
Amanat.id– Aliansi Masyarakat Sipil Jateng menggelar aksi penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jateng, Kamis (20/3/2025).
Raut kesal wajah massa aksi mulai terlihat ketika aparat kepolisian menghalangi massa aksi untuk memasuki kantor DPRD Jateng hingga menimbulkan represifitas dari aparat.
Pendiri Maring Institute, Fathul Munif menilai pengesahan RUU TNI mengancam supremasi sipil.
“Pengesahan RUU TNI berbanding lurus dengan terancamnya supremasi sipil,” ujarnya ketika diwawancarai secara langsung, Kamis (20/3).
Menurutnya, perubahan fungsi TNI tak lagi memprioritaskan profesional sebagai alat pertahanan negara.
“Perluasan fungsi TNI yang tidak lagi mementingkan profesionalitasnya sebagai alat pertahanan negara,” katanya.
Ia juga menuturkan RUU TNI berdampak pada campur tangan TNI terhadap kebijakan.
“Campur tangannya sudah sampai pada ranah kebijakan sipil seperti program MBG,” ucapnya.
Munif menjelaskan keterlibatan TNI dalam ranah pengambilan keputusan dinilai akan mengebiri pilar demokrasi.
“Ketika kita menghendaki sistem demokrasi, ada pengambilan keputusan publik, kemudian keterlibatan TNI yang tidak memiliki kecenderungan untuk berdialog dan ruang-ruang diskusi yang epistemik akan merugikan,” jelasnya.
Ia menegaskan dalam sejarah Republik Indonesia, TNI seringkali menggunakan kekerasan dengan senapan.
“Mereka selalu menggunakan kekerasan dengan senapan,” tegasnya.
Lanjut Munif, banyak mahasiswa, aktivis, dan masyarakat yang menjadi korban kekerasan TNI.
“Dalam sejarah, kita bisa melihat banyak mahasiswa, aktivis, ataupun masyarakat sipil yang diberangus kebebasannya bahkan nyawanya,” tuturnya.
Munif menerangkan prinsip utama dari demokrasi adalah partisipasi publik.
“Prinsip utama dari demokrasi adalah partisipasi publik dan kebijakan berangkat dari aspirasi atau partisipasi rakyat,” terangnya.
Ia mengatakan kebijakan yang ditinjau secara tidak transparan mengingkari prinsip demokrasi.
“Ketika kebijakan dibicarakan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi, jelas itu mengingkari proses demokrasi itu sendiri,” ujarnya.
Munif mengkritik pemerintahan Prabowo-Gibran mencerminkan gaya pemerintahan Orde Baru (Orba).
“Dengan disahkannya RUU TNI, Prabowo memiliki arogansi dan watak otoritarianisme,” jelas Munif.
Ia juga mengkritik Maruli Simanjuntak yang menormalisasi kebijakan dwifungsi TNI.
“Seperti statement Maruli yang mengatakan bahwa mengkritik dwifungsi TNI kampungan terkesan membatasi kebebasan dan terlihat fasis,” imbuhnya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (UNDIP), Naufa Ata Ariq mengatakan RUU TNI jelas mengancam kebebasan sipil.
“Jelas itu mengancam, tapi itu nanti pembahasannya. Sekarang kita fokus ke beberapa massa aksi yang ditangkap,” tutupnya.
Reporter: Moehammad Alfarizy