
Amanat.id- Grobak Hysteria menggelar acara City Canvas dengan mengusung tema “Mural sebagai Ruang Bicara Warga Kota” di Wonderia, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Jum’at (1/8/2025).
Acara tersebut menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dosen Arsitektur Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang (UPGRIS) Ratri Septina Saraswati, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Semarang Anum Gianingrih, dan Seniman Mural Arief Hadinata atau kerap dikenal Hokage.
Sebagai Akademisi Arsitektur, Ratri mengatakan perspektif mural terdapat pada gaya hidup masyarakat yang tinggal di perkotaan.
“Biasanya jika melihat mural maka konteksnya mengarah ke urbanisme,” katanya.
Ia mengutip pendapat dari salah satu Dosen Seni Rupa Universitas Negeri Semarang (UNNES) bahwa mural dapat muncul dari kegiatan informal.
“Menurut Aryo Sunaryo, mural tidak dikhususkan dalam ruang kota saja, tetapi juga bisa muncul dari kegiatan informal yang diawali vandalisme tempat yang kosong lalu dihidupkan oleh orang-orang yang hidup di jalanan,” ujarnya.
Ratri memaparkan mural berfokus pada beberapa objek, namun anggapan tersebut seringkali bertentangan.
“Mural terkonsentrasi pada transportasi umum atau bangunan tua yang mangkrak. Tapi, bagi urbanis justru dianggap negatif karena jika tema mural tidak terkoneksi dengan lingkungan sekitar, maka dianggap suatu objek yang asing,” paparnya.
Ratri menerangkan di Singapura mural dijadikan sebagai wadah revitalisasi tempat yang semula terbengkalai menjadi objek wisata.
“Di Singapura, mural dijadikan tempat terpadu dari tempat kosong terrevitalisasi menjadi tempat wisata, sehingga banyak wisatawan datang,” terangnya.
Lanjutnya, mural bukanlah kriminalitas, tetapi ruang bicara dalam bentuk seni.
“Mural tidak ada hubungannya dengan kejahatan, justru menjadi bentuk protes masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi dalam bentuk seni,” ujarnya.
Ratri juga menjelaskan esensi mural sebagai alat bercerita.
“Fungsi dari mural yaitu alat pencerita ampuh. Mural juga bisa mengangkat isu sosial, sejarah, lingkungan, budaya, dan menjadi cerminan dari masalah masyarakat yang bisa muncul ke permukaan,” tuturnya.
Menurutnya mural dapat memperindah suatu tempat sekaligus menyampaikan keresahan.
“Sehingga mural memberikan dampak yaitu membuat tempat menjadi lebih indah sekaligus menyimpan pesan tersirat tentang keresahan masyarakat,” sambungnya.
BAPPEDA Kota Semarang, Anum Gianingrih mengatakan Pemerintah Kota tengah berupaya memberikan wadah pada bidang seni.
“Ibu Agustina mewadahi anak-anak muda Kota Semarang yang ingin menyalurkan hobinya di bidang seni yakni melalui program city canvas yang berfokus pada seni mural agar lebih terarah,” paparnya.
Ia mengatakan inovasi tersebut muncul karena melihat coretan kata-kata kasar yang terdapat di dinding tembok.
“Salah satu bentuk keprihatinannya melihat coretan tembok dengan kata-kata kasar, maka muncullah inovasi tersebut,” katanya.
Seniman Mural, Arief Hadinata menjelaskan bahwa kegiatan mural bisa dilihat dari berbagai perspektif.
“Jika dilihat dari perspektif lain, mural bisa dijadikan satu penanda daerah, sign system, atau suatu aktivitas untuk healing,” jelasnya.
Arief mengatakan beberapa terapis menggunakan mural sebagai kegiatan untuk memahami diri sendiri.
“Beberapa terapis menggunakan hal ini sebagai aktivitas untuk self-awareness,” imbuhnya.
Arief berharap acara tersebut menjadi pelengkap dari pelestarian kebudayaan kota.
“Semoga bisa menjadi pelengkap dari kemajuan kebudayaan dan kota,” tutupnya.
Reporter : Lutfi Ardiansyah
Editor: Azkiya Salsa Afiana