22 Desember menjadi hari di mana sebagian besar dari masyarakat Indonesia merayakan kehadiran sosok ibu. Perayaan tersebut, biasa dikenal dengan sebutan Hari Ibu atau Mother’s Day.
Meskipun diperingati setiap tahunnya, di Indonesia tidak terdapat tanggal merah atau libur nasional untuk Hari Ibu.
Dari laman Tirto, pemilihan 22 Desember sebagai Hari Ibu berpatokan pada pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia I. Adapun, kongres tersebut dilaksanakan pada 22-25 Desember 1928.
Tanggal pertama Kongres Perempuan Indonesia I inilah yang kemudian menjadi patokan dalam memilih tanggal peringatan Hari Ibu. Pada akhirnya, Hari Ibu diresmikan oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden Republik Indonesia (RI) No. 316 Tahun 1953. Kongres yang dilaksanakan di Ndalem Joyodipuran Yogyakarta itu, diikuti tidak kurang dari 600 perempuan dari berbagai suku, agama, pekerjaan, dan usia.
Pada beberapa negara, Hari Ibu diperingati pada tanggal yang berbeda-beda dan dengan cara yang beragam pula sebagaimana dilansir dari laman theAsianparent. Di Amerika Serikat misalnya, Mother’s Day dirayakan setiap 9 Mei dengan memberi bunga dan kartu ucapan. Sementara, Australia memperingatinya setiap hari Minggu pada pekan kedua bulan Mei. Anak-anak akan memberikan bunga dan kartu ucapan kepada ibu, nenek, tante, atau perempuan yang pernah merawatnya.
Adapun, di Inggris peringatan dilakukan pada hari Minggu keempat sebelum paskah. Anak-anak biasanya memberikan bunga, kartu ucapan, dan hadiah kepada ibu kandung, ibu tiri, hingga ibu mertua.
Hukum merayakan Hari Ibu
Hingga saat ini, Hari Ibu masih menjadi momentum perayaan yang cukup spesial di negara Indonesia.
Namun, bolehkah seorang muslim turut merayakannya?
Ustaz Abdul Somad dilansir dari akun YouTube @aldy_aldochanel4472 memberikan tanggapannya mengenai boleh tidaknya mengucapkan Hari Ibu menurut Islam.
“Tradisi Jahiliyah yang semalam sudah mengucapkan Hari Ibu sholat sunat taubat hari ini. Itu tradisi orang kafir. Man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum. Ustaz tak ada ngucapkan Hari Ibu ke emak pak ustaz, tidak. Kenapa? Tiap hari saya bakti pada emak saya. Orang kafir tak begitu, emaknya dicaci maki, disumpah serapahnya, ditunjangnya, pas Hari Ibu itu barulah dibawakannya bunga, Mother’s Day. Nah esok disipaknya lagi. Orang kafir nih nggak bisa diikuti. Ini tradisi orang kafir…”
Jika merujuk pada penjelasan Ustaz Abdul Somad tersebut, maka hukum memperingati Hari Ibu haram bagi umat muslim karena menyerupai (tasyabbuh) dengan kaum kafir. Dalam artian, orang-orang kafir menghormati ibunya hanya pada momen-momen tertentu, Hari Ibu misalnya.
Lantas, bagaimana dengan seorang muslim yang selalu menghormati ibunya setiap saat, tetapi turut merayakan Hari Ibu? Apakah akan menjadi kafir hanya karena turut mengucapkan Hari Ibu?
Jika dilihat dari kualitasnya, hadis yang dikutip Ustaz Abdul Somad termasuk hadis dhoif, tetapi ada hadis lain yang menguatkan sehingga menjadi hadis hasan. Dikutip dari islamramah, secara makna hadis tersebut tidak dapat digeneralisasikan pada semua konteks. Tasyabbuh yang tidak dibenarkan adalah perihal akidah dan ibadah. Sementara, mengucapkan Hari Ibu tidak termasuk kedua kategori tersebut.
Bahkan, dalam suatu hadis Ibnu Abbas mengatakan bahwa, “Sesungguhnya Rasulullah SAW suka untuk menyamai Ahlul Kitab dalam hal yang tidak diperintahkan.” (HR. Bukhari).
Artinya, penekanan kata tasyabbuh tersebut adalah pada substansi yang ditiru sehingga selagi terdapat unsur kebaikan dan masih dalam koridor ajaran Islam, tidak akan menjadi masalah. Sehingga boleh saja bagi seorang muslim yang senantiasa menghormati ibunya untuk turut merayakan Hari Ibu.
Terlebih, dikutip dari NU Online, terdapat banyak redaksi mengenai keutamaan berbakti kepada orang tua, khususnya sosok ibu. Salah satunya adalah sebagai berikut:
أعْظَمُ النَّاسِ حَقّاً عَلَى الْمَرْأَةِ زَوْجُهَا وَأَعْظَمُ النَّاسِ حَقّاً عَلَى الرَّجُلِ أُمُّهُ
Artinya: “Orang yang paling agung haknya terhadap seorang perempuan adalah suaminya, sedangkan orang yang paling agung haknya terhadap seorang laki-laki adalah ibunya.” (HR Al-Hakim).
Walhasil, hukum merayakan Hari Ibu adalah diperbolehkan atau mubah sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan berbuat baik kepada kedua orang tua, khususnya ibu.
Muhammad Fathur Rohman