Amanat.id- Para demonstran berbondong-bondong datang untuk memenuhi depan gerbang Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DRPD) Jawa Tengah. Suara aspirasi saling digaungkan satu sama lain dalam aksi penolakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker), Selasa (14/03/2023).
Salah satu aktivis Universitas Diponegoro (Undip), Andi merasa bahwa Perppu Ciptaker melanggar konstitusi.
“Jelas dari Perppu Cipta Kerjanya itu sendiri sudah rusak. Awal proses pembuatan produknya pun masih melanggar konstitusi dan sedari awal sudah cacat secara formil dan tidak sah secara materil,” ucapnya saat diwawancarai tim Amanat.id.
Namun, di sisi lain pihak aparat yang tidak ingin disebutkan namanya turut berbicara menggantikan rekannya terkait aksi demonstrasi tersebut.
Ia menegaskan bahwa tugas aparat kepolisian hanya menertibkan para demonstran.
“Pihak kepolisian itu hanya bertugas menertibkan demonstran saja sampai selesai,” ujarnya.
Aktivis dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Takziah menyayangkan terkait pernyataan dari pihak keamanan tersebut.
“Mau gimana lagi, itu sudah menjadi perintah dari atasan mereka, yang saya harapkan sebagai mahasiswa untuk aparat jangan sampai represif memukuli para mahasiswa,” ucapnya.
Peserta aksi dari Undip, Mubin turut menyampaikan harapannya setelah demo berlangsung.
“Harapan saya, DPRD yang ada di sana dapat memfasilitasi kita untuk aspirasi dengan menerima masuk ke dalam dan membentuk sidang rakyat terbuka serta membatalkan pengesahan Perppu Cipta Kerja,” pungkasnya.
Anggota DPRD Jawa Tengah pun memberikan kesempatan bagi lima orang demonstran untuk masuk dan mendiskusikan aspirasi mereka. Lantaran pihak demonstran ingin semuanya masuk, timbul lah chaos dan saling dorong antara demonstran dengan aparat keamanan.
Reporter: Rio R.
Editor: Nur Rzkn