
Dengan adanya wacana kebijakan pemerintah yang berpotensi membebani masyarakat di tahun 2025, terdapat sebuah gerakan atau kampanye yang dinamakan No Buy Challenge atau tantangan tidak membeli. Tren No Buy Challenge sebenarnya bukanlah hal yang baru. Gerakan tersebut sudah ada sejak beberapa tahun silam yang merupakan respon dari masyarakat terhadap situasi yang dihadapi.
Pada awalnya, tantangan tersebut diikuti oleh segelintir orang yang ingin membuktikan bahwa kebahagiaan tidak harus diukur dari jumlah barang yang dimiliki. Seiring berjalannya waktu, tren No Buy Challenge semakin berkembang dan mendapatkan perhatian yang lebih luas, terutama di media sosial.
Mengenal No Buy Challenge
Mengutip dari BBC Indonesia, tren No Buy Challenge diperkirakan muncul pertama kali di media sosial Instagram pada 2015 dengan tagar #nobuychallenge. Kampanye tersebut berisikan sebuah tantangan tidak membeli barang yang dinilai tidak dibutuhkan dalam periode tertentu. Hingga akhirnya, seseorang diharapkan dapat mengurangi konsumsi dan mengalokasikan pembelian berdasar kebutuhan, bukan terpaku kepada keinginan belaka. Gerakan menghemat tersebut mulai diketahui secara masif saat pandemi Covid-19 mewabah. Di tengah kelesuan ekonomi dunia saat itu, warganet gencar mempromosikan gerakan menghemat dengan memberikan tantangan.
Tantangan No Buy Challenge tidak memiliki panduan baku dalam menjalankannya, sehingga setiap orang memiliki caranya sendiri dalam menjalankan tantangan tersebut. Meskipun begitu, terdapat aturan umum yang lazim dilakukan dalam tantangan No Buy Challenge, diantaranya memanfaatkan barang yang dimiliki secara optimal, menentukan jangka waktu untuk memulai, serta membuat catatan pengklasifikasian barang atau jasa apa yang memang benar-benar dibutuhkan, sehingga dapat meminimalisir pembelian yang tidak bermanfaat.
Dalam konteks saat ini, tren tersebut memiliki relevansi dengan kondisi masyarakat yang rentan terhadap guncangan ekonomi yang tidak stabil. Memang, Pemerintah Indonesia mengubah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya barang mewah saja. Namun, masih terdapat bayang-bayang wacana pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan kewajiban memiliki asuransi bagi pemilik kendaraan bermotor.
Dampak Kampanye No Buy Challenge
Mengikuti tren No Buy Challenge memang dapat memberikan manfaat personal bagi pelakunya. Namun, tren tersebut juga memberikan dampak signifikan kepada daya jual, terutama bagi para pelaku usaha mikro.
Lebih dari setengah PDB (Produk Domestik Bruto) negara disokong dari konsumsi rumah tangga. Sehingga kontribusi perekonomian nasional berperan sangat vital. Ketika kebanyakan masyarakat memilih hidup hemat, hal tersebut akan berdampak pada perubahan tingkat konsumsi sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Jika kampaye hidup hemat terus dijalani oleh masyarakat, maka pertumbuhan sektor konsumsi negara akan semakin menurun. Menurut Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, pertumbuhan konsumsi saat ini berada di angka 4,9% dan dapat merosot di angka 4,8% sampai 4,75%.
Dari data tersebut bisa di ukur, beragam jenis barang dan jasa akan mengalami penurunan, sektor industri dan perdagangan terkena dampaknya. Bukan tidak mungkin nantinya akan terjadi penurunan kelas dan peningkatan pengangguran baru.
Hakikat Kampanye No Buy Challenge
Mengutip dari viva.co.id, terdapat beberapa langkah bersama yang menjadi jalan tengah permasalahan tersebut. Pada strategi kestabilan negara, Kelas menengah memiliki peran penting dalam rantai konsumsi nasional. Mereka memiliki peran strategis dalam kestabilan negara. Namun, kelompok kelas menengah cukup sensitif kestabilannya karena mudah terpengaruh oleh perubahan harga dan kebijakan yang tidak berpihak. Pemberian bantuan khusus untuk mendorong daya beli kelas menengah merupakan salah satu upaya yang dapat diambil oleh pemerintah.
Sama halnya dengan kebijakan yang pro terhadap pelaku usaha. Pemberian stimulus dari pemerintah baik dalam bentuk fiskal atau non fiskal dapat menjadi perangsang pertumbuhan ekonomi. Dorongan fiskal dapat berupa bantuan pengurangan pajak bagi mereka pelaku usaha mikro. Perlu diketahui para pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peranan vital dalam perekonomian negara. Karenanya, pemberian insentif ini akan membantu mereka untuk bertahan di tengah tekanan ekonomi.
Selanjutnya, tindakan non fiskal dapat berupa pembuatan kebijakan yang memperketat barang illegal dan tata kelola impor barang. Seringkali barang impor dan persaingan yang tidak sehat karena perang harga memiliki pengaruh buruk bagi para pengusaha lokal. Hal tersebut memberikan tekanan pada pelaku usaha lokal. Langkah memperketat ini akan dapat melindungi usaha lokal dan memberikan ruang ekonomi yang sehat.
Selain itu, berhemat juga bentuk solusi dalam permasalahan ini. Hidup hemat jangan diartikan sebagai tindakan yang memangkas secara total seluruh pengeluaran. Tetapi, sebuah jalan bijak dalam membelanjakan atau mengatur keuangan. Memprioritaskan pembelian yang bersifat primer seraya tetap memberikan porsi konsumsi sekunder dengan catatan tidak implusif karena tren semata.
Perekonomian negara tidak akan berjalan tanpa adanya peranan dari masyarakat, terutama dalam kondisi penuh rintangan. Ditambah lagi, menjaga kestabilan ekonomi nasional bukan hanya tanggung jawab individu, kelompok tertentu, atau pemerintah. Kesinambungan dan pertumbuhan ekonomi hanya dapat terjadi ketika seluruh warga negara bersinergi, mulai dari pelaku usaha, pekerja, dan pemerintah.
Inti dari kampanye No Buy Challenge pada hakikatnya membangun kebiasaan menghargai apa yang dimiliki dan memanfaatkannya dengan baik. Tantangan ini juga mengajarkan bagaimana tata kelola keungan yang sehat dengan tidak membeli barang secara implusif.
Hingga pada akhirnya tantangan ini bukan semata untuk menghemat saja, namun sebuah aksi untuk melatih diri agar lebih bijak dalam bertindak. Selain itu, kampanye ini memberikan makna untuk menghargai sebuah barang. Karena seringkali banyak orang membeli barang karena FOMO (Fear Of Missing Out) hal yang viral. Sehingga dengan kemunculan tren ini, mereka dapat belajar memahami apa yang benar-benar berarti dan butuhkan.
Penulis: Hikam Abdillah