Semakin dewasa, kita mungkin sering merasa hidup ini melelahkan, tidak bermakna, hampa, dan sebagainya. Membuat kita kemudian bertanya, “Sudah benarkah hidup yang dijalani?”
Sebagai insan biasa, sesekali kita perlu mengambil jeda dan berusaha mensyukuri apa yang terjadi. Terkadang yang membuat hidup sulit dijalani adalah persepsi dari pikiran kita dan ekspektasi atas standar hidup yang ditetapkan.
Padahal, kita bisa memaknai hidup dengan sederhana. Sesederhana menikmati keindahan suasana di penghujung gulita, nuansa aroma petrikor setelah hujan, atau melakukan solo travelling jarak jauh.
Ini yang kemudian diharfiahkan oleh masa dengan istilah “Romantisasi hidup”. Mereka yang meromantisasi hal kecil sekalipun, cenderung lebih nyaman dan bahagia dalam menikmati kehidupan. Istilah ini mencuat ke permukaan pada Mei 2020, oleh seorang Pekerja Sosial Klinis atau Licensed Clinical Social Worker (LCSW) asal Los Angeles, Ashley Wards melalui videonya.
Tentang Tokoh Utama Kehidupan
Sebuah video logging di kanal YouTube milik Content Creator asal Utah menunjukkan aktivitasnya berjemur di pagi hari dan menyemprotkan parfum beraroma lemon di atas selimut berhias merah muda. Bukan apa, intensinya melakukan itu adalah menganggap dirinya seolah-olah tokoh utama dalam ceritanya.
Tidak peduli seberapa sederhana hari-hari yang dilalui, selagi membuat diri nyaman menjalaninya, hal tersebut bukanlah masalah. Poin pentingnya adalah kebahagiaan seperti apa yang ingin dicapai dan bagaimana tolok ukur untuk mencapainya.
Setiap dari kita adalah tokoh utama dalam lembaran halaman dari cerita yang dibuat. Bayangkan diri kita menjadi pemeran utama dan menyadari seutuhnya hal-hal yang dilakukan. Begitu kiranya yang dikatakan Ashley Wards.
Dengan menjadi tokoh utama, kita dapat menciptakan ruang terhadap siapa diri kita dan apa keotentikan yang terbentuk.
Kebahagiaan dari Hal Sederhana
Apa yang dikatakan Wards dan segala yang berkenaan dengan romantisasi hidup, bisa dikatakan mirip dengan “mindfulness”. Ada benang merah yang menghubungkan keduanya.
Romantisasi hidup memberikan pelajaran mengenai kehadiran diri secara utuh. Winnie Abramson dalam bukunya yang berjudul “One Simple Change” menerangkan bahwa kehadiran diri diperlukan dalam setiap situasi untuk dapat memaknai detail kecil dalam kehidupan. Kehadiran diri sering kali mengantarkan pada pemaknaan hidup secara holistik.
Perihal meromantisasi bukan hanya soal menciptakan perubahan signifikan, tetapi sadar akan hal kecil yang mengarah pada kebahagiaan dan kepuasan batiniah.
Senada dengan keterangan Rachel Hoffman dan Alyssa Mancao dari LCSW, pada akhirnya, menemukan cara tersendiri untuk tetap hadir merupakan tujuan akhir dari romantisasi hidup. Romantisasi hidup menyiratkan pesan agar setiap orang bisa menemukan cara membentuk kebahagiaan hakikinya sendiri.
Eva Salsabila