKM Amanat, Puisi SKM Amanat

Gemuruh Kerinduan

4 Mei 2025
Load More

Trending News

  • Aksi Diam, Aksi Diam UIN Walisongo, Perpustakaan UIN Walisongo, Aksi Diam Perpustakaan, Perkuliahan Hybrid UIN Walisongo

    Beberapa Mahasiswa UIN Walisongo Gelar Aksi Diam Tuntut Kembalikan Jam Normal Perpustakaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketua FORMAKIP UIN Walisongo Pastikan Tidak Ada Pemotongan Biaya Living Cost

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Atribut Ini Wajib Dikenakan Saat Wisuda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Filosofi Toga yang Harus Wisudawan Tahu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • The Night Comes for Us: Banjir Darah Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca dan Menelaah Falsafah Mandor Klungsu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Amanat.id

Copyright © 2012-2026 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Advertorial
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Kontak

Ikuti Kami

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid SKM Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin SKM Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2026 Amanat.id

Send this to a friend