
Di era ini, mahasiswa tidak hanya fokus untuk mengejar nilai akademik. Banyak dari mereka juga memilih untuk menjalani aktivitas lain, seperti bekerja paruh waktu, ikut organisasi, menjadi sukarelawan, dan aktivitas lainnya.
Fenomena ini dikenal sebagai mahasiswa multitasking. Alasan mereka memilih jalur ini karena sebagian besar terdorong oleh kebutuhan ekonomi, seperti membiayai kuliah, membantu perekonomian keluarga, menambah relasi atau pengalaman, dan mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja yang kompetitif. Ada juga yang menjalaninya sekadar untuk mengikuti fesyen atau ingin berekspresi secara kreatif dan lebih bebas di luar lingkup perkuliahan.
Banyak manfaat yang mereka dapatkan dari kegiatan di luar perkuliahan. Mereka yang terbiasa dengan berbagai tanggung jawab dapat memiliki manajemen waktu yang lebih baik, pengalaman yang beragam dan kemampuan adaptasi pada lingkungan yang dihadapi.
Hal tersebut menjadi modal penting dalam dunia profesional. Akan tetapi, multitasking juga memiliki sisi lain yang perlu diwaspadai. Melakukan dua hal atau lebih yang memerlukan fokus secara bersamaan dapat memicu kelelahan, stres, bahkan burnout. Fokus yang terbagi ke banyak hal dapat menurunkan kualitas hasil kerja bahkan mengganggu pencapaian akademik yang seharusnya menjadi fokus utama.
Dilansir dari brainfacts.org, otak memiliki korteks prefrontal yang akan bertindak ketika manusia perlu memperhatikan suatu hal. Area prefrontal membentang di sisi kanan dan kiri otak yang bekerja bersama ketika difokuskan pada satu tugas dan akan bekerja secara independen ketika seseorang mencoba melakukan dua tugas sekaligus.
Ahli saraf INSERM, Etienne Koechlin mengatakan bahwa otak terbagi menjadi dua ketika ada dua tugas yang dilakukan secara bersamaan. Ia dan ilmuwan lainnya melakukan penelitian meminta partisipan yang masih bekerja dengan satu tugas untuk mencoba melakukan tugas lain. Mereka menemukan bahwa partisipan cenderung lupa akan satu dari tiga tugas yang diberikan.
Meskipun seseorang dapat beralih mengerjakan dua tugas secara bersamaan, tingkat kesalahan yang terjadi akan lebih tinggi ketika melakukan lebih dari dua tugas sekaligus.
Walaupun seseorang sering merasa dapat melakukan banyak tugas sekaligus, otak manusia sebenarnya tidak dirancang untuk melakukannya. Berbeda halnya dengan komputer yang mampu memproses ribuan data secara bersamaan.
Manusia melakukan suatu hal paling efektif ketika hanya fokus pada satu tugas saja. Dikutip dari IDN Times, dalam sebuah studi memperlihatkan bahwa multitasking memiliki kemungkinan terjadinya kemunduran dari kerja otak untuk menyimpan suatu informasi, kemampuan untuk mengingatnya pun menjadi lebih pendek.
Hal tersebut terjadi karena otak akan menyimpan informasi di tempat yang salah. Dikutip dari ITS Online, alih-alih mengirim informasi ke Hippocampus (bagian otak yang berperan untuk menyimpan informasi) malah menyimpannya di bagian otak bernama striatum yang berfungsi dalam motorik.
Multitasking juga dapat meningkatkan stres. Ketika tugas-tugas yang dilakukan mempunyai tingkat kesulitan tinggi, otak akan sangat ekstra bekerja memprosesnya. Risiko stres tentu akan semakin besar. Hal ini dapat berpengaruh terhadap performa seseorang.
Dilansir dari artikel Persepsi Mahasiswa Terhadap Aktivitas Multitasking dan Komunikasi dalam Perkuliahan Daring (2023), multitasking yang dilakukan mahasiswa bersamaan dengan aktivitas perkuliahan memiliki efek samping pada kinerja otak seperti mudah stress, daya ingat menurun, komunikasi kurang efektif, dan hasil pekerjaan yang tidak maksimal atau lambat.
Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa sebagian responden menganggap multitasking bukan sebagai beban dan tidak mengganggu fokus, tetapi kondisi sebaliknya mereka merasa tertekan dan sulit memahami hal yang dikomunikasikan secara bersamaan. Apabila tidak dilakukan dengan strategi yang tepat, kondisi tersebut dapat berkembang menjadi masalah pada kesehatan mental.
Multitasking sebetulnya memiliki manfaat apabila dibarengi dengan risikonya. Untuk seorang mahasiswa, alangkah lebih baik dapat fokus pada suatu hal baru beralih ke tugas lainnya agar kondisi kesehatan baik fisik maupun mental tetap aman terkendali.
Menurut hellosehat, hal yang dapat dilakukan untuk menghentikan kebiasaan multitasking dengan menerapkan aturan 20 menit mencoba fokus untuk melakukan satu tugas sebelum beralih ke tugas berikutnya, membuat jadwal pengerjaan tugas-tugas secara terperinci, menghindari gangguan seperti handphone yang seringkali membuat otak mengalihkan fokusnya, melatih mindfullnes agar seseorang fokus melakukan sesuatu tanpa kewalahan dengan pikiran atau perasaan lainnya.
Penulis: Nailatul Fitroh