
Amanat.id- “Mampus kalian istri,” ucap Cornel Gea saat menjelaskan kelompok rentan terdampak omnibus law pada acara Talk Show yang mengusung tema omnibus law: RUU Cipta Lapangan Kerja Perspektif Lingkungan dan Kelompok Rentan, berlangsung di Auditorium I Kampus 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Kamis (12/03/2020).
Pada acara yang bertajuk “Karpet merah untuk investor, bikin untung apa buntung?” ini Senat Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (Sema FST) menghadirkan tiga narasumber, yaitu: Dosen FST M Ling Rusmadi, aktivis LBH Semarang Cornel Gea, dan aktivis LRC KJHAM Umi Hanik.
Cornel mengatakan bahwa omnibus law ini tidak lain adalah agenda menjual sumber daya buruh murah di Indonesia, khususnya Jawa Tengah.
“Omnibus law menunjukkan kepada kita bahwasannya undang-undang tidak lebih dari sekedar konsensus antara pemilik modal dengan pembuat kebijakan,” terangnya.
Omnibus law itu, lanjut Gea, tentang bagaimana industri mencekik napas kalian (rakyat) dan omnibus law itulah pintu utama menuju kondisi tersebut. Perempuan merupakan pihak yang paling dirugikan dari kondisi tersebut.
“Pencemaran lingkungan menyebakan pertanian rusak, hal tersebut akan menyebakan suami relatif emosi, jika suami emosi dan sulit dapat kerja maka istri jadi pelampiasan, jika uang tidak ada maka pihak yang paling sulit mengelola uang adalah perempuan. Mampus kalian istri!” katanya.
Cornel juga menambahkan bahwa dalam omnibus law peran perempuan akan tergantikan dengan robot. Dalam omnibus law memandang perempuan akan mengganggu proses terjadinya industri dan investasi.
“Perjuangan panjang selama berpuluh-puluh tahun untuk mendapatkan perlindungan terhadap perempuan seperti cuti melahirkan, cuti haid, dan cuti keguguran, akan hilang hanya dengan satu ketukan,” ucapnya.
Selanjutnya Cornel mengatakan bahwa petani dan nelayan merupakan salah satu kelompok rentan terdampak omnibus law. Menurutnya, kebijakan-kebijakan tersebut jika benar diterapkan yang ada hanya merugikan mereka.
“Di sana akan ada beberapa aturan tentang tukar gulir dihilangkan dan akan memberi peluang terjadinya tukar gilir yang seenaknya menjadi ancaman petani, masyarakat dapat apa? kalau dapat remah-remah sudah syukur, kalau dapat batunya?” kata pria yang saat ini aktif di LBH Semarang.
Reporter: Saffina Qurrotunnida