
Sumpah Pemuda menjadi saksi dari semangat para pemuda Indonesia untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dalam mencapai kemerdekaan. Para pemuda dari sabang sampai merauke berkumpul bersama menyongsong satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air. Momen bersejarah ini sekaligus menjadi saksi lahirnya lagu kebangsaan, Indonesia Raya.
Pada Kongres Pemuda inilah, lagu Indonesia Raya dibawakan dan diperdengarkan ke khalayak untuk pertama kali. Namun, lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman tersebut dibawakan melalui instrumen biola saja.
Mulanya, Soegondo Djojopespito, pemimpin Kongres Pemuda II mengizinkan Supratman untuk membawakan lagu Indonesia Raya pada jam istirahat. Mengingat saat itu Indonesia sedang berada dalam ketegangan politik, muncul keraguan di hati Soegondo ketika membaca lirik Indonesia Raya secara teliti. Ia takut pemerintah akan memboikot acara kongres, menangkap peserta, hingga kemungkinan-kemungkinan buruk lainnya.
Saat itu, kongres berada dalam pengawasan aparat kolonial Hindia-Belanda, terutama yang berdinas di Dinas Intelijen Politik (PID). Hal inilah yang membuat lagu Indonesia Raya dibawakan melalui instrumen biola.
Ketika dibawakan, para peserta kongres terharu begitu mendengar gesekan biola yang mendayu. Mereka pun meminta agar lagu “Indonesia Raya” dinyanyikan. Lagi-lagi demi keamanan, lirik lagu tersebut mengalami sedikit perubahan. Semula “merdeka, merdeka” menjadi “mulia, mulia”.
Lagu Indonesia Raya pertama kali dilantunkan oleh Dolly Salim, putri dari Haji Agus Salim. Saat pembubaran panitia Kongres Pemuda II, lagu itu kembali dikumandangkan secara perdana menggunakan iringan suara.
Kongres Pemuda II memang menjadi sarana digaungkannya lagu Indonesia untuk pertama kalinya. Namun, berdasarkan buku Ensiklopedia Musik Jilid 1 (1992), lagu tersebut sudah direkam sebelum kongres digelar, tepatnya pada 1927. Saat itu, direkam dalam format instrumentalia. Judulnya pun bukan Indonesia Raya, melainkan Indonees, Indonees.
Seperti yang tertulis dalam Ensiklopedia itu, informasi ini ditemui di surat pembaca Kompas yang dikirim dari Hongkong di tahun 1971. Dari sumber yang berbeda, Ensiklopedia Musik menuliskan bahwa Indonesia Raya direkam oleh Yo Kim Tjan untuk pertama kalinya.
Lagu itu tidak mengalun dengan alat musik saja, ada suara Supratman dalam piringan hitam tersebut. Tertulis di Majalah Star Weekly, Yo Kim Tjan menyerahkan rekaman itu ke Djawatan Kebudajaan di tahun 1957.
Perubahan kata “Indonesia Raya” menjadi “Indonees, Indonees” itu ditetapkan oleh suatu sidang yang dipimpin Soekarno pada 8 September 1944. Hadir pula tokoh-tokoh lain, seperti Ki Hajar Dewantara, Achiar, Soedibjo, Darmawidjaja, Koesbini, Mohammad Yamin, M Mansjur, Sanusi Pane, Simandjuntak, Achmad Soebardjo, Mr. Oetojo, dan Mr Sastromoeljono.
Supratman tidak pernah lagi mendengar hasil gubahan tersebut karena telah wafat pada 17 Agustus 1938. Usianya sekitar 35 tahun saat itu. Supratman meninggal karena kesehatan yang terus memburuk setelah diinterogasi oleh Politieke Inlichtingen Dinst pada 7 Agustus 1938.
Sumpah Pemuda bukan hanya tentang perjuangan pemuda untuk mencapai persatuan. Melainkan, tersimpan cerita tentang lagu kebangsaan yang selalu digaungkan di seluruh penjuru nusantara.
Revina Annisa Fitri