
Di Pesisir Utara Pulau Jawa, kombinasi antara kenaikan air laut dan penurunan muka tanah menciptakan krisis yang semakin terasa dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Geologi, wilayah Pantura mengalami penurunan muka tanah sebesar 1 hingga 20 cm per tahun. Beberapa daerah di Indonesia yang mengalami penurunan tanah yang cukup drastis adalah Jakarta, yakni mengalami penurunan antara 5 hingga 15 cm per tahun. Di Jakarta Utara sendiri, kawasan seperti Muara Baru dan Pantai Indah Kapuk (PIK) kini berada di bawah permukaan laut dan kerap terendam air pasang.
Kondisi serupa juga terjadi di Demak, Jawa Tengah, khususnya di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung. Penurunan muka tanah tersebut menyebabkan desa ini nyaris tenggelam. Bahkan dalam kondisi ekstrim, akses rumah hanya bisa dilalui menggunakan perahu. Lahan pertanian hilang, memaksa warga berganti profesi atau bahkan harus berpindah tempat tinggal. Sementara itu, pesisir Cirebon juga terdampak abrasi dan banjir rob yang menggerus pemukiman nelayan dan tambak garam. Banyaknya wilayah yang mengalami banjir rob menegaskan bahwa krisis lingkungan pesisir merupakan persoalan lintas daerah yang mendesak ditangani.
Merespon kondisi yang kian mengkhawatirkan tersebut, muncul sebuah wacana dari pemerintah untuk rancangan pembangunan Giant Sea Wall sebagai salah satu proyek strategis nasional. Rancangan ini bukan hanya membangun tembok besar penahan air, namun juga mencakup reklamasi pulau, pembangunan kawasan ekonomi terpadu, hingga integrasi jalur transportasi yang diharapkan mampu memperkuat ketahanan wilayah pesisir dalam jangka panjang.
Proyek Giant Sea Wall akan dibangun sepanjang lebih dari 500 kilometer, membentang dari Banten hingga Jawa Timur. Proyek ini bernilai 80 miliar dollar AS atau setara Rp 1.280 triliun dengan asumsi nilai tukar 1 dollar AS sebesar Rp 16.000.
Pembangunannya melibatkan kementerian teknis, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kelautan dan Perikanan, serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Skema pembiayaan menggunakan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan melibatkan investor swasta.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi mengklaim sudah ada beberapa pihak yang menawarkan diri sebagai investor dalam proyek Giant Sea Wall. Mereka di antaranya dari China hingga Korea Selatan. Akan tetapi, Presiden Prabowo tidak akan menunggu dan yakin dengan pendanaan sendiri.
Di Darat Juga Perlu Diperhatikan
Sebelumnya, beberapa negara di Asia ataupun Eropa sudah menerapkan penggunaan Giant Sea Wall untuk mengatasi permasalahan kenaikan debit air. Belanda menjadi contoh sukses sebagai negara yang memiliki keahlian tinggi dalam pengelolaan banjir dan pembangunan tanggul laut. Salah satu proyek perlindungan pantai terbesar di negara ini adalah Delta Works, sebuah sistem kompleks yang terdiri dari bendungan, pintu air, dan dinding laut.
Delta Works dibangun sebagai respons terhadap bencana banjir dahsyat tahun 1953 yang menewaskan ribuan orang. Dengan adanya sistem ini, Belanda mampu melindungi wilayah pesisirnya dari ancaman kenaikan air laut dan badai.
Melihat kesuksesan Giant Sea Wall di Belanda, Pemerintah Indonesia mencoba meniru dan menerapkannya untuk mengatasi kenaikan air di wilayah Pantura. Namun, sejumlah akademisi menekankan bahwa pembangunan tanggul saja tidak cukup. Akar permasalahan penurunan tanah di Pantura disebabkan ekstraksi air tanah yang berlebihan. Tanpa pengelolaan air tanah yang ketat dan penyediaan air bersih yang memadai, masalah akan terus berulang.
Penurunan muka tanah di pesisir Pantura sebagian besar disebabkan oleh eksploitasi air tanah yang masif. Terlebih di Pantura terdapat kawasan industri yang beroperasi. Artinya, kebutuhan air di wilayah ini terus meningkat.
Wilayah Pantura memang dikenal sebagai pusat industri terbesar di Indonesia. Membentang dari Bekasi, Karawang, hingga Gresik. Ratusan pabrik berdiri di kawasan seperti Jababeka, KIIC, dan Kendal Industrial Park. Membuat pantura menjadi wilayah berpengaruh di Indonesia dengan memberikan kontribusi 20,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Namun, kehadiran kawasan industri tersebut berdampak juga pada penurunan tanah di Pantura. Penggunaan air sumur yang masif, menyebabkan tekanan berlebih pada cadangan air di bawah tanah. Sebenarnya, air yang tersimpan ditanah berperan sebagai penyangga dan pendukung kesetabilan tanah, terutama bagi wilayah di sekitar pantai.
Pada akhirnya keberadaan proyek Giant Sea Wall akan sia-sia jika keadaan di daratan tidak turut dibenahi. Pemerintah perlu mengadakan regulasi mengenai penggunaan air tanah secara berkelanjutan. Beberapa sistem seperti pengaplikasian teknik desalinasi untuk mengolah air asin menjadi layak dikonsumsi dapat menjadi salah satu solusinya.
Penulis: Meyra Karunia Putri
Editor: Hikam Abdillah


