“Selama ada kesempatan untuk menghasilkan uang, tiada kata menyerah untuk mengejar pendidikan”.
Keyakinan tersebut selalu dipegang erat oleh mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Kimia Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Ratna Wati. Wanita asal Tuban, Jawa Timur itu, terus berjuang untuk menyelesaikan pendidikan di tengah keterbatasan ekonomi keluarga.
Tekad, ambisi, dan semangat Ratna sudah terpupuk sejak duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Tidak seperti anak-anak seusianya yang mendapatkan biaya sekolah dari orang tua secara utuh, Ratna harus menyambi kerja di kantin sekolahnya. Meski hanya dengan upah lima ribu per-hari, pekerjaan itu tetap dijalaninya demi memenuhi biaya sekolah. Sore hari seusai mengaji di TPQ, ia berjualan martabak dan pangsit untuk tambahan penghasilan.
Memasuki usia belia, tekad Ratna untuk terus bersekolah semakin kuat. Ratna mencoba mengikuti tren, dengan menjadi reseller beberapa produk pada masa Sekolah Menengah Pertama (SMP)-nya. Mulai dari reseller inner hijab, baju, hingga kerudung, semua telah dicoba. Dari hasil usahanya itu, ia menghasilkan uang 50-90 ribu per-bulan. Semua ia lakukan tanpa paksaan, tulus berniat untuk membantu meringankan beban ekonomi orang tua.
Perjuangan Ratna dalam menempuh pendidikan terus berlanjut hingga masa Sekolah Menengah Atas (SMA). Ia tak malu untuk bekerja di kantin tempat bimbingan belajar (bimbel)-nya. Setidaknya, ia bisa mendapat upah 50 ribu per-bulan.
Namun, hidup selalu dipenuhi halang rintang. Saat lulus SMA, dirinya hampir tak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Orang tuanya tidak setuju lantaran keterbatasan biaya.
Kala itu, rasa kecewa terus membayangi Ratna. Namun, dengan tekad yang kuat, ia berusaha meyakinkan kedua orang tuanya. Setiap pagi hingga siang, Ratna berjualan gorengan keliling kampung. Sementara sore harinya, ia berjualan ke TPQ. Kegigihan Ratna dalam mengumpulkan uang demi melanjutkan pendidikan akhirnya membuahkan hasil. Orang tuanya pun luluh dan mengizinkan Ratna untuk melanjutkan pendidikan.
Ketika pendaftaran ujian masuk perguruan tinggi dibuka, Ratna mencoba mendaftar ke Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Jember (UNEJ) melalui jalur SBMPTN dan SNMPTN. Walaupun sempat gagal masuk ke universitas impiannya, Universitas Jember, hal ini tak membuat Ratna menyerah. Ia mencoba jalur SPAN-PTKIN dan memilih UIN Walisongo sebagai pilihan pertamanya. Akhirnya pada tahun 2022, Ratna resmi diterima sebagai mahasiswa UIN Walisongo.
Terbiasa mandiri sejak dini, Ratna konsisten mencari penghasilan sendiri. Sejak semester 3, ia mulai bekerja, menjaga toko serba ada (toserba) dan mengajar les privat untuk siswa SMP dan SMA. Penghasilan yang didapatnya itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ratna juga memperoleh beasiswa KIP-K, sehingga tidak perlu khawatir memikirkan biaya kuliah dan tempat tinggalnya.
Di tengah kesibukannya bekerja, Ratna tetap aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan lomba. Ia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Kimia 2024, Koperasi Mahasiswa (KOPMA) 2022, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Riset dan Teknologi (RISTEK) 2023, dan Organisasi Daerah Mahasiswa Bojonegoro di Semarang (ORDA MABES) 2023. Ratna juga mengikuti berbagai lomba, seperti menulis kisah inspiratif di mana ia berhasil meraih juara 1 serta lomba public speaking tingkat nasional dan berhasil meraih juara 2.
Bergabung dalam berbagai organisasi membuat Ratna berani tampil di depan umum, seperti menjadi Master of Ceremony (MC) di acara-acara organisasi, seminar studi umum, dan pelantikan Lembaga Semi Otonom (LSO) 2024.
Ratna juga terpilih sebagai Duta Kimia 2024, berhasil menerbitkan novel “Hallo Alkana”, dan saat ini ia tengah mengerjakan proyek buku keduanya. Bersama rekannya, Ratna juga terlibat dalam perlombaan Jambore Koperasi Nasional pada Agustus lalu.
Pepatah selama ada kemauan pasti ada jalan memanglah benar. Seperti halnya Ratna dengan tekad kuatnya dalam meraih pendidikan tinggi, keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang baginya di dunia kompetitif ini.
“Kita harus melampaui batas luar biasa karena persaingan semakin banyak, sehingga kita harus punya hal yang berbeda,” ujarnya.
Penulis: Febriyanti
Editor: Muhammad Fathur Rohman