
Amanat.id– Semenjak diberhentikan sekitar tahun 2020, informasi dikembalikannya sistem parkir berbayar di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo santer dibicarakan mahasiswa, Selasa (10/6/2025).
Sebelumnya pada tahun 2018 dengan alasan sering terjadinya pencurian motor (curanmor), UIN Walisongo menerapkan sistem parkir berbayar. Namun, penggunaan sistem parkir berbayar tersebut dianggap tidak efektif dan menimbulkan masalah lain, yaitu kemacetan yang cukup panjang.
Kepala Bagian (Kabag) Umum UIN Walisongo, Muhammad Munif mengatakan parkir berbayar di lingkungan UIN Walisongo masih menjadi wacana.
“Terkait parkir berbayar itu masih wacana,” katanya, Selasa (10/6).
Munif mengaku pemberlakuan parkir berbayar tergantung pada kebijakan bagian Bisnis UIN Walisongo.
“Jadi atau tidaknya itu masih menunggu keputusan atasan karena kebijakan tersebut dari Kepala Biro dan Bagian Bisnis,” tuturnya.
Ia juga mengatakan kampus yang sudah berstatus PTN BLU (Badan Layanan Umum) dapat menarik biaya untuk beberapa penggunaan fasilitas kampus.
“Kampus yang sudah PTN BLU dan PTN BH itu boleh menarik keuntungan, misal aula kalau hari Sabtu dan Minggu biasanya disewakan,” jelasnya.
Munif juga menuturkan banyak perguruan tinggi yang sudah menerapkan sistem parkir berbayar.
“Seperti Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan UIN Jakarta itu sudah menerapkan parkir berbayar,” ucapnya.
Dalam mengantisipasi adanya kemacetan, sambungnya, portal parkir dapat dipindahkan ke depan Auditorium Kampus 3.
“Portal parkir yang ada di depan gerbang Kampus 3 bisa dipindah di depan planetarium untuk menghindari antrian panjang sampai jalan pantura,” ujarnya.
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Hukum Keluarga Islam (HKI), Wafi Ahdillah berpendapat harus ada transparansi anggaran dari parkir berbayar.
“Ketika UIN Walisongo akan mengadakan wacana parkir berbayar, birokrasi patut dipertanyakan atas transparansi dananya,” katanya.
Menurutnya anggaran birokrasi yang boros perlu dipangkas.
“Ketika kita bicara tentang keuangan birokrasi, kenapa mereka tidak memangkas anggaran-anggaran yang boros,” tambahnya.
Wafi mengatakan bahwa mahasiswa bukanlah objek untuk mendapatkan keuntungan semata.
“Mahasiswa bukan sapi perah yang menjadi objek keuntungan semata,” tuturnya.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Heromando merasa parkir berbayar lebih memberikan efek buruk kepada mahasiswa.
“Mau bagaimana pun saya tidak setuju, Pasti lebih banyak efek buruknya daripada efek baiknya,” katanya.
Ia mengaku akan mendukung kebijakan tersebut apabila pihak kampus dapat memberikan sistem dan tanggung jawab yang baik.
“Kalau pihak kampus berani bertanggung jawab ketika ada mahasiswa yang kehilangan helm dan motor saya baru setuju,” tutupnya.
Reporter: Mohamed Oesman
Editor: Moehammad Alfarizy