Amanat.id- Teater koin Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menggelar pentas produksi dengan judul “Mantep” dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-10 di Gedung Auditorium I Kampus 1, Jumat (9/6/2024).
Pimpinan Produksi (Pimpro), Sari menjelaskan bahwa persiapan dimulai sebelum Lebaran Idul Fitri dan memakan waktu lama.
“Persiapan memakan waktu cukup lama, bahkan sebelum lebaran sudah ada reading dan casting aktor, setelah lebaran sudah mulai latihan rutin,” jelasnya.
Lanjutnya, adapun tantangan utama yaitu mendapatkan aktor yang cocok dengan karakternya.
“Tantangan terbesar ketika mengumpulkan aktor yang sesuai dengan karakter, dan semua itu sudah terealisasikan dari pentas ini,” tuturnya.
Sari berharap Teater Koin dapat terus berkarya dan menghasilkan pementasan yang lebih baik di masa depan.
“Semoga Teater Koin bisa terus berkarya dan menghasilkan karya-karya serta pementasan yang lebih dari pementasan kali ini,” ucapnya.
Pertama kali pentas menggunakan Naskah sendiri, Sutradara Pentas, Tegar Ezha Pratama mengatakan bahwa banyak hal yang harus didiskusikan.
“Karena ini adalah pentas produksi pertama kami dengan naskah yang kami buat sendiri, jadi banyak hal yang perlu didiskusikan,” katanya.
Dirinya lantas mengaku bahwa beberapa aktor perempuan tidak mau melepas hijab menjadi tantangan.
“Beberapa aktor memiliki prinsip untuk tidak melepas hijab karena alasan agamanya, dan ini menjadi tantangan dalam pementasan,” terangnya.
Menanggapi isi naskah pementasan, ia menjelaskan bahwa sekarang ini banyak orang meromantisasi hubungan di luar pernikahan.
“Banyak orang sekarang cenderung meromantisasi hubungan yang seharusnya tidak terjadi di luar pernikahan,” katanya.
Selain itu, sambung Tegar, pesan dari pentas cukup tersampaikan meskipun masih banyak yang perlu dievaluasi.
“Kami merasa pesan yang ingin disampaikan cukup tersampaikan meskipun ada banyak yang perlu dievaluasi,” katanya.
Tegar menjelaskan bahwa dalam sejarah, teater juga merupakan media menyuarakan aspirasi.
“Kita melihat dari sejarah seni, teater selalu menjadi media untuk mengkritik dan menyuarakan aspirasi, termasuk melalui monolog dan naskah,” jelasnya.
Salah satu penonton, Abdala memberikan pandangan tentang isi dari pementasan tersebut.
“Dari pentas ini terangkat semua ironi, pesan yang ingin disampaikan tentang pergaulan di masa muda yang semakin lama makin liar, dan orang-orang yang dibodohi atau segala macamnya,” tuturnya.
Menurut Abdala, yang paling menonjol dalam pentas teater koin adalah jokes karakter yang pas.
“Paling menonjol menurut saya adalah jokes-jokes karakter yang masuk,” akunya.
Namun, dirinya menyayangkan pendalaman karakter yang kurang.
“Pendalaman karakternya masih kurang, salah satunya karena latar belakang mereka itu dari satu sekolah yang sama dan saling kenal, seharusnya itu diceritakan,” tutupnya.
Reporter: Ahmad Kholilurrokhman
Editor: Eka R.