Amanat.id- Teater Koin Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menggelar Studi Pentas bertajuk Cannibalogy karya Benny Yohanes di Auditorium I Kampus 1, Kamis (5/6/2024).
Sutradara Studi Pentas, Muhammad Annan Arsyad mengatakan alasan memilih naskah tersebut karena berkaitan dengan kondisi politik yang terjadi saat ini.
“Naskah kali ini benar-benar relate dengan kondisi negara kita,” ucapnya.
Ia menuturkan, naskah yang dipentaskan juga merupakan kritik terhadap keserakahan dalam lingkaran kekuasaan.
“Sebagai kritik terhadap ganasnya kekuasaan dan keserakahan,” tuturnya.
Tercermin dalam karakter bernama Suhar, sambung Annan, seorang petani yang berambisi untuk menguasai Pulau Jawa berakhir gagal.
“Seperti Suhar yang begitu perkasa pada akhirnya juga lenyap,” ujarnya.
Menurut Annan, tokoh Suhara adalah representasi dari Soeharto karena ideologi pembangunannya.
“Dengan pembangunan Trans Jawa dan hutang bank menumpuk, Suhar lebih identik dengan Soeharto,” ucapnya.
Selain Suhar, Annan turut menyelipkan tokoh lain dari masa berbeda bernama Leanles yang turut membantu Suhar dalam membangun Jalan Trans Jawa.
“Saat berada dalam kekacauan politik, seorang bernama Leanles ini membangun Jalan Trans Jawa pertama kali,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa Leanles menggunakan segala cara dalam membangun Jalan termasuk tidak memberi upah kepada pekerja.
“Mereka membangun dengan cara sendiri, seperti tidak membayar upah,” imbuhnya.
Annan juga turut menghadirkan antitesis dari tokoh Leanles dan Suhar, yakni Mas Ageng sebagai gambaran dari keberpihakannya kepada masyarakat.
“Interpretasi Mas Ageng sebagai raja dengan watak kasih sayang dan anti perang,” ujarnya.
Namun, lanjut Annan, Mas Ageng terpaksa menggunakan kekerasan untuk meredam sikap Suhar yang otoriter.
“Karena tindakan Suhar semena-mena, maka meletus lah pertempuran,” tuturnya.
Ia kemudian berpendapat, adakalanya kekerasan dapat digunakan untuk kepentingan bersama.
“Kekerasan tidak selamanya buruk, ada kalanya digunakan untuk kepentingan bersama,” katanya.
Annan juga mengaku bahwa isu kemanusiaan yang diselipkan dalam cerita merupakan kritik terhadap feodalisme yang masih mengakar.
“Sesama manusia seharusnya tidak boleh memandang kasta,” ucapnya.
Salah satu penonton, Ilham Khoirullah menafsirkan bahwa kekuasaan sebagai bagian dari ambisi manusia hingga mampu menghalalkan segala cara.
“Beberapa orang menghalalkan segala cara untuk berkuasa,” katanya.
Menyinggung sosok Suhar dalam cerita, Ilham mengatakan bahwa Suhar yang bosan hidup miskin hanya ingin berkuasa untuk memperkaya dirinya sendiri.
“Seperti Suhar yang hanya ingin memperkaya dirinya sendiri,” ujarnya.
Menurutnya, kemiskinan bisa dipandang sebagai penderitaan apabila manusia tidak memiliki rasa puas.
“Kalau kita merasa selalu kurang, artinya kemiskinan merupakan penderitaan,” tuturnya.
Ia mengakui, karakter Mas Ageng yang berperan sebagai raja dalam pementasan mengajarkan memanusiakan manusia.
“Ketika masyarakat ingin orang yang bersalah di bunuh, Mas Ageng justru memberikan kesempatan untuk hidup,” tutupnya.
Reporter: Moehammad Alfarizy
Editor: Eka R.