
Amanat.id- Perasaan haru dan bahagia berkecamuk dalam hati Mahfud Junaedi saat mendapat kabar bahwa ia ditetapkan sebagai Guru Besar Filsafat Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Selasa (19/9/2023).
Butuh proses dan perjalanan panjang yang berliku dalam usahanya meraih gelar guru besar.
“25 tahun sejak saya memulai karier sebagai dosen, merangkak dari mulai asisten ahli, membuat penelitian, menulis buku, hingga akhirnya ditetapkan sebagai guru besar memang perjalanan panjang dan tidak mudah,” terang Mahfud saat diwawancarai tim Amanat.id.
Sementara itu, kualifikasi utama yang harus dipenuhi oleh akademisi untuk mendapat gelar tersebut adalah mampu menerbitkan jurnal Internasional. Mahfud pun telah menunaikannya.
Penelitian Mahfud yang berjudul Learning Patterns in Influencing Attitudes of Religious Tolerance in Indonesian Universities menembus akreditasi Scopus dan Web of Science (WOS), setara tingkat jurnal internasional.
Potensi diterima atau tidaknya sebuah jurnal, terletak pada sebuah isu atau topik penelitian. Mahfud menemukan celah peluang isu yang hendak dikaji, yaitu pola belajar dan toleransi di Indonesia.
“Faktor keuntungan dalam sebuah penelitian itu ditentukan oleh isu. Terlebih saat itu di barat terutama tim review Education Scientist di Austria sangat senang, apalagi sampelnya di Indonesia dan Perguruan Tinggi Islam,” tutur Mahfud.
Ia pun sempat menerima ragam penolakan dan kendala mengurus proses perizinan hak cipta yang cukup ketat.
“Memang sangat sulit menulisnya, beberapa kali dikembalikan. Membuat izin resmi untuk mengutip pandangan dari sebuah lembaga yang setara dengan institut juga tidak mudah apalagi pihak jurnal sangat ketat,” ujarnya.
Tidak berhenti atas pencapaiannya sebagai guru besar, Mahfud berambisi untuk terus berkarya di bidangnya, menyelesaikan kesalahpahaman asumsi bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) terbatas pada pengembangan nalar.
“Selama ini ada kesalahpahaman mindset dalam PAI di Indonesia. PAI dianggap sebagai pengembangan nalar, padahal inti PAI adalah pendidikan itu sendiri. Mendidik anak untuk toleran, berkarakter, dan cinta damai,” terangnya.
Mahfud bercita-cita untuk mampu berkontribusi terhadap peningkatan kualitas generasi muda Indonesia, tentunya melalui karya tulis dan penelitian.
“Saya ingin menulis tentang Filsafat Pendidikan Agama Islam supaya bisa benar-benar menjadi pondasi pembentukan karakter anak-anak bangsa. Mungkin dengan saya menjadi guru besar, pendapat saya bisa dipertimbangkan oleh orang-orang,” jelas Mahfud.
Ia turut membagikan prinsip yang dipegangnya selama ini bahwa siapapun yang ingin meraih kesuksesan hendaklah membaca, menulis, dan terus berkarya.
“Menulis itu harus dilakukan sejak dini dan mengisi pengetahuan kita dengan membaca. Dosen dan mahasiswanya harus bisa mewarnai keilmuan dengan tidak hanya mengajar, tetapi harus berkarya,” tutupnya.
Reporter: Eka Rifnawati
Editor: Shinta Ayu Aini