• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Senin, 25 September 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Pergeseran Makna Cancel Culture di Media Sosial

Nyataannya, proses cancel culture dianggap menutup ruang komunikasi bagi korban (orang yang melakukan kesalahan) untuk mengklarifikasi perbuatannya bahkan merampas kesempatan korban untuk belajar dari kesalahan.

Redaksi SKM Amanat by Redaksi SKM Amanat
10 bulan ago
in Artikel
0
cancel culture di media sosial
Ilustrasi cancel culture sebagai bentuk pengucilan sosial. (Pixabay)

Perkembangan teknologi yang pesat membuat media sosial mulai di akses oleh banyak orang di dunia. Tren-tren baru pun banyak bermunculan seperti fenomena cancel culture yang merupakan sebuah fenomena ketika seseorang diboikot atau tidak boleh tampil kembali di hadapan publik akibat suatu perkataan atau perbuatannya yang menyimpang dari norma sosial.

Lazimnya, cancel culture banyak dialami oleh figur publik karena perilakunya diamati oleh banyak orang. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat biasa pun bisa terkena cancel culture.

Misalnya, ketika seorang wanita memakai pakaian seksi di tempat terbuka, orang-orang akan berpandangan bahwa wanita tersebut bukanlah wanita baik. Hal ini membuat si wanita merasa dikucilkan dalam lingkungan tersebut. Fenomena ini sering terjadi di media sosial memiliki andil yang besar dalam popularitas suatu tren di madia sosial.

Perpanjangan dari Sanksi Sosial

Mengomentari fenomena tersebut, Profesor Sosiologi dan Kriminologi dari Universitas Villanova bernama Jill McCorkel mengatakan kepada The Post, bahwa fenomena cancel culture sebenarnya telah hadir sepanjang sejarah manusia.

Sejak dulu sebenarnya masyarakat telah menghukum orang karena perilaku di luar norma sosial yang dirasakan selama berabad-abad. Menurutnya, cancel culture ini hanyalah varian lain dari sanksi tersebut.

Baca juga

Terjebaknya Generasi Milenial dalam Perangkap Sandwich Generation

Strawberry Parents: Pola Asuh Masyarakat Modern?

Mengenal Fenomena Social Loafing pada Mahasiswa

Menurut Amelinda Pandu Kusumaningtyas, seorang Project Officer Department Research Center for Digital Society (CFDS) Universitas Gadjah Mada, fenomena cancel culture sebenarnya sudah muncul sejak 2014, tetapi baru akrab di telinga masyarakat Indonesia pada tahun 2019.

Mulanya, gerakan ini disampaikan orang kulit hitam dan bertujuan untuk menyuarakan diskriminasi yang mereka alami di tempat mereka kerja. Namun, berjalannya waktu cancel culture mulai mengarah pada hal yang lebih negatif.

Aksi cancel culture umum dilakukan secara masal melalui platform media sosial, seperti Twitter dan Instagram oleh pelaku yang berani menyuarakan opini paling kejam untuk menyerang korban.

Penyerangannya juga banyak dilakukan oleh akun anonim yang aksinya sudah dikoordinasi oleh salah satu oknum. Namun, aksi ini juga bisa berupa tindakan mengucilkan seseorang dari lingkungan sosial.

Efek yang ditimbulkan dari cancel culture sendiri bermacam-macam, mulai dari dikucilkan dalam lingkungan sosial, larangan untuk tampil di televisi, penarikan sejumlah iklan, dan pembatalan sejumlah kontrak kerja. Selain berdampak pada karier, cancel culture ternyata juga berdampak pada psikologis korban.

Korban cancel culture dapat mengalami depresi akibat respons buruk dari masyarakat, ujaran kebencian dan cacian pedas pun tak jarang dilontarkan, korbannya juga sering kali mendapatkan teror dari ulah tersebut. Persoalan penyerangan yang didapatkan ini bisa mengakibatkan korban cancel culture mengalami tekanan psikologis.

Selebgram ternama Rachel Venya bebebrapa waktu lalu pernah mengalami cancle culture. Para netizen berbondong-bondong menyerang akun Instagram pribadi Rachel akibat kasus pelanggaran aturan masa karantina covid-19.

Rachel kabur sebelum masa karantina usai sepulang dari Amerika, padahal sesuai peraturan dari pemerintah, semua masyarakat Indonesia yang pulang dari perjalanan ke luar negeri harus melakukan karantina. Tindakan Rachel dinilai menyalahi norma aturan yang ada.

Tindakan tersebut membuat netizen geram dan menuntut Rachel untuk melakukan pertanggungjawaban dan mendapat hukuman yang setimpal. Untuk meluapkan kekesalan, netizen beramai-ramai me-report Instagram Rachel Venya dan meminta sejumlah brand yang bekerja sama dengan Rachel untuk mencabut kontrak kerja sama.

Pergeseran Makna Cancel Culture

Praktik Cancel Culture awalnya bertujuan untuk memfalisitasi agar orang bebas mengutarakan pendapat lewat media sosial terhadap isu sosial secara terbuka. Praktik ini juga dilakukan agar korban sadar dan jera akibat perilaku menyimpang yang dilakukan.

Seiring berjalannya waktu, praktik cancel culture malah disalahgunakan pengguna media sosial. Alih-alih memberikan kritik yang membangun untuk si korban, praktik ini malah menjadi sebuah ruang toxic untuk merundung, mengucilkan, dan bahkan menjatuhkan harga diri seseorang.

Nyataannya, proses cancel culture dianggap menutup ruang komunikasi bagi korban (orang yang melakukan kesalahan) untuk mengklarifikasi perbuatannya bahkan merampas kesempatan korban untuk belajar dari kesalahan.

Hal ini seharusnya membuka mata semua unsur masyarakat termasuk public figure untuk berhati-hati dengan perkataan atau perbuatannya yang ia bagikan melalui media sosial.

Perbedaan makna cancel culture yang melekat pada masyarakat karena ketergantungan terhadap media sosial membuat fenomena ini sukar untuk dihilangkan secara permanen. Menyikapi setiap fenomena dengan kritis adalah salah satu tameng diri dalam melihat keabsahan informasi agar tidak mudah terbodohi oleh isu-isu yang tidak valid kebenarannya.

Penulis: Riska Ayu

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: cancel cultureFenomena sosialmedia sosial
Previous Post

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

Next Post

Pengumuman Seleksi Beasiswa PPA UIN Walisongo Resmi Diundur

Redaksi SKM Amanat

Redaksi SKM Amanat

Surat Kabar Mahasiswa UIN Walisongo Semarang. Untuk mahasiswa dengan penalaran dan takwa.

Related Posts

Sandwich Generation, Artikel Sandwich Generation, SKM Amanat
Artikel

Terjebaknya Generasi Milenial dalam Perangkap Sandwich Generation

by Lawinda Rahmawati
7 September 2023
0

...

Read more
Masyarakat Modern, Strawberry Parents

Strawberry Parents: Pola Asuh Masyarakat Modern?

14 Juni 2023
Mahasiswa, Social loafing

Mengenal Fenomena Social Loafing pada Mahasiswa

16 Mei 2023
Kekerasan Seksual

Kenali Faktor Kerentanan Penyebab Kekerasan Seksual

15 Mei 2023
Internalized Misogyny

Seksisme “Internalized Misogyny”; Perempuan Wajib Tahu!

1 Mei 2023

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Perpustakaan UIN Walisongo, Mahasiswa Disabilitas UIN Walisongo, UIN Walisongo

Fasilitas Perpustakaan bagi Mahasiswa Disabilitas UIN Walisongo Masih Belum Merata

14 September 2023
Santri Ma'had Al-Jami'ah, Ma'had Al-Jami'ah Walisongo

Alasan Beberapa Santri Ma’had Lebih Memilih Naik Taksi Online daripada Golf Car

12 September 2023
Gus Muh, Sejarah Koran Indonesia, SKM Amanat

Gus Muh Ceritakan Sejarah Koran Indonesia Zaman Dahulu

21 September 2023
Badariyah Fayumi, UIN Walisongo

Badriyah Fayumi Ibaratkan Gus Dur sebagai Buku yang Tidak Ada Tamatnya

30 Agustus 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend