Amanat.id – Sosiawan Leak yang merupakan salah seorang sastrawan asal Surakarta membacakan puisi pada acara Ngaji Budaya dan Peluncuran Buku “Fatwa dan Canda Kiai Saridin” di Gedung Serbaguna (GSG) Kampus 3 UIN Walisongo, Sabtu (6/4/2019).
Acara yang diselenggarakan pada malam hari tersebut merupakan puncak dari serangkaian acara dalam rangka dies natalis UIN Walisongo yang ke-49.
Dalam penampilannya, Leak menjelaskan mengenai makna tokoh “Saridin” dari judul puisi yang dibacakan.
“Saridin merupakan gabungan dari dua kata yakni sari dan deen. Sari yang memiliki arti inti, dan deen artinya adalah agama, maka Saridin artinya adalah inti sari agama,” tuturnya
Menurut pria bernama asli Sosiawan Budi Sulistiyo, Saridin merupakan salah satu murid dari Sunan Kalijaga yang terkenal karena keyakinannya yang kuat kepada Tuhan.
Ia juga mengaitkan tokoh Saridin pada masa Sunan Kalijaga dengan tokoh Saridin yang terdapat dalam buku karya Rektor UIN Walisongo yang sama-sama mengajarkan tentang ketekunan dalam melakukan pekerjaan.
“Kalo Saridin pada zaman dahulu, dia itu ngubek – ngubek selokan dan dia menemukan ikan. Sedangkan Saridin yang ada dalam buku karya Rektor adalah penjual sayur yang sudah tua namun tetap berusaha mencari pembeli,” jelas Leak.
Begini teks puisi Saridin yang ia bacakan:
SARIDIN
dulu,
ketika sang guru mengujimu
; saridin, apa makna syahadat itu?
sontak kau meloncat ke pohon kelapa paling tinggi
mencengkeramkan jemari tangan dan kaki.
tanpa mendekap,
glugu kaupanjat secepat bajing melesat
menjamah papah, menyibak blarak,
mlipir di antara kambil, degan, dan cengkir,
menghindar bluluk, mancung, serta manggar
berdiri tegar di pucuk janur yang belum mekar.
lantas tegak menenggak napas
komat-kamit serupa wirid
mata terpejam menggambar wajah tuhan
; robb bagi sekalian alam dan kehidupan.
tangan manembah
manah menadah kuasa gusti allah
sebelum akhirnya pasrah terjun ke tanah
menghunjam diri
membusur kepala membentur bumi!
kini, puluhan abad berlari
anak cucumu yakin berserah diri
menyambut kanjeng nabi kala barzanji
daimul wudhu di segala ruang dan waktu
mengalap berkah dari bid’ah khasanah.
sedang bocah penjaja koran ikhlas pada penghasilannya
pekerja berkhidmat pada gajinya
sementara yang lain membuka warung suka rela untuk kaum du’afa
dulu,
ketika sang guru bertanya padamu
; saridin, bagi segala banyu, apakah berumah ikan di situ?
maka, rampung mengobok-obok selokan
kaubelah buah kelapa
4 badher menggelepar di dalamnya
sepat, lantingan, dan wader pari
di dalam kendhi
bethik-bethik nyelonong di 9 genthong
kutuk seekor meliuk-liuk usai meloncat dari bokor.
lalu kaukenang kala mengisi padasan
ngangsu banyu dengan keranjang kebak lubang.
semua buah ketekunan menemu musim panennya
segala bulir keringat meneteskan nikmatnya
serupa ratusan tahun berikutnya
perempuan menjajakan sayur di masa senja
anak jalanan menggenggam masa depan
santri mengaji kehidupan
kiai mengajar, selain bertani dan berdagang
hingga cahaya angkasa berpijaran
wujud doa-doa yang dilangitkan
lantaran senantiasa berikhtiar demi menebar kebajikan
dulu, saat sang guru mengusirmu
agar santri lain tak taqlid buta pada laku tirakatmu
; saridin, jangan lagi menginjakkan kaki di negeri ini!
dengan tawaduk perintah itu kaupatuhi
melompat-lompat bersijingkat
cuma di tlethong dan telek mendarat
mencangkung di atas lencung
mukim di lubang kotoran
sambil melempar kanthil ke bokong perempuan
kini, usai jutaan kali bumi mengitari matahari
anak cucumu tetap kukuh memegang ajaran illahi
meski digoda jin jelita yang minta dikawini,
gadis ayu pamer bodi seksi,
wanita bukan mukhrim menyalami,
sadar dan istighfar selalu menjaga hati
serupa giman, begal dan perampok lintas kota
khusnul khotimah di batas usia menyambut maut saat sujud tahajud di masjid desa.
berawal sebagai maling sandal dan jemuran,
pencuri sepeda motor
yang ditembak kakinya hingga pengkor,
raja tato yang keluar masuk hotel prodeo
berhasrat insyaf akhirnya
berniat mengirim al fatikhah dan doa
bagi mendiang ibunya
dulu
syekh malaya menyuruhmu i’tikaf di tengah samudra
bertapa ngambang berbekal dua batok kelapa
hingga ke palembang mengembara
menari dan berlari di ujung para tombak
menghitung gelar pasukan yang pekak
menaklukkan tantangan raja
memasrahkan sembahnya pada penguasa jawa.
di cirebon kaubebaskan warga
dari wabah yang membuat sultan putus asa
lantas menerima anugrah menyunting putrinya hingga berputra
di mataram kautundukkan penguasa alas roban
ki jati yang menjelma ular siluman
pembunuh petani dan peladang
penculik para perawan demi tumbal kesaktian
maka sekarang,
keturunanmu kerap berdaya di mana-mana
memborong sandal dan mukena bagi jamaah yang membutuhkan
membangun mushola di areal persawahan
menunjukkan jalan bagi pemulung berjumpa tuhan
membiayai kang sakiman pulang ke kampung halaman
serta mengutamakan sedekah katimbang pergi haji berkali-kali
dulu,
ketika kebo landoh mati
kaubagi nyawa yang kausayangi
wujud cinta sesama pada makhluknya.
lantas, saat kau wafat
sang kebo menjadi berkat
yang dibagi-bagi untuk tetangga kanan kiri
seperti anak turunmu
memberi gula pada semut penyerbu rumahnya
membagi ndhas manyung pada lalat pengganggunya.
burung-burung dibiarkan mencicipi bulir padi di sawahnya
anjing kelaparan dirumat di pondoknya.
menjamu pencopet yang hendak mengambil dompet
melindungi pencuri dari amuk masa
menginsyafkan psk
serta werawat pohon
serta merawat pohon cemara
yang kerap dituduh beragama.
sebab saridin namamu
anak cucu, keturunanmu
rela menjaga intisari agama!
Solo, 4 april 2019
Reporter: Nabila
Editor: Agus Salim I.