
Amanat.id– Suasana panas Kota Semarang tak menghalangi ribuan manusia memadati Gedung Prof. TGK. Ismail Yakub Kampus 3 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Sabtu (23/8/2025).
Suasan panas tersebut tidak menyurutkan senyum gembira dari Yusup Febrian, wisudawan terbaik Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Program Studi (Prodi) lmu Hukum yang mendapatkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.96.
Wisudawan kelahiran 2002 tersebut lulus dengan skripsi berjudul “Kemenangan Kotak Kosong Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 126/PUU-XXII/2024 Pada Pilkada Serentak Dengan Calon Tunggal dan Implikasinya Terhadap Berkurangnya Masa Jabatan Kepala Daerah Terpilih dengan Pilkada Ulang”.
Yusup menjelaskan alasannya memilih judul tersebut karena terinspirasi dari fenomena kotak kosong pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024.
”Topik ini menarik karena tahun 2024 kemarin ada kotak kosong menang, namun kotak itu diakui memiliki suara,” ucapnya.
Menurutnya banyak yang belum memahami posisi dari kotak kosong dalam sebuah pemilihan.
“Biasanya kotak kosong menang dianggap tidak bernilai, dan yang mengajukan syiar ini adalah pendukung kotak kosong, agar kotak kosong punya nilai,” jelasnya.
Yusup mengatakan sistem kotak kosong dalam demokrasi patut diteliti keefektivitasnya. Hal menarik juga dijelaskan oleh Yusup apabila kotak kosong yang menang dalam sebuah pemilihan.
“Saya meneliti terkait keefektifitasnya, yang menjadi menarik adalah ketika kotak kosong menang yang menjabat selama setahun adalah PJ yang tugasnya tidak boleh membuat keputusan-keputusan umum atau mendesak,” jelasnya.
Ia mengatakan ingin menggali bagaimana kebijakan pemilihan pada suatu daerah berjalan selama satu tahun.
“Menariknya setelah saya meneliti itu dan mengeluarkan skripsi ini, 2025 kemarin pemilihan kepala daerah dan presiden dipisah, nanti akan ada implikasi-implikasi baru lagi terkait putusan ini di masa yang akan mendatang,” ujarnya.
Yusup juga memaparkan dampak dari kotak kosong pada sebuah pemilihan adalah akan menimbulkan dilema secara konstitusional.
“Implikasi ini menimbulkan dilema konstitusional antara prinsip efektivitas pemerintahan dengan prinsip keadilan substantif bagi kepala daerah yang terpilih secara sah,” tuturnya.
Dalam proses menyusun skripsi, Yusup juga menjalani beberapa kegiatan lain yang justru membuat dirinya sempat tertekan pada beberapa waktu.
“Selama skripsi aku tertekan, 2 minggu sebelum sidang aku ditugaskan kementerian untuk berkeliling Jateng guna sosialisasi literasi. Setiap hari aku bawa laptop di trevel, di bis, hotel, dan warung,” tuturnya.
Selain itu, Yusuf aktif dalam kegiatan lain, seperti komunitas debat, ia belajar lebih banyak dan menghabiskan waktu di komunitas debat.
“Saya ikut komunitas yang berkaitan dengan komunitas belajar dan debat. Waktu saya dihabiskan disana,” ujarnya.
Selama aktif di komunitas, Yusup merasa bersyukur karena dapat berkontribusi dengan menghasilkan berbagai prestasi.
“Alhamdulillah saya jadi Direktur Eksekutif. Kami mencetak rekor dalam 1 tahun bisa menghasilkan 17 piala untuk lomba debat dan esai di tingkat regional dan nasional,” ucapnya.
Ia juga merasa bangga karena bisa bersaing dengan universitas terkemuka lainnya.
“Saya cukup bangga karena kita bisa bersaing dengan universitas top 10, bahkan top 3 seperti UI dan UGM,” tutupnya.
Ia mengaku sempat ingin menunda wisuda karena orang tuanya berhalangan hadir.
“Dua bulan lalu saya mengabari orang tua kalau wisuda bulan Agustus, ternyata orang tua tidak bisa datang. Sempat kepikiran mundur jadi November atau 2026 karena merasa tidak ada motivasi,” imbuhnya.
Menurutnya kegagalan tidak bisa menjadi penghalang untuk terus berjuang.
“Saya melihat kalau aku gugur bukan berarti aku mundur, tapi itu pertanda kalau aku lagi tumbuh,” titahnya.
Reporter: Ragil Alfiyyah
Editor: Moehammad Alfarizy