
Amanat.id– Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mengadakan Festival Budaya Daerah dalam rangkaian Halaqah Kebudayaan yang digelar di Auditorium II kampus 3, Selasa (27/5/2025).
Dengan tajuk “Gema Tradisi di Kampus Moderasi,” Ketua DEMA UIN Walisongo, Muhammad Mu’tasim Billah mengatakan alasannya mengadakan Festival Budaya Daerah bermula untuk Riset Aksi Walisongo (RAW).
“Pada mulanya kami ingin mengadakan Halaqah Budaya yang berorientasi pada kebudayaan akademik untuk Riset Aksi Walisongo (RAW),” jelasnya.
Ia menjelaskan alasannya melibatkan Orda dalam Festival Budaya Daerah karena besarnya keterlibatannya di lingkungan UIN Walisongo.
“Universitas saat Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) juga bermitra dengan organisasi daerah sehingga eksistensi mereka kami satukan pada rangkaian acara Halaqah Kebudayaan,” lanjutnya.
Ia juga mengkritik UIN Walisongo karena keterlibatan Orda dalam rangka bermitra saat PMB tidak mendapatkan benefit yang jelas.
“Ini sebenarnya juga kritik untuk kampus, karena meskipun kampus bermitra saat PMB, mereka tidak mendapatkan fee seperti yang lazim di kampus-kampus lain,” kata Tasim yang mendapat aduan saat berdiskusi dengan kawan-kawan Orda.
Dengan alasan tersebut, sambungnya, Orda dilibatkan untuk menunjukkan eksistensinya di lingkungan UIN Walisongo.
“Berangkat dari permasalahan itu, kami ingin membuka ruang bagi kawan-kawan Orda untuk mengenalkan budaya mereka. Sehingga Halaqah budaya tidak hanya kebudayaan akademik namun juga kebudayaan daerah, khusunya untuk sekarang adalah tari,” terangnya.
Menurut Tasim kebudayaan daerah memang perlu dirawat dan dikenalkan di era yang serba canggih.
“Hari ini yang semua serba canggih, budaya daerah sering dianggap kuno sehingga perlu adanya upaya untuk merawat dan saling memperkenalkan antar budaya daerah ke khalayak luas,” katanya.
Menteri Daerah dan Kebudayaan DEMA UIN Walisongo, Esa Dhika menjelaskan bahwa kearifan lokal, toleransi, dan inklusivitas menjadi tema yang disampaikan dalam Fesitval Budaya Daerah.
“Tema ini menekankan nilai keseimbangan antara cinta budaya, kearifan lokal, serta semangat toleransi dan inklusivitas antar mahasiswa lintas latar belakang. Dalam konteks kampus, moderasi bukan hanya wacana namun praktik nyata dalam kegiatan-kegiatan yang membangun keharmonian,” ujarnya.
Esa mengatakan dilaksanakannya Festival Budaya Daerah sudah melalui diskusi bersama Forum Silaturrahmi Organisasi Daerah (Forsida).
“Kami bekerja sama dengan Forum Silaturrahmi Organisasi Daerah (Forsida), kemudian membagikan link pendafataran kepada kawan-kawan Orda dengan syarat dan ketentuan tertentu untuk mengikuti perlombaan yang kami adakan,” terangnya.
Ia juga merasa senang karena mendapatkan respon positif atas digelarnya Festival Budaya Daerah.
“Bisa dilihat banyak sekali mahasiswa yang datang di acara kami dan terdapat 19 Orda yang ikut serta meramaikan festival ” ungkapnya.
Esa menyayangkan UIN Walisongo belum memiliki wadah bagi mahasiswa yang memiliki bakat dalam bidang kebudayaan, khususnya dalam seni tari daerah.
“Di UIN Walisongo belum memiliki forum atau perkumpulan seni tari budaya yang dinaungi kampus secara resmi, meskipun terdapat sumber daya penarinya,” ujarnya.
Ia berharap Festival Budaya Daerah dapat digelar di setiap tahun dan tidak hanya menampilkan seni tari.
“Kami berharap acara ini dapat terus berlangsung setiap tahun agar dapat memotivasi dan menginspirasi organisasi lain, seperti HMJ dalam pelestarian budaya daerah yang bukan berupa tari saja,” tutupnya.
Reporter: Irbah Fatin
Editor: Gojali