
Amanat.id– Forum Kajian Hukum Mahasiswa (FKHM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menanggapi informasi seorang diduga intel dan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang datang ke diskusi Kelompok Studi Mahasiswa Walisongo (KSMW), Rabu (16/4/2025).
Sebelumnya KSMW UIN Walisongo sempat mengadakan diskusi bertemakan “Fasisme Mengancam Kampus: Bayang-Bayang Militer bagi Kebebasan Akademik”, Senin (14/4), tetapi diskusi tersebut sempat didatangi TNI dan orang tidak dikenal yang diduga intel.
Wakil Koordinator Divisi Kajian FKHM UIN Walisongo, Satria Wardana Kusuma menilai kejadian tersebut merupakan tindakan fasisme yang mengancam ruang intelektual kampus.
“Yang dialami oleh teman-teman mahasiswa adalah bentuk intervensi dan fasisme yang mengancam kebebasan berpendapat ruang intelektual kampus,” ujarnya saat diwawancarai tim amanat.id, Rabu (16/4).
Ia menegaskan bahwa kebebasan berpendapat telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
“Kebebasan berpendapat telah dijamin dan diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,” jelasnya.
Lanjutnya, tindakan intervensi dan fasisme merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai akademik dan bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
“Dalam dunia akademik, objektivitas dan kemurnian dijunjung tinggi. Intervensi dan fasisme adalah hal yang bertentangan dengan konsep tersebut,” paparnya.
Menurutnya, kebebasan berpendapat di muka publik harus terus dijunjung tinggi.
“Kebebasan berpendapat di muka publik menjadi suatu hal yang dijunjung tinggi, maka dari itu upaya pembungkaman adalah hal yang harus dilawan,” tuturnya.
Ia menilai peristiwa adanya diduga intel dan TNI yang masuk ke dalam acara diskusi menunjukkan indikasi pembungkaman terhadap kebebasan akademik.
“Dari kejadian kemarin dapat diindikasikan upaya pembukaman. Secara jelas terdapat aparat TNI yang turut hadir dan berupaya mengintervensi jalannya diskusi,” sambungnya.
Ia juga menambahkan, berdasarkan dari informasi rekannya yang berada dalam forum tersebut, terdapat peserta diskusi yang mengalami teror setelah acara.
“Saya mendapat informasi dari teman yang hadir dalam diskusi tersebut, terdapat peserta diskusi yang mendapatkan teror dari nomor asing setelah melakukan diskusi tersebut. Seperti terror berupa spam chat dan telpon Whatsapp,” ungkapnya.
Salah satu peserta diskusi, Dhani (bukan nama sebenarnya) menyatakan kaget adanya orang tidak dikenal dan aparat dalam forum akademik.
“Saya kaget, sebelumnya tidak pernah kejadian seperti itu, kami hanya berdiskusi bukan melakukan kejahatan,” katanya.
Ia menegaskan, diskusi ilmiah merupakan bagian dari hak kebebasan berpikir.
“Mengutip ungkapan hukum Romawi Kuno, Cogitationis poenam nemo patitur (tidak ada seorang pun dapat dihukum atas apa yang dipikirkannya). Kami hanya ingin menegaskan hak kami untuk berpendapat dan berpikir secara bebas,” ucapnya.
Ia menjelaskan hak menyampaikan pendapat di muka umum telah dijamin oleh Undang-Undang.
“Hak kami dilindungi oleh UU No.9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, serta Pasal 8 ayat 3 menyebutkan bahwa kebebasan tersebut merupakan tanggung jawab civitas akademika yang harus difasilitasi oleh pimpinan perguruan tinggi,” paparnya.
Reporter: Romaito
Editor: Azkiya S.A.