Amanat.id- Min Haitsu Laa Yahtasib, dari arah yang tidak disangka-sangka. Istilah yang selama ini diyakini dan dipegang teguh oleh Muizzatus Saadah, mahasiswi yang dinobatkan sebagai wisudawan terbaik UIN Walisongo Semarang periode Agustus 2019, Rabu (28/8/2019).
Izza, sapaan akrabnya, tak menyangka atas capaian yang didapatnya saat ini. Sebab menurut Izza, perjuangannya mungkin tidak seberapa dibandingkan dengan usaha dari teman-teman lainnya.
“Ya alhamdulillah, mungkin ini adalah salah satu rezeki yang di berikan Allah untuk saya dengan jalan yang tidak disangka. Dan hasil ini bukan semata-mata murni dari saya, melainkan buah dari doa ibu, keluarga, Abah Imam Taufiq dan Umi Arikhah, serta doa guru-guru, dan teman-teman saya,” kata mahasiswi yang meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,94 itu.
Dalam menyelesaikan jenjang Strata-1 (S1), lika-liku kehidupan dilalui oleh Izza. Ketika semester empat ayahnya meninggal dunia. Hal itu berdampak pada perekonomian keluarga. Izza sempat diminta pindah universitas oleh keluarganya, namun dengan tekad yang dimiliki ia mampu meyakinkan keluarga untuk tetap melanjutkan kuliah di UIN Walisongo.
Enam bulan setelah ayahnya meninggal, tepatnya di semester lima Izza mendapat kabar yang membuat dirinya down, yakni ketika ia divonis sakit (narasumber tidak mau menyebutkan jenis sakitnya). Namun berkat teman-teman yang selalu menguatkan, Izza bisa melaluinya.
Mahasiswi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora itu menanggung biaya periksanya sendiri, menggunakan uang tabungan yang ia miliki. Sampai uang tabungan habis, ia baru memberanikan diri meminta biaya berobat pada sang kakak. Ia baru berani bercerita kepada ibunya setelah sembuh dari sakit.
“Kasihan ibu, sudah sepuh. Saya tidak mau ibu terbebani dengan keadaan yang saya alami,” tuturnya.
Dalam kondisi sakit, Izza saat itu sedang menjabat sebagai lurah Pondok Pesantren Darul Falah Besongo, Ngaliyan Semarang. Hingga mengharuskan dirinya untuk mengatur waktu, antara kuliah, pondok dan periksa.
“Semenjak saya divonis sakit oleh dokter, akhirnya saya sering absen untuk mengikuti aktivitas perkuliahan. Sebab harus periksa rutin setiap bulannya, dampaknya ya nilai semester sempat turun, ” jelasnya.
Rajin Menabung
Mahasiswi Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir ini mengaku selama empat semester pertama di perkuliahan, ia belum mempunyai laptop. Hingga akhirnya pada semester lima baru bisa membeli laptop dari hasil tabungan pribadinya.
“Saya menabung dari awal masuk kuliah, hingga terkumpul uang tabungan ditambah dari sisa uang beasiswa prestasi yang saya sisihkan untuk melengkapi biaya beli laptop,” jelasnya.
Ketika Amanat.id menanyakan rencana kedepan, mahasiswi asal Jombang ini berkeinginan untuk pulang ke kota kelahiran. Untuk membicarakan izin dan saran dari ibu dan keluarga.
“Keinginan melanjutkan pasti ada, namun saya mau pulang dulu membicarakannya dengan keluarga. Sebab ibu juga sudah menunggu kepulangan saya,”pungkasnya.
Reporter: M. Iqbal Shukri