
Amanat.id- Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo mendesak rektorat untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), Kamis (15/5/2025).
Sebelumnya, desakan ini muncul sebagai respons atas penanganan dan pencegahan terhadap kasus kekerasan seksual di lingkungan UIN Walisongo yang dirasa masih minim dan kerap tidak tersentuh jalur hukum.
Ketua DEMA UIN Walisongo, Mu’tasim Billah menyebutkan konsolidasi digelar sebagai respon atas keresahan mahasiswa UIN Walisongo.
“Konsolidasi kemarin berangkat dari keresahan mahasiswa UIN tentang maraknya terjadi kekerasan seksual,” ujarnya saat diwawancarai, Jumat (16/5).
Ia mengatakan bahwa kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus seringkali belum tersentuh hukum.
“Pelecehan di dalam kampus yang notabene tidak ada yang sampai ke jalur hukum,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa DEMA UIN Walisongo mendesak rektor untuk segera membentuk Satgas PPKS dengan regulasi yang jelas.
“Kami mendesak kepada Pak Rektor untuk segera membuat regulasi soal Satgas PPKS melalui SK Rektor,” jelasnya.
Tasim mengingatkan bahwa regulasi dasar untuk pembentukan Satgas PPKS di lingkungan UIN Walisongo sudah cukup.
“Regulasi seperti PMA RI No. 73 Tahun 2022 dan SK Rektor UIN Walisongo itu sebenarnya sudah cukup kuat buat jadi dasar hukum pembentukan satgas,” ujarnya.
Menurutnya, keberadaan regulasi tersebut akan memudahkan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) dalam menangani kasus kekerasan seksual.
“Langkah ini akan menjadikan peran PSGA lebih tegas dan terarah dalam menangani kasus kekerasan seksual,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa pembentukan Satgas PPKS di UIN Walisongo menjadi kebutuhan yang mendesak.
“Pembentukan Satgas PPKS di lingkungan UIN Walisongo merupakan kebutuhan yang mendesak sekaligus kewajiban hukum, moral, dan institusional,” jelasnya.
Minimnya penanganan dan pencegahan, sambungnya, menjadi salah satu alasan Satgas PPKS harus segera dibentuk.
“Selama tiga tahun ke belakang dalam penanganan dan pencegahan TPKS di lingkup kampus masih terkesan minim. Dan perlu adanya formulasi baru untuk membantu tugas PSGA,” ucapnya.
Ia juga menegaskan bahwa kekerasan seksual di kampus menjadi cerminan adanya kegagalan sistem dan struktural.
“Kekerasan seksual di lingkungan kampus bukan sekadar persoalan individu, tetapi mencerminkan kegagalan struktural dalam menyediakan ruang yang aman dan adil bagi seluruh sivitas akademika,” lanjutnya.
Tasim mengkhawatirkan adanya pengabaian pada korban jika tidak ada penanganan formal terhadap kasus kekerasan seksual.
“Ketika kampus tidak memiliki mekanisme penanganan kekerasan seksual yang formal dan berpihak pada korban, maka yang terjadi adalah pengabaian terhadap rasa aman dan hak asasi manusia yang seharusnya dilindungi oleh institusi pendidikan,” paparnya.
Menanggapi hal tersebut Kepala PSGA UIN Walisongo, Titik Rahmawati menyatakan dukungannya terhadap pembentukan Satgas PPKS.
“Saya sangat mendukung jika teman-teman mahasiswa membentuk satgas. Sebelumnya juga sudah ada diskusi antara kami sebelum konsolidasi,” katanya.
Ia menambahkan saat ini pihaknya sedang memproses rencana pembentukan Satgas PPKS yang melibatkan unsur dosen, tenaga kependidikan, dan juga mahasiswa.
“Saat ini kami sedang memproses dan merencanakan pembentukan Satgas yang di dalamnya akan melibatkan dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa,” ungkapnya.
Ia menyebutkan PSGA sudah memiliki proses penanganan kasus kekerasan seksual, tetapi masih dalam ruang lingkup terpadu.
“Kami masih menggunakan nama lama, yaitu Unit Layanan Terpadu (UTL) karena SK Dirjen yang lama memang belum melibatkan mahasiswa,” ucapnya.
Ia berharap akan terus hadir layanan yang mengikutsertakan mahasiswa dalam setiap prosesnya.
“Ke depan saya berharap akan ada lebih banyak layanan yang berbasis mahasiswa selain Satgas yang dibentuk oleh kampus,” pungkasnya.
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Islam, Muhammad Dimas menilai pembentukan Satgas PPKS di UIN Walisongo merupakan terobosan untuk meningkatkan kepekaan terhadap isu kekerasan seksual.
“Pembentukan satgas PPKS di lingkungan kampus satu langkah terobosan baru untuk membentuk kampus menjadi lebih peka terhadap kekerasan khususnya seksual,” tuturnya.
Ia menambahkan langkah tersebut dapat menciptakan lingkungan kampus yang aman dan nyaman bagi seluruh civitas akademika UIN Walisongo.
“Langkah ini menjadikan kampus yang aman dan nyaman bagi seluruh sivitas akademika UIN Walisongo khususnya bisa menjadi tempat untuk meminimalisir kasus kekerasan seksual,” tambahnya.
Banyaknya kasus yang tidak terselesaikan, sambungnya, menjadi keprihatinan lebih terhadap korban.
“Selama ini, banyak kasus kekerasan seksual yang tidak tertangani dengan baik karena minimnya sistem perlindungan dan keberpihakan terhadap korban,” jelasnya.
Ia mengatakan Satgas PPKS dapat menjadi solusi dari kasus kekerasan seksual yang tidak terselesaikan di UIN Walisongo.
“Satgas PPKS bisa menjadi garda terdepan untuk merespons persoalan ini secara adil, cepat, dan manusiawi,” lanjutnya.
Ia menegaskan pembentukan Satgas PPKS adalah amanat regulasi nasional yang wajib dijalankan oleh kampus.
“Implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021: Satgas PPKS adalah amanat regulasi nasional. Kampus wajib mengimplementasikannya sebagai bagian dari komitmen terhadap perlindungan HAM di dunia Pendidikan,” tegasnya.
Reporter: Romaito
Editor: Gojali