
Joko, seorang laki-laki yang menjadi tulang punggung keluarga kelihatan tengah menggigil di ruang tamu. Giginya yang terus bertabrakan karena merasakan suasana dingin menyerbu badannya. Tak ingin kalah dengan rasa dingin, dirinya dengan cepat menutup rapat badannya dengan sebuah sarung miliknya.
Begitulah scene awal pementasan naskah “Sumbu Basah” Teater Mimbar Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang yang diselenggarakan di Auditorium I Kampus 1, Selasa (19/12/2023).
Mengangkat tentang masalah Ekonomi, naskah ini disutradarai oleh Azza dan Sauma sebagai astrada. Pementasan ini menjadi serangkaian penerimaan warga baru Teater Mimbar.
Hidup hanya sebagai petani serabutan di ladang milik pamannya, Joko merasa upah yang didapatkan tidak cukup untuk menanggung kebutuhan keluarganya. Terlebih, dirinya juga harus membiayai pengobatan emak yang telah melahirkannya ke dunia, dan kini belum juga sembuh dari penyakitnya selama dua tahun kebelakang. Mengeluh dan mengeluh yang dilakukannya di samping mesin jahit yang sedang beristirahat di ruang tamu.
Sorot lampu mulai menyala menandakan scene baru akan tiba, di malam hari masih di ruang tamu, Joko sedang membaca koran sambil mengkhayal bahwa dirinya menjadi bos besar dari suatu perusahaan. Selang beberapa menit, datanglah Mbak Lastri dari dalam rumah dengan pakaian yang rapi. Mbak Lastri adalah kakak tertua dari keluarga tersebut yang selalu berangkat kerja pada malam hari. Sama seperti Joko, Mbak Lastri bekerja untuk membiayai pengobatan emaknya yang telah lama sakit.
“Dunia tidak berpihak pada siapapun Jok, dunia hanya berpihak pada dirinya sendiri,”
Perkataan mbak Lastri tersebut seketika menampar dan menghentikan keluh kesah Joko yang terus-menerus dikeluarkannya. Dengan diiringi nada minor dari petikan gitar, keadaan menjadi semakin sendu, hingga akhirnya Mbak Lastri beranjak pamit untuk berangkat kerja.
Hal Buruk Tak Perlu Dilakukan
Di suatu pagi, scene telah berganti dengan memperlihatkan Joko tengah meminum segelas kopi di ruang tamu. Lamunannya seketika pecah saat Mbak Lastri secara tiba-tiba masuk ke rumah dengan keadaan gelisah dan wajah yang tampak panik.
Dalam keadaan panik, dengan nafas yang masih terengah-engah Mbak Lastri mengeluarkan segepok uang dalam amplop dan memberikannya kepada Joko. Dengan wajah tampak kaget dan keheranan, Joko menanyakan asal muasal dari mana Mbak Lastri mendapatkan uang bertumpuk itu.
Wajah tampak semakin kebingungan, Mbak Lastri enggan terbuka tentang asal usul uang yang dibawanya. Sikap Mbak Lastri tersebut membuat Joko tidak mau menerima uangnya.
Alhasil, timbul percekcokan antara keduanya. Emak yang mendengar keributan, akhirnya keluar menuju ruang tamu sambil berhati-hati dengan keadaannya yang sudah lemah.
Tidak lama setelah itu, terdengar suara gedoran pintu yang keras dari luar rumahnya, dengan diiringi teriakan memanggil nama Lastri. Ketika Joko membukanya, muncullah seorang perempuan yang dipanggil dengan sebutan “Mam” oleh Mbak Lastri. Dalam keadaan marah, perempuan itu segera merebut segepok uang tadi yang diberikan mbak Lastri kepada Joko.
Perempuan yang baru saja masuk ke rumah tersebut, tiba-tiba mengatakan bahwa Lastri telah mencuri uang darinya. Joko dan emak yang mendengar kesaksian tersebut seketika berubah menjadi marah dan kecewa.

Melihat peristiwa tersebut, emak tiba-tiba menjadi sesak napas dan membuat Joko terus memaki-maki kesalahan Mbak Lastri dalam memperoleh uang.
Mbak Lastri merasa bersalah dan terpojokkan dengan apa yang telah dilakukannya.
Tidak lama kemudian, Mbak Lastri terus menerus minta maaf kepada Joko dan emak. Joko yang merasa masih merasa kecewa dengan apa yang telah dilakukan Mbak Lastri, sehingga tidak menghiraukan permintaan maaf dan langsung membawa emak masuk ke dalam rumah meninggalkan Mbak Lastri di ruang tamu.
“Kenapa semuanya menjadi seperti ini? kenapa? kenapa ya Tuhan?”
Berbagai penyesalan dan kebingungan Mbak Lastri diungkapkan melalui teriakan yang begitu kerasnya.
Asisten sutradara, Sauma memberikan gambaran makna dari judul “Sumbu Basah”.
“Sumbu yang berarti penyulut dan basah yang membuat api itu tidak akan menyala. Maknanya, semua usaha yang dilakukan sia-sia dan percuma dengan cara yang salah,” jelasnya.
Dari naskah ini, sambungnya, kita dapat belajar beberapa hal mengenai pentingnya faktor ekonomi dalam keluarga.
“Rendahnya taraf ekonomi dan sedikitnya lapangan pekerjaan dapat menjadi cikal bakal perbuatan kriminal,” pungkasnya.
Reporter: Tegar E.
Editor: Nur Rzkn