Seorang teman bertanya, “Apakah idul fitri dan lebaran itu sama?”. Seorang teman lagi menjawab, “Ya jelas sama lah, cuma beda pengucapan saja”, katanya.
Akan tetapi, jawaban dari teman yang kedua, tidak memuaskan pertanyaan teman yang pertama. Adu argumen tak terelakkan bahkan sampai ke pembahasan yang malah menimbulkan perselisihan. Hingga tiba, seorang pemuda menengahi dan memberi penjelasan atas dua argumen yang menjadi bahan pembicaraan.
Penggunaan term “lebaran” dan “idul fitri” sebetulnya tidak perlu diperdebatkan panjang lebar, apalagi sampai menimbulkan perselisihan. Hanya saja, harus menjadi pemahaman bersama bahwa, kata “lebaran” memang punya makna berbeda dengan “Idul Fitri”.
Lebaran, adalah bagian dari frame tradisi yang hidup di masayarakat pasca menjalankan ibadah Puasa Ramadan selama satu bulan. Entah itu dengan sungguh-sungguh maupun tidak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata lebaran diartikan sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Sementara, dalam ‘kamus’ orang Jawa, lebaran (selesai) mempunyai beberapa makna yaitu, lebar, lebur, luber, dan labur.
Lebar berarti, umat islam dapat lebaran dari kemaksiatan. Lalu, Lebur artinya lebur dari dosa. Orang Jawa mengartikan luber sebagai melimpahnya pahala, keberkahan, dan rahmat Allah SWT. Ada juga labur yang diartikan sebagai suatu kondisi yang bersih di mana, orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa, maka hatinya akan dilabur menjadi bersih tanpa dosa.
Namun, dalam konteks ini setiap orang dapat merayakan lebaran. Hanya saja, tidak setiap orang (yang berpuasa) dapat merayakan idul fitri. Bisa jadi, seorang muslim yang menjalankan puasa, tidak selalu bisa menahan lapar dan hawa nafsu.
Puasa Ramadan yang mereka jalani hanyalah alibi agar terlihat berpuasa, seperti muslim pada umumnya. Orang semacam ini, boleh saja mengikuti lebaran, karena pada dasarnya lebaran adalah tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun di masyarakat. Namun, bukan berarti ia merayakan idul fitri. Mengapa?
Hal ini karena pada hakikatnya, setiap perbuatan yang dilakukan selalu mempunyai implikasi. Dalam frame agama, Idul Fitri yang berarti “kembali kepada kesucian” tentu memiliki makna yang lebih dalam ketimbang lebaran. Untuk mencapai hal itu, maka diperlukanlah tata cara sebagaimana disebutkan pada Surat Al-Baqarah ayat 185:
“….Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
Terlepas dari perbedaan makna Lebaran dan Idul Fitri, semoga kita semua dapat kembali kepada fitrah sebagai manusia yang senantiasa berbuat kebaikan guna memakmurkan kehidupan di alam bumi ini. Wallahu A’lam.
Penulis: Agus Salim I