
PT. Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, salah satu perusahaan besar di Indonesia yang bergerak dibidang tekstil resmi dinyatakan pailit pada Oktober 2024 oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Setidaknya ada 10.655 karyawan yang terdampak dari pailitnya Sritex dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kegagalan PT. Sritek menjadi pukulan telak bagi industri tekstil nasional yang menghadapi tantangan dengan serbuan produk impor.
Perusaaan yang telah berdiri sejak tahun 1966 ini pernah memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian nasional. Pada tahun 2022 PT. Sritex telah berhasil menyumbang ekpor tekstil mencapai 257,86 juta dolar Amerika.
Torehan prestasi PT. Sritex yang juga prestisius adalah menjadi pemain di pasar internasional. Menekan kontrak dengan organisasi besar, seperti NATO dan mensuplai seragam perang di 30 negara, termasuk Indonesia sendiri.
Namun, kisah manis ini terhenti ketika serangan produk impor berdatangan. Dengan harganya yang murah, telah memicu perang harga yang tidak sehat. Terjadinya perang harga ini membuat produsen lokal, seperti Sritex kesulitan bersaing untuk melawan gempuran produk impor yang terus berdatangan.
Perang harga dengan menjadi yang paling murah, memunculkan kondisi pasar yang tidak sehat. Produsen lokal dihadapkan dengan mahalnya bahan baku, pajak, dan buruh pabrik yang harus di gaji. Sehingga menekan harga berarti juga menekan keuntungan perusahaan. Sementara itu, produk tekstil impor dijual dengan harga yang setara dengan biaya produksi produsen lokal.
Maraknya produk impor yang murah ini berimbas pada pangsa pasar produksi lokal dalam negeri. Menurut data dari Asosiasi Produsen Tekstil, konsumsi produk lokal pada 2016 berada di angka 65% menurun menjadi 56% di tahun 2019. Hal ini menjadi sebuah inroni yang menyedihkan, produk lokal kalah saing di negerinya sendiri.
Serangan Impor yang Merisaukan
Banyaknya produk impor berdatangan ke tanah air, tidak lepas dari pembuatan regulasi yang membuat semakin longgar. Hal ini dapat disaksikan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Dalam peraturan ini, pemerintah memberikan kelonggaran dalam persyaratan impor, termasuk penghapusan kewajiban verifikasi teknis di negara asal.
Dari aturan tersebutlah, volume produk impor tekstil meningkat secara signifikan dan berdampak nyata bagi industri dalam negeri. Banyak dari pengusaha lokal mengeluhkan regulasi ini karena membuat mereka semakin sulit bertahan karena persaingan yang tidak lagi seimbang.
Seperti yang diungkapkan oleh Komisaris Utama PT. Sritex, Iwan Setiawan dalam laporannya di CNN Indonesia, (28/10/2024) yang mengatakan bahwa Permendag Nomor 8 Tahun 2024 telah menjadi salah satu penyebab bermasalahnya harga pasar dalam negeri.
Situasi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi COVID-19 ditambah perang di beberapa negara, turut memberikan tekanan terhadap Sritex. Melihat labilnya perekonomian, seharusnya pemerintah mengulurkan bantuan melalui kebijkan fiskal dan non fiskal. Bukan malah memperkeruh dengan melonggarkan jalan impor.
Pemerintah dapat memberikan bantuan berupa intensif pajak, subsidi bunga, ataupun memberikan pelatihan. Dari segi kebijakan non fiskal, pemerintah dapat memperketat produk yang masuk, agar dapat melindungi produk lokal. Selain itu, pelaku industri tekstil juga harus meningkatkan kualitas produk, serta menyesuaikan diri dengan tren pasar agar tetap relevan. Masyarakat juga dapat berperan dengan lebih mengutamakan produk dalam negeri. Kesadaran dan kecintaan untuk lebih memilih produk lokal akan membantu menggerakkan roda perekonomian masayarakat lokal.
Dengan menerapkan langkah yang tepat namun efektif seperti perlindungan terhadap produk lokal, peningkatan kualitas produk, dan menerapkan prinsip mencintai produk dalam negeri, harapan untuk industri dalam negeri khususnya tekstil untuk bangkit dan bersaing dikancah domestik maupun internasional masih terbuka lebar. Namun, apabila tidak ada perubahan dan kesadaran baik dari pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Maka, harapan industri lokal untuk bersaing akan semakin kecil bahkan di pasar domestik sekalipun.
Penulis: Hudzaifah As Sajjad
Editor: Hikam Abdillah