
Amanat.id– Unit Kegiatan Khusus (UKK) Tax Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBI) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menggelar Seminar Nasional Festival Pajak dengan tema “Transformasi Sistem Perpajakan Menuju Regulasi yang Efektif dan Berkelanjutan di Era Ekonomi Digital” yang bertempat di Auditorium 2 Kampus 3, Rabu (24/9/2025).
Acara tersebut menghadirkan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBI), Liafatra Nurlaily sebagai pembicara.
Liafatra mengatakan terdapat lonjakan pajak di beberapa daerah yang salah satunya mencapai 250%.
“Baru-baru ini terdapat lonjakan pajak di beberapa daerah yang luar biasa, salah satunya Kota Pati dengan lonjakan 250%, kemungkinan pajak naik setelah pemerintah menghitung Inflasi pertahun,” ucapnya.
Liafatra menjelaskan faktor rendahnya rasio pajak di Indonesia diantaranya karena kepercayaan masyarakat yang rendah.
“Penyebab rendahnya tax ratio yaitu kepercayaan masyarakat yang rendah dipicu beberapa kejadian, diantaranya korupsi yang dilakukan pemerintah,” jelasnya.
Selain itu, Liaftatra mengatakan regulasi kompleks dan ekonomi gelap juga menjadi faktor rendahnya rasio pajak.
“Regulasi kompleks dan kegiatan tersembunyi seperti ekonomi gelap yang sengaja dilakukan untuk menghindari pajak juga menjadi faktor rendahnya tax ratio,” imbuhnya.
Lia menyampaikan solusi yang bisa dilakukan untuk menuju sistem perpajakan yang ideal.
“Untuk menuju sistem perpajakan yang ideal bisa dimulai dengan fondasi kepercayaan masyarakat dengan literasi perpajakan, keadilan dan pemerataan pajak, signifikasi aturan pajak serta transparansi oleh pemerintah,” ujarnya.
Ia juga memaparkan peran akademis yang berhubungan dengan pajak harus kritis dengan sistem-sistem perpajakan.
“Ketika kritis akademis bersinggungan dengan pajak, harapannya adalah muncul analisa sistem seperti pertanyaan mengenai keefektifan pajak dan akses kemudahan pajak bagi kita,” tuturnya.
Liaftara menegaskan sebagai akademisi harus kritis literasi pajak dalam kehidupan sehari-hari.
“Sebagai akademisi kita juga harus mengetahui literasi pajak seperti manfaatnya bagi kehidupan, tujuan adanya pajak, hal yang bisa kita rasakan dari pajak tersebut, dan lainnya sehingga perpajakan bisa berjalan dengan optimal,” titahnya.
Ia memberikan contoh kritis pada fenomana perpajakan.
“Contohnya saat pajak naik menjadi 12%, kita harus bisa kritis mengenai kegunaan pajak dan lain sebagainya agar kita bisa membayar pajak dengan efisien dan optimal,” ucapnya.
Ia megatakan bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam menganalisis dan mengkaji perpajakan.
“Peran mahasiswa tidak hanya melaksanakan perpajakan tapi mengkaji dan menganalisis, serta menjadi moderator di antara masyarakat untuk membantu dalam urusan perpajakan,” terangnya.
Liafatra berharap mahasiswa bisa berperan di masyarakat dalam pelaksanaan kepatuhan perpajakan.
“Sebagai mahasiswa diharapkan bisa menjadi agen untuk membantu masyarakat dalam pelaksaan kepatuhan perpajakan tanpa keberatan, karena masih banyak yang belum mengetahui manfaat pajak seperti jalan umum, BPJS, bansos, beasiswa, dan sebagainya,” tutupnya.
Reporter: Ragil Alfiyyah
Editor: Azkiya Salsa Afiana