Amanat.id- Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang kembali berhasil meraih peringkat 10 besar dalam daftar Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) terbaik di Indonesia yang dirilis versi UniRank pada (28/02), Sabtu (2/11/2024).
Dalam unggahan di akun Instagram resmi kampus, UIN Walisongo berhasil mendapatkan peringkat 8 PTKIN terbaik di Indonesia.
Berdasarkan data UniRank, peringkat UIN Walisongo mengalami pasang surut sejak 4 tahun ke belakang. Pada tahun 2021, UIN Walisongo menduduki peringkat 9, tahun 2022 peringkat 13, tahun 2023 peringkat 6, dan tahun ini menjadi peringkat 8 sebagai PTKIN terbaik di Indonesia.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Walisongo Akhmad Arif Junaidi, mengungkapkan rasa syukur atas pencapaian peringkat 8 PTKIN Terbaik di Indonesia.
“Suatu pencapaian yang harus disyukuri, termasuk dalam peringkat 8 PTKIN Terbaik di Indonesia,” ucapnya, Jumat (1/11).
Ia pun menerangkan bahwa peringkat seperti ini bisa naik atau turun dari tahun ke tahun.
“Ranking itu kadang naik, kadang turun, bisa jadi tahun depan ini kita naik, tahun depannya kita turun, data dinamis,” ungkapnya.
Menurutnya, karya tulis ilmiah menjadi alasan turunnya peringkat UIN Walisongo.
“Rangking itu terkait dengan karya ilmiah tulisan-tulisan dosen yang ter-indeks Scopus dan Science and Technology Index (SINTA), yang sudah ter-publish,” katanya.
Lanjutnya, ia membandingkan dengan universitas lain yang jumlah karya ilmiah dengan jumlah dosennya sudah seimbang.
“Dari sisi jumlah publikasi, yang sudah ter-upload di Scopus dan SINTA lebih tinggi, tetapi belum imbang. Perbandingannya dengan universitas lain yang jumlah jurnal dengan jumlah dosennya sudah imbang dalam perankingan,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa karya tulis ilmiah yang ter-publish oleh civitas akademik UIN Walisongo akan membantu mendongkrak nama kampus.
“Semakin banyak tulisan dari dosen atau mahasiswa dan atas nama UIN Walisongo, jurnal itu akan ter-record di sistem Scopus dan SINTA, kemudian menjadi basis dari peringkatan di perguruan tinggi,” jelasnya.
Arif juga menjelaskan solusi untuk meningkatkan peringkat UIN Walisongo di tahun depan dilakukan melalui penerbitan karya ilmiah.
“Menstimulasi dosen-dosen untuk memperbanyak karya ilmiah, menggenjotkan penelitian-penelitian yang ada dengan output tulisan yang publish di jurnal, dan melakukan klinik-klinik penulisan artikel setiap fakultas, seperti pelatihan-pelatihan agar tulisan tersebut bisa goal,” jelasnya.
Sambungnya, reward dan klinik tulisan akan diberikan sebagai solusi lain untuk mendongkrak peringkat UIN Walisongo.
“Kita akan coba melakukan afirmasi untuk reward yang tulisan telah ter-publish, kemudian lakukan klinik-klinik tulisan karya ilmiah di Yogyakarta atau di mana agar dosennya semangat,” tuturnya.
Beberapa mahasiswa menanggapi pencapian UIN Walisongo sebagai PTKIN terbaik peringkat 8 di Indonesia.
Salah satunya mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, Fat Maulana mengungkapkan masih banyak yang perlu dievaluasi dari internal kampus sendiri.
“Bisa dievaluasi dengan melihat kekurangan yang ada,” ujarnya, Minggu (3/11).
Lanjutnya, misal pada sistem ma’had dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terhitung masih tinggi.
“Benahi sistem ma’had dan UKT yang masih tinggi. Harus membayar ma’had dengan biaya fantastis itu sangat memberatkan mahasiswa,” tutupnya.
Begitupun dengan mahasiswa Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Dicki Suandi mengungkapkan bahwa penurunan peringkat UIN Walisongo diakibatkan karena belum fokusnya publish karya tulis ilmiah.
“Faktor utamanya publishing artikel dari dosen, karena dosen belum fokus ke penelitian,” terangnya.
Alih-alih peringkat, Dicki menerangkan bahwa yang paling terpenting menurutnya adalah pelayanan dan infrastruktur dari kampus sendiri.
“Bagi orang lain mungkin penting, tapi menurut saya pribadi yang paling penting adalah berbenah pelayanan ataupun dari segi infrastrukturnya,” ucapnya.
Turut menanggapi turunnya ranking UIN Walisongo, Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan (FITK), Auliya Syahda mengatakan hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya persaingan antar PTKIN yang semakin ketat.
“Beberapa faktor bisa saja mempengaruhi penurunan peringkat, seperti persaingan antar PTKIN yang semakin ketat,” ungkapnya.
Selain itu, sambung Auliya, kualitas publikasi dan minimnya jumlah kolaborator dapat memberikan dampak serupa.
“Kualitas publikasi ilmiah, serta jumlah kolaborasi internasional yang mungkin belum optimal dibandingkan dengan PTKIN lain,” tutupnya.
Reporter: Susi lusiyani
Editor: Gojali