Amanat.id- Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Musahadi menanggapi terkait menurunnya jumlah pendaftar mahasiswa baru Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo tahun 2024, Rabu (14/8/2024).
Ketika diwawancarai tim Amanat.id, Musahadi mengatakan bahwa penurunan pendaftar terjadi karena animo lulusan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA/Sederajat) menurun.
“Beberapa tahun terakhir itu animo lulusan SMA, SMK, MA untuk kuliah menurun,” ucapnya.
Lanjutnya, menurunnya jumlah pendaftar mahasiswa baru tidak hanya terjadi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), melainkan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Tidak hanya di PTKIN, tetapi di perguruan tinggi di Kemendikbudristek juga,” tambahnya.
Sambungnya, permasalahan Uang Kuliah Tunggal (UKT) juga memengaruhi jumlah pendaftar mahasiswa baru UIN Walisongo.
“Soal framing tentang UKT itu saya rasa juga patut untuk dicarikan solusinya. Jika dalam pandangan saya, dibandingkan dengan perguruan tinggi yang lain di bawah Kemendikbud itu relatif jauh di bawah,” ucapnya.
Ia juga menuturkan bahwa UIN Walisongo bahkan tidak memberikan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) bagi pendaftar jalur mandiri.
“Apalagi kita di Kementrian Agama tidak boleh ada SPI, untuk jalur mandiri juga tidak ada SPI, kalau sekarang namanya Iuran Pengembangan Institusi (IPI). Jadi, itu terhitung kompetitif dalam hal UKT,” ungkapnya.
Ia berpendapat, wajib ma’had juga menjadi salah faktor yang membuat turunnya jumlah pendaftar di UIN Walisongo.
“Dalam dua tahun terakhir, UIN Walisongo mempunyai program wajib ma’had. Mungkin saja, sosialisasinya ke calon-calon mahasiswa itu belum tuntas. Jadi ide dan gagasan di balik itu belum optimal tersampaikan,” tuturnya.
Sambungnya, padahal program tersebut menjadi program wajib pemerintah.
“Padahal program itu bersifat obligatory dari Kementerian Agama,” ucapnya.
Menurut Musahadi, akibat dari belum tuntasnya sosialisasi ma’had membuat banyak yang salah paham tentang program ma’had.
“Sosialisasi yang tidak optimal membuat tangkapnya salah parsial dan boleh jadi salah tangkap karena banyak yang tersosialisasi itu justru soal manajemennya, masalah dalam hal konsumsi, dan fasilitas,” katanya.
Musahadi menyadari bahwa program ma’had menjadi tantangan bagi UIN Walisongo.
“Jadi, tantangan UIN Walisongo adalah bagaimana menjelaskan atau mensosialisasikan pada publik,” jelasnya.
Meskipun demikian, program ma’had menurutnya memiliki banyak kelebihan.
“Bahwa di belakang gagasan ma’had ada ide-ide yang sangat strategis, sangat penting untuk mencetak generasi muda ke depan yang kompatibel dengan tantangan,” tuturnya.
Ia menyampaikan agar seluruh civitas akademika UIN Walisongo dapat mengikuti perkembangan zaman.
“Semua elemen universitas harus cerdas membaca tanda-tanda perubahan, mendefinisikan perubahan perilaku,” katanya.
Musahadi juga mengingatkan agar UIN Walisongo dapat melihat peluang dan keinginan masyarakat.
“Orientasi dari masyarakat itu harus dibaca dan kita berusaha untuk menjadi lebih relevan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat,” harapnya.
Reporter: Dwi Khoiriyatun
Editor: Gojali