
Usaha Kawan pernah menjadi agen koran terbesar di Semarang pada masanya. Saat ini pun masih tetap eksis karena diimbangi dengan penjualan dari toko kelontongnya. Di sudut Jalan Garuda Nomor 1 Kota Lama, Semarang, Rabu (10/7/2024), berdiri bangunan persegi panjang bercat cream dengan pohon mangga tertanam di sisi kiri depan.
Dindingnya ditempeli beberapa banner bertuliskan “Usaha Kawan”. Juga plang penerbit media cetak seperti “Kompas”. Dua etalase kecil yang terlihat lusuh bertengger di sisi kiri dan kanan pintu masuk, tersusun rapi beberapa koran di dalamnya.
Pengunjung silih berganti memasuki bangunan itu, beberapa di antaranya adalah pedagang kecil di sekitar Kota Lama, Semarang. Usai memasuki bangunan itu, mereka keluar dengan membawa beberapa kantong kresek untuk dagangannya.
Ada pula karyawan restoran yang kerap datang hanya untuk sekedar membeli minum. Tak ketinggalan para pelancong yang sedang berjalan-jalan juga ikut mampir di sana. Di ujung sebelah kanan pintu masuk, tertata aneka jenis roti di atas meja. Sedangkan, rak tinggi di tengah ruangan dipenuhi dengan makanan ringan dan bermacam plastik pembungkus makanan.
Sebuah lemari es krim dan beberapa lemari pendingin ruangan dipajang menghadap pintu masuk. Lalu, di sampingnya terlihat tumpukan koran berjajar. Disusun rapi di dalam sebuah etalase dekat meja kasir di ujung kanan ruangan.
Rupanya bangunan itu adalah sebuah agen koran bernama “Usaha Kawan”, yang saat ini juga menjelma menjadi toko kelontong. Berdasarkan pengakuan salah satu pengecer koran sejak 1975, Wagino. “Usaha Kawan” sempat menjadi agen koran terbesar di Semarang.
Hingga saat ini, hanya “Usaha Kawan” yang bertahan di kawasan Kota Lama Semarang. Menurutnya, “Usaha Kawan” bisa tetap bertahan meskipun saat ini koran jarang diminati oleh masyarakat.
”Usaha Kawan adalah satu-satunya agen yang bertahan hingga saat ini. Padahal di zaman sekarang koran jarang diminati,” tuturnya.
Salah satu pegawai rumah makan, Ikhwan mengaku gemar duduk di depan Agen Koran “Usaha Kawan” sembari menghabiskan minum yang dibelinya di sana. Pasalnya, harga makanan dan minumannya terbilang murah, meskipun lokasinya berada di tempat wisata.
“Harga di sini murah-murah. Padahal, mereka bisa membanderol harga yang lebih mahal karena lokasinya di tempat wisata,” ujarnya.
Pasang Surut “Usaha Kawan”
Di balik meja kasir, terlihat seorang perempuan paruh baya, namanya adalah Hanifah. Ia merupakan penerus Agen Koran “Usaha Kawan” sekaligus anak dari pendiri agen koran yang bernama Soejono.
Hanifah bercerita bagaimana awal mula Sang Ayah mendirikan Agen Koran “Usaha Kawan”. Di tahun 1960-an, Sang Ayah menjadi pedagang asongan yang berkeliling di Terminal Bubakan—terminal terbesar di Semarang pada saat itu. Di sekitar sana, berdiri sebuah kantor media cetak bernama “Suara Merdeka”. Soejono pun ditawari untuk menjadi Agen Koran dari Suara Merdeka. Dengan senang hati ia pun setuju.
“Saat itu Ayah ditawari jadi agen koran Suara Merdeka, dan setuju,” ucapnya.
Meski tidak memiliki pengalaman di bidang media cetak, Sang Ayah gigih belajar dan berhasil menjadikan “Usaha Kawan”, sebagai agen koran terbesar di Semarang pada masanya. Ada berbagai media cetak menitipkan produknya di sana, mulai dari Suara Merdeka, Jawa Pos, Tribun, hingga tabloid dari beberapa daerah termasuk Jakarta. Hal ini menjadi awal mula masa kejayaan Agen Koran “Usaha Kawan”.
Setiap harinya ada 300 pelanggan tetap yang membeli koran dan majalah di “Usaha Kawan”. Bahkan, di tahun 2008, sekitar 35.000 eksemplar koran terjual setiap harinya. Tamu pun datang silih berganti, ada yang menitipkan produk, ada pula yang mengambil uang setoran.
Di tahun 2000, banyak orang yang mengira “Usaha Kawan” adalah tempat jualan minuman. Padahal minuman itu disediakan untuk tamu yang datang. Karena hal ini, lambat laun Soejono tertarik untuk menjual ragam minuman. Disusul dengan rokok, roti, dan hingga kini “Usaha Kawan” juga disulap menjadi toko kelontong yang lengkap.
Namun, adakalanya kejayaan meredup seiring waktu. Globalisasi memberikan dampak pada banyak hal, termasuk pada dunia teknologi dan informasi. Kemunculan gadget, membuat informasi lebih praktis untuk diakses. Sehingga perlahan orang-orang mulai meninggalkan koran, dan lebih menyukai mengakses berita di internet.
“Usaha Kawan” yang semula bisa menjual 35.000 eksemplar tiap harinya, kini hanya 500 eksemplar saja. Hanifah mengaku, di tahun 2024 hanya ada sekitar 25 orang yang datang membeli koran untuk dijual kembali.
Meskipun demikian, Hanifah bersyukur tempat itu masih bisa terus berdaya karena terbantu oleh penjualan dari toko kelontong.
“Alhamdulillah agen ini terbantu oleh penjualan toko kelontong, sehingga masih bisa mempertahankan penjualan koran,” terangnya.
Reporter: Earnest Sherin Amalia









