
Gemercik gerimis terdengar di ujung gang, penuh sandiwara dan tawa debitur muda. Di sana aku menatap seorang pelacur. Ia cantik dengan mata lentik, tubuhnya menari di tengah jalan, serentak dengan alunan hujan, kulit putihnya tertutup selembar kain transparan yang tercium air hujan.
Ia bersenandung, “ada batu tuan, batu, ada batu menyerupai kedua dadaku, tegak berdiri di tengah kota, tanpa tangan, tanpa busana. Kakinya tertanam di bawah bata, wajahnya hancur tak berupa, puing-puingnya tergeletak, terserak!, terinjak-injak oleh serdadu yang tak punya mata.”
Kini ia meringkuk, berjongkok, memeluk erat kaki yang gemetar, bibir tipis itu mencium lutut yang mulai keriput kedinginan.
Bantul, Januari 2025
Ahmad Kholilurrokhman (Warga Kampoeng Sastra Soeket Teki)