Pada Selasa, 5 November lalu, pernyataan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro menjadi ramai di dunia pendidikan. Dirinya mengatakan bahwa individu penerima beasiswa dari Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP) tidak harus kembali ke tanah air. Satryo memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih menetap atau kembali.
Menurutnya kebijakan ini merupakan sebuah upaya dalam memberikan kesempatan bagi para alumni penerima LPDP untuk berkarya dan mengharumkan nama negara di mana pun mereka berada.
Satryo juga mempertimbangkan prospek kesiapan negara dalam menampung para alumni. Karena berdasarkan fakta lapangan, lowongan pekerjaan di Indonesia masih terbilang sangat minim yang sesuai dengan bidang kemampuan para alumni. Ditakutkannya, mereka tidak mendapat kesempatan untuk lebih berkembang.
Pernyataan ini tak bisa lepas dari respons publik terutama pengguna internet. Argumen ke argumen berseliweran di media masa hingga munculnya dua argumen yang berseberangan, antara pro dan kontra.
Tentu saja wacana kebijakan ini merupakan awal yang cukup baik karena sudah sesuai dengan perundang-undangan. Bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mencari kebaikan di mana pun ia berada dan tidak hanya terbatas di Indonesia saja. Narasi ini tercantum di Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 ayat (1).
Secara bersamaan wacana ini juga mendapat kecaman dari beberapa pihak. Alumni LPDP yang diperbolehkan untuk tetap tinggal di luar negeri dianggap tidak memberi feedback pada negara sebagai support terbesar mereka. Selain itu, banyak juga opini yang menyebutkan bahwa uang yang mereka terima berasal dari uang pajak rakyat. Karenanya, segolongan orang tidak rela jika para alumni LPDP diperbolehkan tinggal di luar negeri dan harus mengabdi pada bangsa dan negaranya.
Perbedaan pendapat juga terjadi di kalangan para pemerintah, salah satunya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno yang mempunyai pandangan bahwa para penerima beasiswa LPDP merupakan sebuah investasi negara. Selayaknya pemilik saham, negara juga mengharapkan adanya timbal balik berupa kembalinya para alumni untuk mengabdi dan membangun negeri.
Melansir peraturan LPDP tahun 2023, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah kesiapan untuk pulang setelah kelulusan. Setelah menyelesaikan studinya, para alumni diberikan waktu 90 hari untuk kemudian kembali ke Indonesia.
Dalam peraturan sebelumnya, pemerintah memberikan persyaratan yang harus di penuhi bagi para penerima beasiswa LPDP. Melansir peraturan LPDP tahun 2023, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah kesiapan untuk pulang setelah kelulusan. Nantinya mereka setelah lulus diberi waktu 90 hari atau dua bulan setelah menyelesaikan studinya.
Kepulangan mereka setelah menyelesaikan perkuliahannya ini ditujukan agar para penerima LPDP dapat memberikan kontribusi langsung ke negara. Mereka diberi waktu selama dua kali masa studi dan ditambah satu tahun (2N+1) secara berturut-turut.
Tetapi, dalam wacana kebijakan terbaru Mendiktisaintek yang memperbolehkan para penerima beasiswa LPDP untuk tetap tinggal ternyata tetap harus mengikuti syarat tertentu. Penerima Beasiswa LPDP yang memiliki afiliasi dengan kedinasan atau instansi pemerintah masih diwajibkan untuk kembali. Sedangkan bagi mereka yang diperbolehkan tinggal, harus berkarir di lembaga internasional dengan harapan nantinya dapat mengharumkan nama bangsa melalui karya dan kontribusinya.
Potensi Brain Drain
Seandainya rancangan peraturan ini benar disahkan oleh pemerintah, bukan tidak mungkin akan menimbulkan keadaan di mana negara mengalami pengurangan sumber daya manusia intelek. Fenomena tersebut dikenal luas dengan istilah brain drain.
Brain drain merupakan suatu fenomena perpindahan kaum intelektual, ilmuan, cedikiawan dari tanah airnya untuk menetap tinggal di luar negeri. Keadaan ini menjadi sebuah penggambaran banyaknya orang dengan keahlian atau ilmu yang dimiliki tidak digunakan untuk membangun atau memberi kontribusi kepada negaranya.
Kebebasan dari pemerintah akan dimanfaatkan menjadi sebuah kesempatan emas untuk tetap tinggal di sana tanpa terkena denda. Jika mengacu dalam peraturan sebelumnya, para penerima beasiswa LPDP yang tidak kembali terhitung 90 hari setelah kelulusannya akan dikenai denda. Mereka diwajibkan mengembalikan uang yang telah diberikan selama berkuliah di sana kepada pemerintah.
Namun, jika kita lihat kembali kebijakan ini dari awal. Pemerintah terlihat seperti salah strategi dalam menargetkan penerima beasiswa LPDP. Seharusnya sedari awal pemerintah hanya membatasi atau memprioritaskan kuota beasiswa dengan bidang yang dibutuhkan bangsa. Sehingga akan meminimalisir kemungkinan alumni LPDP enggan kembali karena susah mencari pekerjaan.
Penulis: Hikam Abdillah
Editor: Eka R.