• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Sabtu, 4 Februari 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Pergeseran Makna Cancel Culture di Media Sosial

Nyataannya, proses cancel culture dianggap menutup ruang komunikasi bagi korban (orang yang melakukan kesalahan) untuk mengklarifikasi perbuatannya bahkan merampas kesempatan korban untuk belajar dari kesalahan.

Redaksi SKM Amanat by Redaksi SKM Amanat
2 bulan ago
in Artikel
0
cancel culture di media sosial
Ilustrasi cancel culture sebagai bentuk pengucilan sosial. (Pixabay)

Perkembangan teknologi yang pesat membuat media sosial mulai di akses oleh banyak orang di dunia. Tren-tren baru pun banyak bermunculan seperti fenomena cancel culture yang merupakan sebuah fenomena ketika seseorang diboikot atau tidak boleh tampil kembali di hadapan publik akibat suatu perkataan atau perbuatannya yang menyimpang dari norma sosial.

Lazimnya, cancel culture banyak dialami oleh figur publik karena perilakunya diamati oleh banyak orang. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat biasa pun bisa terkena cancel culture.

Misalnya, ketika seorang wanita memakai pakaian seksi di tempat terbuka, orang-orang akan berpandangan bahwa wanita tersebut bukanlah wanita baik. Hal ini membuat si wanita merasa dikucilkan dalam lingkungan tersebut. Fenomena ini sering terjadi di media sosial memiliki andil yang besar dalam popularitas suatu tren di madia sosial.

Perpanjangan dari Sanksi Sosial

Mengomentari fenomena tersebut, Profesor Sosiologi dan Kriminologi dari Universitas Villanova bernama Jill McCorkel mengatakan kepada The Post, bahwa fenomena cancel culture sebenarnya telah hadir sepanjang sejarah manusia.

Sejak dulu sebenarnya masyarakat telah menghukum orang karena perilaku di luar norma sosial yang dirasakan selama berabad-abad. Menurutnya, cancel culture ini hanyalah varian lain dari sanksi tersebut.

Baca juga

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

Bahaya Flexing di Media Sosial

Saat Celetukan Ringan di Media Sosial Menjadi Perdebatan Panjang

Menurut Amelinda Pandu Kusumaningtyas, seorang Project Officer Department Research Center for Digital Society (CFDS) Universitas Gadjah Mada, fenomena cancel culture sebenarnya sudah muncul sejak 2014, tetapi baru akrab di telinga masyarakat Indonesia pada tahun 2019.

Mulanya, gerakan ini disampaikan orang kulit hitam dan bertujuan untuk menyuarakan diskriminasi yang mereka alami di tempat mereka kerja. Namun, berjalannya waktu cancel culture mulai mengarah pada hal yang lebih negatif.

Aksi cancel culture umum dilakukan secara masal melalui platform media sosial, seperti Twitter dan Instagram oleh pelaku yang berani menyuarakan opini paling kejam untuk menyerang korban.

Penyerangannya juga banyak dilakukan oleh akun anonim yang aksinya sudah dikoordinasi oleh salah satu oknum. Namun, aksi ini juga bisa berupa tindakan mengucilkan seseorang dari lingkungan sosial.

Efek yang ditimbulkan dari cancel culture sendiri bermacam-macam, mulai dari dikucilkan dalam lingkungan sosial, larangan untuk tampil di televisi, penarikan sejumlah iklan, dan pembatalan sejumlah kontrak kerja. Selain berdampak pada karier, cancel culture ternyata juga berdampak pada psikologis korban.

Korban cancel culture dapat mengalami depresi akibat respons buruk dari masyarakat, ujaran kebencian dan cacian pedas pun tak jarang dilontarkan, korbannya juga sering kali mendapatkan teror dari ulah tersebut. Persoalan penyerangan yang didapatkan ini bisa mengakibatkan korban cancel culture mengalami tekanan psikologis.

Selebgram ternama Rachel Venya bebebrapa waktu lalu pernah mengalami cancle culture. Para netizen berbondong-bondong menyerang akun Instagram pribadi Rachel akibat kasus pelanggaran aturan masa karantina covid-19.

Rachel kabur sebelum masa karantina usai sepulang dari Amerika, padahal sesuai peraturan dari pemerintah, semua masyarakat Indonesia yang pulang dari perjalanan ke luar negeri harus melakukan karantina. Tindakan Rachel dinilai menyalahi norma aturan yang ada.

Tindakan tersebut membuat netizen geram dan menuntut Rachel untuk melakukan pertanggungjawaban dan mendapat hukuman yang setimpal. Untuk meluapkan kekesalan, netizen beramai-ramai me-report Instagram Rachel Venya dan meminta sejumlah brand yang bekerja sama dengan Rachel untuk mencabut kontrak kerja sama.

Pergeseran Makna Cancel Culture

Praktik Cancel Culture awalnya bertujuan untuk memfalisitasi agar orang bebas mengutarakan pendapat lewat media sosial terhadap isu sosial secara terbuka. Praktik ini juga dilakukan agar korban sadar dan jera akibat perilaku menyimpang yang dilakukan.

Seiring berjalannya waktu, praktik cancel culture malah disalahgunakan pengguna media sosial. Alih-alih memberikan kritik yang membangun untuk si korban, praktik ini malah menjadi sebuah ruang toxic untuk merundung, mengucilkan, dan bahkan menjatuhkan harga diri seseorang.

Nyataannya, proses cancel culture dianggap menutup ruang komunikasi bagi korban (orang yang melakukan kesalahan) untuk mengklarifikasi perbuatannya bahkan merampas kesempatan korban untuk belajar dari kesalahan.

Hal ini seharusnya membuka mata semua unsur masyarakat termasuk public figure untuk berhati-hati dengan perkataan atau perbuatannya yang ia bagikan melalui media sosial.

Perbedaan makna cancel culture yang melekat pada masyarakat karena ketergantungan terhadap media sosial membuat fenomena ini sukar untuk dihilangkan secara permanen. Menyikapi setiap fenomena dengan kritis adalah salah satu tameng diri dalam melihat keabsahan informasi agar tidak mudah terbodohi oleh isu-isu yang tidak valid kebenarannya.

Penulis: Riska Ayu

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: cancel cultureFenomena sosialmedia sosial
Previous Post

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

Next Post

Pengumuman Seleksi Beasiswa PPA UIN Walisongo Resmi Diundur

Redaksi SKM Amanat

Redaksi SKM Amanat

Surat Kabar Mahasiswa UIN Walisongo Semarang. Untuk mahasiswa dengan penalaran dan takwa.

Related Posts

ngeri-ngeri sedap komunikasi anak dan orang tua
Sinema

Ngeri-Ngeri Sedap: Pentingnya Komunikasi dalam Keluarga

by Redaksi SKM Amanat
1 Desember 2022
0

...

Read more
flexing di media sosial

Bahaya Flexing di Media Sosial

13 November 2022
perdebatan di media sosial

Saat Celetukan Ringan di Media Sosial Menjadi Perdebatan Panjang

2 November 2022
cancel culture

Maraknya Tren “Cancel Culture”; Seberapa Parahkah?

31 Oktober 2022
kearifan lokal

Lenyapnya Identitas Kearifan Lokal dalam Arus Modernitas

25 Oktober 2022

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
pentingnya jurnalisme data

Jurnalisme Data dalam Bercerita

30 Januari 2023
FISIP UIN Walisongo

Keluarga Mahasiswa Korban Penipuan Berharap Dapat Bantuan Dari Kampus

5 Januari 2023
Ma’had Al Jami’ah Kampus 2, UIN Walisongo.

Ma’had Online UIN Walisongo Sebagai Syarat Kelulusan MK Bahasa Arab

19 Januari 2023
Pelantikan DEMA UIN Walisongo

Studium General DEMA UIN Walisongo, Aziz Hakim Bahas Implementasi Mahasiswa Aktivis

1 Februari 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend