
Amanat.id– Semenjak adanya kebijakan merger, beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tampak belum dapat melaksanakan kebijakan tersebut dengan baik, tidak terkecuali Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Kamis (16/10/2025).
Sebelumnya, merespon dari kebijakan merger LPM se-UIN Walisongo, dibentuklah forum khusus yang dikenal dengan Forum Pers Walisongo (FPW) untuk mengakomodir sembilan LPM dari sembilan fakultas yang ada, termasuk LPM tingkat universitas.
Namun, hingga turunnya SK pada bulan Juni, FPW dirasa belum dapat berjalan dengan semestinya.
Pimpinan Umum LPM Invest, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Mahda Nurainiyah mengaku bahwa LPM Invest masih aktif.
“Sebetulnya LPM Invest masih aktif. Namun, saat ini kami mempunyai banyak keterbatasan dalam berkegiatan,” katanya saat diwawancarai langsung oleh tim Amanat.id, Rabu (15/10).
Ia mengatakan semenjak merger, LPM Invest kesulitan dalam menjalankan roda keorganisasian.
“SK yang menyebutkan bahwa UKM Fakultas akan dialihkan dan dinaungi oleh Universitas membuat kami bingung untuk permohonan izin, pengajuan dana, dan lain-lain,” ujarnya.
Pimpinan Umum LPM Reference Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Zaenal mengatakan bahwa LPM Reference bukan tidak aktif, tetapi kurang produktif.
“Kalau dibilang tidak aktif, bukan tidak aktif, hanya kurang produktif saja. Karena produktifitas di LPM itu dilihat dari tulisannya,” ungkapnya.
Ia mengaku LPM Reference lebih fokus kepada kegiatan acara daripada menulis.
“Bisa dibilang anggota LPM lebih fokus kepada kegiatan event dari pada menulis. Contohnya pelatihan, diskusi mingguan dan lomba essai. Ada juga PJTL dan Sekjur yang targetnya adalah orang-orang yang mempunya pemikiran kritis, jadi tidak semuanya kita liput. Kita lebih fokus kepada kegiatan yang sifatnya urgen atau mendesak,” ungkapnya.
Ketua FPW, Rio Ramadhan mengatakan bahwa adanya forum baru yang mengakomodir LPM se-UIN Walisongo tidak merubah cara kerja dari LPM itu sendiri.
“Sistem kerja tidak ada yang berubah, kembali sesuai dapur masing-masing,” katanya saat diwawancarai, Jumat (24/10).
Ia juga menjelaskan dampak dari pembentukan FPW yang terasa adalah adanya boros birokrasi.
“Hanya saja sekarang sedikit boros birokrasi karena biasanya mereka langsung ke fakultas saat pengajuan kegiatan, sekarang perlu melewati FPW terlebih dahulu agar bisa diterima universitas,” ujarnya.
Banyaknya LPM yang kurang produktif, sambungnya, disebabkan oleh dua faktor, yaitu kampus sebagai penyelenggara dan pengelolaan UKM itu sendiri.
“Dua hal ini penting untuk menjadikan UKM produktif atau tidaknya. Jika kita melihat kondisi dari beberapa LPM yang sekarang kurang produktif, tentu itu terjadi karena dua hal tersebut,” sambungnya.
Namun, menurutnya pemotongan anggaran memberikan dampak yang cukup besar.
“Faktor yang paling mempengaruhi tentu pada pemotongan anggaran di fakultas,” paparnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan (WD) III Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Ahmad Furqon menjelaskan bahwa LPM Invest masih berjalan menggunakan dana dari universitas.
“LPM masih berjalan mengandalkan dana dari universitas. Terkadang, jika tidak ada anggaran tidak ada kegiatan,” ujarnya.
Menurutnya, LPM UIN Walisongo seharusnya tidak selalu mengandalkan dana dari kampus untuk menggelar kegiatan.
“Seharusnya LPM tidak hanya mengandalkan dana dari universitas, bisa saja dari kreatif mencari dana lewat sponsor, menjalin kerja sama dengan pihak lain,” tuturnya.
Tanggapan birokrasi
WD III Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Moch. Parmudi mengaku LPM Reference masih aktif dengan menggelar beberapa kegiatan.
“Saya tidak tahu persis tentang ketidakproduktifan itu, yang saya tahu LPM Reference ada kegiatan. Contohnya itu open Recutment, mengerjakan lomba essai tingkat Nasional berkolaborasi dengan program kerja WD III, web-nya pun masih eksis. Tinggal bagaimana yang mengelola saja,” tuturnya
Menurutnya, meskipun sudah di bawah naungan universitas, LPM Reference harus tetap menjaga idealisme jurnalistik.
“Karena sudah di bawah naungan universitas, seharusnya tetap menjaga idealisme jurnalistik, contohnya berita harus seimbang. Harus berani dan cerdas dalam meliput berita,” katanya.
Ia mengatakan anggaran tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak produktif.
“Jangan tidak ada anggaran, tidak ada kegiatan. Muncul crew baru artinya mempunyai gagasan yang tinggi, pragmatis namun harus liat situasi dan keberanian,” tutupnya.
Reporter: Farah Cahyani Putri (Cakruma SKM Amanat 2025)
Editor: Ragil Alfiyah


