
Amanat.id- Beberapa mahasiswa dan pemilik outlet keluhkan buruknya fasilitas kantin di Kampus 3 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Kamis (5/06/2025)
Keluhan tersebut sempat diceritakan dalam akun Instagram @pesan_uinws yang menyebutkan beberapa fasilitas, seperti air kamar mandi dan wastafel yang tidak keluar, kipas angin, CCTV, router Wi-Fi yang juga belum diperbaiki. Ditambah biaya sewa yang dianggap cukup tinggi bagi penyewa outlet.
Salah satu penyewa outlet kantin lantai dua, Rizal (bukan nama sebenarnya) menjelaskan bahwa ada perbedaan sistem sewa untuk lantai atas berbeda dengan lantai bawah karena fasilitas.
“Untuk lantai dua atau lantai atas ini harga sewanya dihitung sekitar Rp2,5 juta per meter. Sementara, untuk lantai bawah itu disewakan dengan sistem tahunan sekitar Rp 23 juta. Harganya berbeda karena memang fasilitas juga beda,” ungkapnya.
Ia juga membenarkan bahwa untuk air sempat mati dan baru menyala belum lama ini.
“Untuk air emang sempat mati tiga atau empat bulan, dan baru menyala sekitar satu bulanan ini,” jelasnya.
Penyewa kantin lantai satu, Nanda (bukan nama sebenarnya) membenarkan biaya sewa mencapai 23 juta pertahun termasuk fasilitas air dan listrik.
“Memang benar untuk jualan dikantin ini menggunakan sistem sewa sekitar Rp23 juta pertahun, mendapat fasilitas air dan listrik,” katanya.
Ia juga mengakui beberapa fasilitas memang masih rusak.
“Untuk fasilitas yang kurang itu kipas angin masih rusak. Saya sampai ambil kipas sendiri untuk dipakai,” ucapnya.
Mengenai harga makanan dan minuman, Nurul menyatakan harga masih normal.
“Kenaikan harga makanan tidak ada, masih normal sesuai harga pasar,” jelasnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Pusat Bisnis UIN Walisongo, Sahidin menjelaskan bahwa keluhan terkait fasilitas bukan tanggung jawab pihak bisnis, melainkan tugas Bagian Umum.
“Ketika ada keluhan air atau fasilitas itu urusan Bagian Umum. Kami Pusat Bisnis hanya membisniskan aset yang ada, mengenai anggaran fasilitas ada di Bagian Umum,” katanya.
Sahidin juga mengakui bahwa ada keterlambatan respon dari pihak Bagian Umum.
“Kalau dari Pusat Bisnis sudah menyampaikan keluhan itu, namun dari pihak Bagian Umum katanya juga menangani banyak hal, kalau keinginan Pusat bisnis ketika ada keluhan langsung diatasi.
Ia juga mengatakan khawatir akan ada kritik apabila keluhan mahasiswa dan penyewa outlet lambat dibenahi.
“Soalnya ketika terlambat ditangani, nanti pasti ada gesekan seperti kritik dan protes, jadi wajar saja jika ada keluhan-keluhan yang muncul,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa Pusat Bisnis UIN Walisongo terbuka jika ada keluhan. Namun, pihaknya hanya bisa meneruskan ke pihak terkait.
“Kami terbuka untuk menerima kritik, tapi soal perbaikan bukan tupoksi kami. Kami hanya bisa menyampaikannya dan yang menindaklanjuti tetap bagian yang terkait yaitu Bagian Umum,” ujarnya.
Sahidin juga menyampaikan bahwa ke depannya bisnis kampus akan diarahkan agar bisa berdampak langsung bagi mahasiswa.
“Kalau bisnis berjalan baik UKT bisa ditekan. Ini bukan sekedar kapitalisasi, tetapi sebagai sebuah upaya untuk mengembalikan manfaat ke mahasiswa, akan menjadi bisnis yang berbasis akademik,” pungkasnya.
Kepala Bagian (Kabag) Umum UIN Walisongo, Munif mengatakan bahwa laporan kerusakan fasilitas sudah biasa ia terima dan akan segera ditindaklanjuti
“Kalau cuma airnya mati nanti bisa ditindak lanjuti, dan sudah biasa saya menerima laporan-laporan fasilitas yang rusak,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa prioritas utamanya adalah mengirim teknisi secepatnya setelah menerima laporan, selama teknisi masih tersedia.
“Prioritasnya itu ketika ada laporan ya secepatnya saya kirim teknisi selama masih tersedia,” ucapnya.
Munif mengakui responsnya sangat cepat begitu mendapatkan informasi dari sumber manapun.
“Kalau respon saya cepat, begitu saya mendapat info dari manapun,” katanya.
Menurutnya kendala seringkali terletak pada teknisi sendiri karena perbaikan tidak selalu bisa langsung selesai.
“Biasanya yang lama itu di teknisi, kalau yang namanya meperbaiki tidak bisa langsung jadi,” jelasnya
Ia menambahkan kemungkinan teknisi juga memiliki terlalu banyak tugas sehingga menjadi penyebab terlambatnya penanganan laporan.
“Bisa jadi teknisinya kebanyakan tugas itu bisa juga terlupakan,” tambahnya.
Reporter: Desi Permatasari
Editor: Melini Rizki