Berlari menjauhi hitam
Terjun dalam kegelapan malam
Hancur, berdarah sudah biasa kurasakan
Lantas bagaimana sebuah duri bisa terasa menyakitkan
Manusia bodoh yang berseragam
Tertawa kencang dengan tangan di belakang
Bangga dengan rakyat yang terbungkam
Menendang jauh ke belakang
Duri yang tertanam takan bisa lepas dengan lapang
Kan kubawa duri ini menjadi saksi penderitaan
Perut buncit yang mengambang
Tertanam banyak kesakitan
Si hitam yang menjulurkan lidah dengan tajam
Membungkus busuknya bau badan
Janji manis sang berseragam
Takan lagi kudengarkan
Hancurlah kalian para babi hitam
Hilang dalam kegelapan malam
Kuinjak seragam penuh kebanggaan
Habis kalian para babi hitam
Semarang, Mei 2024
Febriyanti (Warga Kampoeng Sastra Soeket Teki)