
Amanat.id- Komunitas Seni Kampus (KSK) Wadas Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menggelar studi pentas bertajuk “Pada Suatu Hari” dengan memodifikasi naskah karya Arifin C. Noer di Auditorium I Kampus 1, Jumat (25/4/2025).
Sutradara Studi Pentas, Haikal Hidayat mengatakan alasan diangkatnya tema tersebut karena media sosial telah menjadi bagian dari standar kehidupan saat ini.
“Saya tersentil dengan kehidupan zaman sekarang, dimana orang-orang berpatok pada media sosial hingga menjadi sebuah standarisasi dalam kehidupan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Haikal menjelaskan media sosial dapat memicu konflik dalam kehidupan seseorang.
“Banyak hal bermunculan di media sosial entah lewat video atau kata-kata sehingga memicu seseorang mengalami konflik serupa pentas studi ini, padahal apa yang kita lihat belum tentu sama dengan apa yang kita rasakan,” imbuhnya.
Ia memaparkan, penampilan studi pentas kali ini merupakan naskah karya Arifin C. Noer yang diremake dengan sentuhan lebih modern.
“Saya me-remake naskah ini dengan menambahkan isu media sosial sebagai standar dalam sebuah hubungan yang dapat menumbuhkan rasa cemburu buta hingga menyebabkan perceraian,” jelasnya.
Hal ini tercermin dalam karakter bernama Novia, lanjut Haikal, seorang ibu dua anak yang berniat menceraikan suaminya akibat rasa cemburu yang membabi buta.
“Seperti Novia yang berniat menceraikan suaminya hanya karena cemburu tanpa alasan yang jelas,” ujarnya.
Menurut Haikal, tokoh Novia merupakan representasi orang zaman sekarang yang mengikuti tren dan standar media sosial.
“Karakter Novia menggambarkan bagaimana seseorang mudah terpengaruh oleh lingkungan dan memiliki pemikiran yang sempit,” katanya.
Selain tokoh Novia, ia juga menyoroti tokoh lain sebagai contoh kesetiaan dan kebersamaan, yakni kakek dan nenek.
“Saat Novia dibutakan oleh rasa cemburu, ada sang kakek dan nenek selaku kedua orang tua yang dapat menjadi konselor untuk Novia,”tuturnya.
Haikal juga menjelaskan, karakter kakek dan nenek memiliki konflik serupa dengan Novia, tetapi mereka tetap memberikan teladan nyata dari sebuah kesetiaan.
“Tokoh kakek dan nenek juga punya konflik tersendiri, mereka mengurungkan niat bercerai demi sang anak sebagai bentuk teladan bahwa setiap masalah dapat diselesaikan dengan kepala dingin dan penuh pertimbangan,” pungkasnya.
Ia menuturkan, dalam naskah terdapat sarkasme bahwa perceraian tidak membutuhkan pikiran yang panjang, sama halnya seperti urusan percintaan.
“Menurut saya itu adalah bentuk sarkas, ketika dihadapkan dalam suatu hubungan, kita harus berpikir panjang dan jangan sampai mengambil keputusan dalam keadaan emosi, karena hal itu dapat menyebabkan kerugian bagi diri sendiri,” terangnya.
Salah satu penonton, Dian Alamah Nurhana menafsirkan studi pentas tersebut sebagai pelajaran bahwa hidup tidak perlu mengikuti standar sosial media.
“Sosial media bukan tempat kita memenuhi ego dan standar dalam kehidupan, tiap orang memiliki kehidupan yang berbeda dan tidak bisa disamakan,” ucapnya.
Hana menambahkan, setiap konflik pasti ada jalan keluar, tergantung cara menyelesaikannya.
“Saat scene Kakek dan Nenek bertengkar, membuat saya berpikir bahwa pertengkaran sebetulnya dapat diselesaikan dengan kepala dingin,” ucapnya.
ia menuturkan, pesan yang dapat diambil dari studi pentas tersebut yaitu sebuah permasalahan bisa diselesaikan tanpa harus mengakhiri hubungan.
“Saat terjadi pertengkaran, semua bisa diselesaikan dengan cara yang baik, dipikirkan dengan matang, dan jangan bersikap impulsif,” tutupnya.
Reporter: Alia Septi Refalina
Editor: Azkiya S.A.