
Amanat.id – Dengan aroma kental suasana pegunungan, sekumpulan mahasiswa UIN Walisongo yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Batang di Semarang (KMBS), melakukan Gerakan Pendidikan Desa (GPD) di destinasi wisata bukit Tronggolasi, Desa Kambangan, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang, Sabtu (9/2/2019).
Kegiatan ini merupakan bentuk perayaan setelah satu tahun yang lalu, sekumpulan mahasiswa bahu membahu bersama warga setempat mendirikan sebuah konsep destinasi wisata berbasis literasi di kawasan bukit Tronggolasi.
Dengan melibatkan sejumlah sekolah mulai dari PAUD hingga SMP, berbagai lomba pendidikan pun dikemas dalam balutan selimut kesederhanaan.
Dalam perayaannya, ketua KMBS Abdul Latif mengatakan, ini merupakan bentuk tindak lanjut kami terhadap masyarakat Desa Kambangan yang telah memberikan kepercayaan kepada KMBS.
Salah satu pengurus wisata, Bejo mendukung penuh apa yang dilakukan mahasiswa tersebut.
“Kami sangat menyambut baik kegiatan oleh teman-teman mahasiswa. Dengan ini, kami juga terbantu dalam hal perekonomian desa,” tuturnya.
Sesuai dengan konsepnya, wisata ini menawarkan fasilitas perpustakaan yang terletak di sebuah bangunan berlantai dua dari bambu yang berdiri kokoh di tengah hutan pinus Bukit Tronggolasi, Desa Kambangan, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang.
Dengan menempuh jarak 27 km ke arah selatan dari Alun-alun kota Batang, pengunjung akan tiba di objek wisata Tronggolasi hanya dalam waktu sekitar 43 menit.
Selain itu, tempat wisata yang baru saja memasuki usia satu tahun ini juga menawarkan perpaduan warna-warni khas pelangi antara tempat bermain anak-anak dengan obyek wisata yang menambah indah pemandangan khas perbukitan.
Sebuah jembatan penyeberangan yang terbuat dari bambu lengkap dengan atapnya, juga melintas di atas jalan alternatif yang menghubungkan kota Batang dengan kota Banjarnegara.
Sebuah bangunan musholla kecil lengkap dengan kamar mandi juga berdiri kokoh di atas perbukitan.
Lima ribu rupiah adalah harga yang cukup bersahabat dengan sajian wisata yang ditawarkan oleh bukit Tronggolasi yang menggandeng konsep literasi sebagai menu utamanya. Bukan hanya itu, dengan luas lahan sekitar tiga hektar, pengunjung bebas menjelajahi area wisata yang letaknya persis di tengah hutan pinus.
Sembari menunggu pengunjung datang, warung-warung kecil pun nampak setia berjejer di samping pintu masuk. Aneka jenis makanan dan minuman dapat pengunjung temui dalam gubug yang berukuran sekitar 5×5 meter tersebut.
Salah satu pengunjung asal Semarang Dwi Indah Astuti mengatakan, wisata ini sangat cocok untuk dijadikan destinasi. Selain murah, suasananya pun sangat sejuk.
“Di sini suasananya sejuk, nyaman dan tiket masuknya murah. Apalagi ditambah adanya perpustakaan membuat saya merasa betah,” ungkapnya.
Belum ada respon dari Pemerintah Daerah
Sangat disayangkan, ketika Bupati Batang dengan gencar mencanangkan program Desa Wisata di tahun 2019, pemerintah daerah justru seolah menutup sebagian mata mereka.
Itulah yang dialami oleh Bejo dan kawan-kawan. Mereka justru harus menerima kenyataan pilu. Hatinya tersayat. Objek wisata berbasis literasi yang ia bangun bersama masyarakat, belum mampu menyentuh hati pemerintah.
Bejo dan kawan-kawan justru harus menggunakan dana desa untuk menopang wisata yang waktu itu diresmikan oleh Kepala Perpusda Batang Rachmat Nur Fadhilah beserta perangkat Desa Kambangan, Ahad (11/02/2018).
Akibatnya, proses pembangunan dan pengelolaan wisata sedikit terhambat. Ada beberapa fasilitas yang belum dipenuhi. Jalan setapak yang seharusnya menjadi akses menuju wahana lain, justru masih berwarna coklat khas tanah.
Salah satu pengunjung, Dwi mengatakan masih ada beberapa akses jalan yang belum dibangun sehingga licin ketika dilalui.
“Sebenarnya tempat ini mengasikkan, namun jalannya masih licin apalagi pas waktu hujan jadi tambah licin,” keluhnya.
Akan tetapi, mereka (baca: pengelola wisata) berhasil menggandeng pihak Perhutani untuk membantu mengelola objek wisata tersebut.
“Sampai saat ini belum ada respon dari pemerintah kabupaten. Kami hanya bekerja sama dengan Perhutani,” terang Bejo.
Angin segar telah berhembus
Kurangnya perhatian dari pemerintah daerah membuat Bejo merasa kecewa. Ia merasa cemburu dengan objek wisata lain yang sudah mendapat tempat di hati pemerintah.
Bak gayung bersambut, beberapa hari lalu dirinya dipertemukan dengan anggota Dewan Kabupaten Batang.
Dalam pembicaraannya, Bejo mencurahkan kegelisahan yang selama ini ia dan kawan-kawannya alami. Ia sangat berharap pemerintah bisa memberikan bantuan kepada wisata yang saat ini dikelola oleh masyarakat Kambangan.
“Jalanan sekitar wisata supaya bisa diperlebar, mengingat jalur tersebut adalah jalan alternatif menuju Banjarnegara,” pintanya.
Pria yang akrab dengan jas kulit berwarna hitam tersebut juga sangat mendukung jika ada pihak yang bersedia diajak kerja sama memajukan wisata berbasis literasi ini.
Dalam akhir pembicaraan, ia menambahkan pihaknya masih terus membuka donasi berupa buku untuk meningkatkan kualitas literasi masyarakat.
“Kami akan selalu terbuka dan menerima berbagai buku selama buku tersebut tidak mengarah kepada unsur SARA,” pungkasnya.
Penulis: Agus Salim Irsyadullah